3. Malam Pertama Raga dan Jelita

1064 Words
"Ahsss shhh ahhh, Mbak! Cepetan dong, gue udah enggak tahan ini!" teriak Raga merasa amat tersiksa. "Sabar! Gue baru juga buka baju!" balas Jelita ikut berteriak. "Duh, Mbak! Lama amat sih? Cepetan kenapa? Ini udah di ujung tahu, Mbak! Kalo keluar di sini lo tanggung jawab ya!" teriak Raga. Jelita hanya memutar bola matanya malas, wanita itu lebih memilih melanjutkan kegiatannya ketimbang membalas teriakan bocah edan itu. Wanita itu malah semakin melambatkan kegiatannya hingga membuat Raga yang sedari tadi menunggu pun semakin tak sabaran. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berteriak memanggil nama Jelita agar wanita itu segera menyelesaikan urusan itu dengan cepat. Cklek .... Pintu kamar mandi terbuka hingga menampilkan wajah Jelita yang polos tanpa berdosa. Wanita itu sudah selesai mengganti baju pengantinnya menjadi baju tidur. Jangan harap ada sebuah insiden di mana hanya ada lingerie dan tidak ada baju biasa, karena pada kenyataannya itu sama sekali tidak terjadi. Berhubung Raga saat ini tinggal di kamarnya, jadi tidak mungkin semua orang akan menyembunyikan bajunya yang super banyak itu. Lagipula percuma juga karena Jelita sama sekali tidak akan sudi disentuh oleh bocah ingusan alias si Raga. "Kenapa muka lo begitu? Kayak lagi nahan boker aja," ujar Jelita dan dengan santainya berjalan santai melewati Raga. "Ish, memang iya! Ini semua juga karena lo, Mbak!" Segera Raga langsung memasuki kamar mandi kemudi menutupnya agak sedikit kencang. "Dasar bocah!" gerutu Jelita kemudian menaiki ranjangnya. Jelita mengambil ponselnya yang berada dia atas nakas dekat ranjang, wanita itu mengotak-atik ponselnya hingga membuka beberapa pesan yang masuk. Ia berdecak kesal ketika terdapat spam chat dari beberapa teman dekatnya di kantor yang menggodanya karena bisa menikah dengan berondong imut seperti Raga, imut dari mananya? Amit-amit ya jelas iya! pikir Jelita. Hingga satu pesan yang Jelita baca membuat matanya membelalak karena terkejut. "Astaga! Bisa-bisanya gue lupa kalo ada presentasi! Omaigat! Lo bego, Jelita!" teriak Jelita frustasi. Demi apapun ia hanya memiliki waktu satu malam ini saja untuk menyelesaikan bahan presentasi besok. Bagaimana bisa ia akan kuat menyelesaikan itu semua? "Laptop! Mana laptop gue!?" Jelita langsung bangkit dari ranjangnya, mencari-cari keberadaan barang yang sangat berperan penting untuk membuat bahan presentasi besok. Di saat Jelita sedang sibuk-sibuknya mencari keberadaan laptopnya, Raga yang sudah selesai dengan urusannya pun keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu mengernyit ketika melihat istri yang baru ia nikahi satu hari ini terlihat sedang gupek, berjalan ke sana kemari tak tentu arah sambil membawa alamat palsu. Eh salah, malah sebut judul lagu. "Lo nyariin apaan, Mbak?" tanya Raga. "Laptop gue! Gue besok ada presentasi dan gue bahkan belum nyiapin bahannya!" ujar Jelita. "Duh ke mana ya? Begini nih, kalo lagi dicari pasti susah ketemunya itu barang. Giliran enggak dicari, kelihatan aja itu barang," gerutu Jelita. Raga ikut mencari keberadaan laptop Jelita, hingga tatapannya mengarah di atas meja rias Jelita. Di mana ada sebuah laptop hitam yang terletak di sana, laki-laki itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kemudian berjalan ke arah meja rias Jelita. "Ini yang lo cari, Mbak?" tanya Raga sambil mengangkat tinggi-tinggi laptop hitam itu. "Iya! Itu dia!" Jelita langsung menghampiri Raga, merebut laptop itu dari tangan Raga kemudian segera kembali ke atas ranjangnya. "Nama lo jeli, Mbak. Tapi kok orangnya enggak jeli gitu sih?" ledek Raga membuat Jelita melotot kesal. "Serah gue!" ujarnya ketus. "Saking gupeknya, barang yang seharusnya bisa dilihat jadi enggak terlihat," gumam Raga sambil menggelengkan kepalanya. Merasa lucu dengan tingkah Jelita yang ternyata bisa konyol juga. "Lo bilang apa!?" tanya Jelita galak. "E-enggak bilang apa-apa kok, Mbak." Raga menggeleng cepat ketika melihat tatapan tajam Jelita. "Awas ya kalo lo diam-diam ghibahin gue!" ancam Jelita sambil menunjuk matanya menggunakan kedua telunjuknya kemudian menunjuk Raga. Raga meneguk ludahnya susah payah, Jelita yang seperti ini entah mengapa sangat menyeramkan di mata Raga. "Mbak, galak gitu lo tetap kelihatan cantik ya ternyata. Ah jadi makin cinta," ujar Raga sambil terkekeh, tetapi Jelita hanya memandang Raha datar hingga suasana malah menjadi awkward. Bahkan seakan terdengar suara jangkrik, krik krik. "Hehehe." Raga menyengir. Jelita hanya menggelengkan kepalanya, lebih baik ia segera menyelesaikan pekerjaannya ketimbang meladeni bocah edan itu. "Heh! Mau ngapain lo duduk di singgasana gue!?" tanya Jelita galak ketika Raga hendak duduk di atas ranjangnya. "Gue cuma duduk di atas ranjang lo, Mbak. Bukan singgasana," balas Raga. "Bagi gue ranjang is singgasana! Udah sana lo jauh-jauh, jangan ganggu gue!" ujar Jelita. "Gue enggak akan ganggu lo kok, Mbak. Gue mau tidur aja, ngantuk banget nih. Besok gue sekolah." Raga hendak kembali naik ke atas ranjang, tetapi dengan cepat Jelita bergerak mendekati Raga kemudian mendorong tubuh bocah edan itu sampai terjatuh dan terdengar bunyi 'gedebuk!'. "Tidur aja tuh di sofa, jangan di ranjang gue." Jelita menunjuk sebuah sofa panjang yang ada di pojok ruangannya. "Enggak nyaman, Mbak. Mana muat juga sama gue yang tinggi ini," protes Raga. "Lagian lo kok tega banget sih sama suami sendiri? Nyuruh suami tidur di sofa. Ini tuh malam pertama kita, Mbak. Bukannya kita nananinuan kok lo malah sibuk sama laptop lo, terus nyuruh gue tidur di sofa sih!? Tega lo, Mbak!" lanjut Raga mendramatisir. Jelita memutar kedua bola matanya malas, mimpi apa dia semalam sampai bisa menikah dengan seorang bocah SMA super duper absurd, lebay kebangetan dan tak lupa menyebalkan itu. "Belajar dulu yang bener, Dek, baru lo bahas yang begituan sama gue!" balas Jelita. "Sstt! Udah jangan berisik, nanti orang rumah bangun!" Jelita kembali membuka suaranya saat ia melihat kalau Raga akan kembali protes. "Makanya biarin gue tidur di ranjang lo, Mbak. Gue janji enggak akan ganggu, ya ya?" Wajah Raga dibuat seimut mungkin. "Enggak!" ujar Jelita. "Ya udah deh kalo Mbak enggak mau biarin gue tidur di sini, gue tidur di luar aja deh. Nanti kalo Mama nanyain kenapa gue tidur di luar, gue jawab jujur aja kalo gue diusir sama lo. Enggak boleh tidur di ranjang." Mendengar perkataan Raga membuat Jelita menggeram kesal, mana mungkin ia membiarkan bocah edan itu tidur di luar kemudian saat bertemu dengan keluarganya dia akan mengadu hal macam-macam. Jelita tidak mau kalau ia diomeli habis-habisan oleh mamanya. "Heh! Tunggu lo bocah!" teriak Jelita segera turun dari ranjangnya dan menghampiri Raga yang akan mengambil ancang-ancang keluar dari kamar. Raga masih berdiri membelakangi Jelita, dalam hati ia tersenyum karena berhasil mengancam Jelita. "Lo boleh tidur di ranjang gue, tapi ingat! Jangan macam-macam!" peringat Jelita sambil menunjuk Raga. "Siap, Istriku Tersayang! Sini peluk dulu!" Raga merentangkan tangannya. "Peluk aja tuh tembok!" ujar Jelita kemudian meninggalkan Raga untuk kembali naik ke atas ranjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD