bc

Don't come Me, Nice guys!

book_age18+
407
FOLLOW
2.5K
READ
independent
student
drama
sweet
bxg
genius
campus
school
like
intro-logo
Blurb

"Percaya atau tidak, aku sarankan agar kamu jangan jadi orang baik kalau ingin berumur panjang!"

Kalimat itulah yang Awan dapat saat pertama kali mengenal Rindang-nya, seorang gadis yang membenci orang baik. Sedangkan Awan terlahir sebagai orang baik itu sendiri.

chap-preview
Free preview
1. Si Anak baik
"Makasih ya, kalau engga ada kamu, aku engga tahu nasib nilaiku di semester ini bakal gimana!" Awan tersenyum, dia berkata bahwa itu bukan apa-apa. Ini sudah biasa baginya, menjadi sang penolong untuk semua temannya yang kesulitan. Walaupun terdengar berlebihan, namun ini sudah seperti sebuah keharusan untuk Awan. "Tapi lain kali coba kamu kerjain sendiri ya, kalau misal engga ada waktu pas pulang kuliah, kamu bisa kerjain langsung pas ada waktu senggang," sarannya. Gladis, teman satu kelasnya itu hanya tersenyum manis dan kemudian pamit meninggalkan Awan. Awan tersenyum miris, dia memang selalu berlaku baik, tapi ia tidak bodoh. Dia tahu bahwa saran yang baru saja ia berikan tidak akan pernah dilakukan oleh temannya itu. Karena Awan tahu, selagi masih ada dia yang mau repot-repot mengerjakan tugas kelompok seorang diri, maka mereka tidak akan mau membuang waktu hanya demi mencari bahan untuk setiap tugas yang menjadi tanggung jawab mereka. Bagi Awan kebaikan yang dimilikinya sudah seperti sebuah kutukan. Waktu kecil, Ayah yang menjadi orang yang paling Awan hormati selalu berkata padanya bahwa jika kita diberikan kemampuan untuk menolong orang lain, maka jangan ragu untuk menolong. Hal itulah yang membuat Awan seperti sudah terbiasa untuk menolong semua orang yang membutuhkan bantuannya, meskipun ia tahu bahwa tidak sedikit dari mereka yang memanfaatkan kebaikan yang diberikannya. "Awan, ternyata kamu belum pulang!" Awan yang tengah melamun langsung mengangkat pandangan. Ia tersenyum ke arah seorang wanita bertubuh mungil dan mengenakan dress selutut bermotif bunga matahari. "Iya, masih mau di sini," jawab Awan ramah. Gadis itu tersenyum manis dan duduk di samping Awan, tangannya dengan santai melingkar di lengan Awan. "Aku temenin ya? Kamu mau kemana? Makan di kantin?" tanyanya antusias. Awan tersenyum tipis dan dengan gerakan pelan melepaskan tangan gadis itu dari lengannya. "Engga, aku cuma mau duduk di sini sebentar habis itu langsung puang," tolaknya halus. Gadis di sampingnya tampak kecewa, ia kembali memegang lengan Awan dan menatap dengan pandangan memelas. "Seenggaknya temenin aku makan di kantin ya, aku belum sarapan dari tadi pagi," pintanya. Awan menatap serba salah pada gadis di sampingnya ini. Ia yakin jika ia berjalan berdampingan dengan gadis ini, maka esoknya gosip yang tidak ingin ia dengar akan tersebar. Permata Natalie, adalah gadis paling cantik di fakultasnya. Entah benar atau tidak, menurut kabar yang beredar Permata sudah menyukainya sejak lama. Tapi Awan berusaha untuk tidak menganggapnya serius, karena bagaimanapun dia tidak ingin memberikan harapan pada Permata disaat dirinya tidak memiliki perasaan apapun pada gadis itu. "Tapi aku--" "Please, Awan. Kenapa kamu selalu mau nolong orang lain tapi engga mau nolong aku?" potong Permata dengan ekspresi merajuk. Melihat ekspresi sedih di wajah Permata, Awan akhirnya menyetujui permintaan gadis itu untuk menemaninya ke kantin. "Aku cuma akan nemenin kamu makan, habis itu aku akan langsung pulang," ingat Awan sebelum ia dan Permata berjalan meninggalkan gelas. Gadis cantik di sebelahnya itu mengangguk dengan senyum lebar. "Iya, aku janji sehabis aku makan, kamu boleh langsung pulang," katanya. Awan tersenyum tipis dan berjalan ke luar dari kelasnya. Lihat kan? Meskipun ia tahu bahwa jalan berdua dengan Permata akan membuat hal yang tidak ia sukai terjadi, Awan tetap saja tidak bisa untuk menolak keinginan orang lain. ** "Wah, Awan nemenin Permata ke kantin!" "Gila, jangan-jangan bener lagi gosip tentang Permata yang berhasil dapetin hati Awan!" "Mau dilihat gimanapun, emang cocok ya mereka berdua!" Awan menghela nafas pelan. Baru sepuluh menit ia duduk di kantin bersama Permata, bisikan yang tidak mengenakan itu sudah terdengar puluhan kali. Mereka berbicara seakan-akan sengaja membuat Awan untuk mendengarnya, dan anehnya Permata tampak tidak terganggu sama sekali dengan segala gosip yang terdengar di kantin sekarang. "Kenapa kamu makan pelan banget?" tanya Awan heran. Dia sudah memperhatikan sejak tadi bahwa Permata mengunyah begitu pelan makanan di hadapannya. Permata tampak cemberut sambil memegangi pipinya. "Aku lapar, tapi gigiku sakit karena aku baru aja ganti kawat gigiku," jawabnya. Awan menatap gadis di depannya itu dengan prihatin, "Harusnya kamu pesan makanan yang lembut. Bukan malah makan batagor kayak gini," tegurnya. Permata tampak tersenyum malu-malu. Ia menggeser piring batagor di hadapannya menjauh. "Kalau gitu, boleh aku minta tolong buat pesenin aku bubur ayam, engga?" tanyanya. Awan sempat terdiam sebelum akhirnya ia mengangguk dan berdiri dari duduknya. Permata tampak senang, ia mengeluarkan ponsel dan mengambil gambar tampak belakang Awan yang sedang berjalan ke salah satu stand penjual bubur. Ia semakin tersenyum saat beberapa bisikan kembali terdengar saat Awan kembali dengan semangkuk bubur dan menaruhnya di hadapan Permata. "Habisin ya," kata Awan. Permata tersenyum dan mengangguk semangat. Ia langsung memegang sendok dan memakan bubur yang sengaja dipesankan oleh Awan untuknya. "Enak banget buburnya," pujinya. Awan tersenyum, "Rasanya kan sama kayak bubur yang lain yang biasa dijual di pinggir jalan, Ta," katanya. Permata menggeleng, "Engga. Ini lebih enak tahu, Wan. Karena...kamu yang beliin buat aku," ujarnya malu-malu. Awan hanya tersenyum tipis. Dia tidak tahu harus merespon seperti apa kalimat yang diucapkan Permata untuknya itu. "Wih, couple jurusan lagi makan di kantin nih!" Awan dan Permata sontak mendongak ke arah seseorang yang berseru di samping mejanya. Permata menampakan wajah merona karena godaan yang dilemparkan oleh Satria, teman satu fakultasnya sedangkan Awan justru menggeleng pelan. "Jangan ngomong sembarangan dong, Sat. Takutnya malah jadi gosip yang engga-engga," tegur Awan. Ia tidak meninggikan suaranya, justru tersenyum dengan ramah ke arah Satria yang kini malah tertawa. "Ya maap, Wan. Soalnya kan orang-orang emang nyangkanya lo sama Permata itu ada hubungan," ujarnya. Awan kembali membantah dan berkata bahwa ia dan Permata hanya teman biasa. Jawaban yang membuat Permata menatap Awan dengan kecewa. Bahkan setelah Satria pergi dari hadapan mereka, Permata masih memandangi Awan tanah memperdulikan lagi makanan di depannya. "Kenapa engga dihabisin, Ta?" tanya Awan yang menyadari bahwa Permata menghentikan makannya. "Udah engga nafsu," jawab Permata ketus. Awan menaikan sebelah alisnya saat mendengar jawaban dari Permata. "Kamu kenapa? Giginya sakit lagi?" tanyanya khawatir. Permata menatap lurus Awan yang bertanya tentang keadaannya. Dia rasanya kesal karena Awan selalu memberikan perhatian padanya tapi selalu membantah dengan tegas setiap kali ada orang yang menyinggung hubungan mereka. "Bukan, tapi hati aku yang sakit," balas Permata. Ia bisa menangkap ekspresi terkejut di wajah Awan dan kemudian pria itu menunduk dengan senyum kaku. Permata menghela nafas, dia yakin bahwa Awan mengetahui soal perasannya hanya saja pria itu tidak bisa menolak dirinya secara tegas. Permata meraih tasnya dan bangkit dari kursi. "Aku udah selesai makan. Makasih karena kamu mau nemenin aku," ujarnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Awan yang kebingungan di bangkunya. ** "Kok tumben baru pulang?" Awan tersenyum, dia mendekati wanita berumur empat puluh lima tahun itu dan mencium tangannya. "Iya, ada keperluan tadi, Bun," jawabnya. Dania tersenyum penuh arti ke arah anak bungsunya itu. "Habis kencan ya?" tebaknya. Awan yang mendengar itu hanya tertawa dan menggelengkan kepala. "Awan engga punya pacar, mau kencan sama siapa coba?" jawabnya. Dania mengangkat bahu dan kembali membereskan peralatan makan yang ada di hadapannya itu. "Bunda engga percaya kalau kamu engga punya pacar, secara anak Bunda ini ganteng banget udah gitu baik lagi," sanggah nya. Awan hanya tersenyum dan menopang dahulu melihat Bunda nya yang awet muda meskipun sudah berkepala empat. "Awan belum mikirin buat punya pacar, Bun. Bentar lagi kan Awan udah harus magang dan garap skripsi," kilahnya. "Ya emang kenapa kalau kamu punya pacar di saat magang dan skripsi? Otak kamu itu pasti sanggup bagi waktu buat kuliah dan kencan." Awan menoleh saya mendengar seseorang menyahuti obrolannya dengan Dania. Ia tersenyum kecil melihat Langit, kakaknya, berjalan mendekat ke arah mereka. "Aku kan engga kayak Abang yang udah berpengalaman," canda Awan. Langit tampak mendengkus, tangannya membuka toples berisi keripik kentang kesukaannya. "Kamu juga bisa dapat pengalaman kalau mau coba. Kamu pikir Abang engga tahu, kalau di kampus banyak cewek yang ngejar-ngejar kamu?" Langit mengerling jahil ke arah Awan yang tampak terkejut dengan perkataannya. "Abang mata-matain aku ya?" tuduh Awan. Langit tertawa melihat wajah kesal adiknya itu. "Bukan mata-matain, cuma ada junior yang laporan ke Abang kalau kamu sering dikerubungin cewek-cewek cantik di kampus. Wah wah, bahkan Abang engga nyangka kalau kamu sudah sebesar ini," godanya. Awan hanya memutar bola mata malas. Langit juga merupakan alumni di kampus yang sama dengannya, hanya saja Langit mengambil jurusan Manajemen sedangkan Awan memilih mengambil pendidikan sastra karena berkeinginan untuk menjadi guru nantinya. "Bunda juga engga ngelarang kok kalau Awan mau punya pacar," sahut Dania yang sudah duduk berhadapan dengan Langit. Langit menyeringai ke arah adiknya yang tampak tidak tertarik dengan ucapan Bundanya. "Permata itu kayaknya lumayan juga," ucapnya. Awan menoleh cepat ke arah kakaknya dengan mata melebar. Dia menatap Langit dengan kesal dan pandangan tidak suka. "Abang bener-bener mata-matain aku ya? Bang, Awan udah besar! Engga pantes dong Abang mata-matain kehidupan Awan!" protesnya. Langit yang melihat wajah kesal adiknya menjadi panik dan buru-buru meralat. "Engga, Abang engga mata-matain kamu kok. Emang ada yang cerita aja soal kamu yang deket sama Permata. Tapi Abang engga berusaha cari tahu lebih lanjut," kilahnya. Awan menatap kakaknya dan kemudian menghela nafas berat. "Awan engga ada hubungan apa-apa sama Permata. Dia cuma temen yang sering satu kelas sama Awan, jadi Abang ataupun Bunda jangan berpikiran macem-macem soal kami," tegasnya. Ia lalu pamit untuk masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Langit yang merasa bersalah karena membuat adiknya yang baik hati itu menjadi kesal. "Makanya, jangan suka mata-matain orang dong, Lang," ujar Dania. Langit menatap jengah ke arah Bundanya yang tampak puas melihat Awan yang kesal padanya. "Udah dibilangin aku engga mata-matain dia bun," kilahnya. Tapi Dania hanya mengangkat bahu dan berlalu meninggalkan dirinya. **

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.2K
bc

Bad Prince

read
509.4K
bc

True Love Agas Milly

read
197.9K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Rewind Our Time

read
161.5K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook