bc

SUAMIKU OM MILIARDER

book_age18+
7
FOLLOW
1K
READ
billionaire
HE
age gap
arranged marriage
kickass heroine
sweet
bxg
brilliant
city
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

"Mama sama papa jangan gitu dong, itu namanya melanggar hak asasi manusia. Memanfaatkan status untuk membuat anak mematuhi segala keputusan."

Saat ini terlihat tiga anggota keluarga yang tengah berbincang di ruang tamu. Kepala keluarga yang bersebelahan dengan istri tercinta, dan si bungsu yang memasang wajah cemberut di seberang meja.

"Caca ngadu ya sama abang kalau mama sama papa udah zolimi Caca."

Gina menghela nafas pelan melihat tingkah putrinya. Sesuai kesepakatan dengan sahabat, mereka akhirnya memutuskan untuk menjodohkan anak masing-masing karena ingin hubungan semakin erat. Walaupun sadar perbedaan umur yang cukup jauh antara keduanya, namun ini bukan pertama kalinya seorang remaja 19 tahun dinikahkan dengan pria di atas 30 tahun. Lagipula calon suami Caca sangat tampan, sangat mapan dan juga masih mempesona. Gina yakin anaknya menolak karena belum pernah bertemu langsung. Caca pasti membayangkan perawakan pria perut buncit dengan wajah di bawah standar.

chap-preview
Free preview
Perjodohan
"Mama sama papa jangan gitu dong, itu namanya melanggar hak asasi manusia. Memanfaatkan status untuk membuat anak mematuhi segala keputusan." Saat ini terlihat tiga anggota keluarga yang tengah berbincang di ruang tamu. Kepala keluarga yang bersebelahan dengan istri tercinta, dan si bungsu yang memasang wajah cemberut di seberang meja. "Caca ngadu ya sama abang kalau mama sama papa udah zolimi Caca." Gina menghela nafas pelan melihat tingkah putrinya. Sesuai kesepakatan dengan sahabat, mereka akhirnya memutuskan untuk menjodohkan anak masing-masing karena ingin hubungan semakin erat. Walaupun sadar perbedaan umur yang cukup jauh antara keduanya, namun ini bukan pertama kalinya seorang remaja 19 tahun dinikahkan dengan pria di atas 30 tahun. Lagipula calon suami Caca sangat tampan, sangat mapan dan juga masih mempesona. Gina yakin anaknya menolak karena belum pernah bertemu langsung. Caca pasti membayangkan perawakan pria perut buncit dengan wajah di bawah standar. "Gak usah sok jual mahal, mama yakin kamu mau langsung nikah kalau udah ketemu. Besok mereka mau ke sini makan malam, pokoknya jangan kabur ke rumah Amel. Kamu harus dandan yang cantik." "Mama kejam, jahat, gak berperikemanusiaan. Caca masih kecil, masih balita, masih unyu-unyunya." ucap Caca dramatis, air mata buaya sudah keluar hingga menciptakan kesan menyedihkan pada dirinya. Di seberang sana Gerald hanya mampu menahan tawa, dia mempercayakan langsung pada istri tercinta karena sadar lawan seimbang Caca adalah Gina. "Calon suamimu seumuran abang sayang. Namanya Bara, umurnya 34 tahun. Sama kayak abangmu." tutur Gina melembut. "Tapi abang ganteng." "Betul, karena papa juga ganteng. Kecebong papa itu edisi terbatas, terlalu berkelas makanya pas ketemu sel telur mamamu jadinya gak mengecewakan." Gina berdehem pelan, tangannya sudah mencubit gemas pinggang Gerald yang tak bisa mengerti kondisi. "Kamu mending diem deh, Mas. Bukan saatnya bahas masalah gituan. Kalau gak bisa bantu bujuk Caca masuk aja ke kamar." "Aku kan cuma bercanda honey." Gerald menunduk lesu, seraya mengusap pinggangnya yang sudah mendapat cubitan maut. Harusnya ini sudah dikatakan tindakan KDRT kan? Tapi karena Gerald cukup baik hati, mencintai istri sampai sinting, akhirnya dia hanya mampu terdiam dengan mulut terkatup. "Caca gak mau nikah sama om-om. Kalau mama mau cariin Caca calon suami harusnya yang masih fresh kayak Caca. Bukan yang udah tua. Caca gak mau ngurus om-om yang sakit pinggang." "Astagfirullah, calon suamimu itu lagi matang-matangnya. Bukan tua, umur segitu justru lebih menarik dan berkarisma, mama jamin kamu pasti suka kalau udah ketemu sama Bara." Gina kembali meyakinkan, berharap Caca mau mengerti dan langsung setuju dinikahkan dengan anak sahabat dekatnya. "Kamu jangan muji gitu dong honey, kesannya kamu yang terpesona sama Bara. Aku kan cemburu." celetuk Gerald. Gina memijat pelipis pelan. "Kamu kalau gak mau berkontribusi bujuk Caca mending diam deh, Mas. Kalau aku suka sama Bara udah dari lama aku minta sama Lina anaknya itu. Gak bakal aku jodohin sama Caca." Berada diantara suami dan anak yang memiliki sikap serupa, hampir membuat Gina darah tinggi. "Kamu terima aja dong sayang, nanti mamamu terpesona lagi sama Bara. Kalau kamu nikah sama Bara mamamu gak bisa macam-macam di belakang papa." ucap Gerald dengan suara kecil. Namun karena bersebelahan, tentu saja Gina mendengar ucapan suaminya itu. "Papa tumbalin Caca?" "Bukan tumbalin, papa cuma menyelamatkan sesuatu yang lebih penting. Papa gak bisa hidup tanpa mamamu, papa gak mau kehilangan mamamu karena berondong kayak Bara." Wajah Caca semakin memerah, bibir dicebikkan dengan kening berkerut. Walaupun sadar jika hidupnya tak lebih dari beban keluarga, tak memiliki otak jenius seperti abangnya. Bahkan tak jarang Caca dijuluki sebagai otak udang karena saking bodohnya. Tetap saja Caca tak mau ditumbalkan oleh kedua orangtuanya. "Papa gak mau kehilangan mama tapi mau kehilangan Caca. Papa gak bisa hidup tanpa mama tapi mau tumbalin Caca. Gak adil banget, papa gak sayang sama Caca." Gerald gelagapan. "Bukan gak sayang, cuma mamamu lebih penting dihidup papa. Ada hal yang gak bisa kamu lakuin dan mamamu bisa. Masa papa gak sayang sama anak sendiri. Kamu itu anak papa yang paling berharga. Yah, tapi kalau dibandingkan mamamu lebih penting mamamu sih." "Tuh kan, papa gak sayang sama Caca. Siapa bilang Caca gak bisa kayak mama. Bisa kok, Caca bisa lakuin." Gina mendadak pusing mendengar pembicaraan ayah dan anak itu. "Gak lah, mana mungkin kamu bisa lakuin yang mamamu lakuin ke papa." Gerald tersenyum lebar, sebelum pandangannya menyorot ke arah Caca, dia lebih dulu menoleh ke arah Gina. "Iya kan honey?" "Kamu gila ya, Mas. Jangan bicara ngelantur sama Caca. Dia anakmu." "Bisa, Caca bisa." celetuk Caca. "Yakin?" tanya Gerald serius, kembali cubitan maut dia dapatkan. Namun kali ini Gerald tak berhenti, kembali melanjutkan ucapan hingga membuat Caca syok dan bergidik ngeri seketika. "Papa itu suka ngompol kalau malam, memang kamu mau bersihin ompol papa?" Caca memasang wajah jijik. "Papa jorok banget sih. Gak mau lah. Bau tau, tapi tetap aja Caca gak mau nikah sama om om itu. Caca masih kecil." "Makanya liat dulu orangnya, kalau udah liat mama yakin kamu berubah fikiran." "Gak mau mama." "Papa beliin lima boneka babi kalau kamu mau ketemu sama Bara, gimana?" Caca tak langsung menjawab, dia menimbang beberapa saat tawaran yang tampak menggiurkan. Namun saat memikirkan semua ini berhubungan dengan masa depannya karena menyangkut pernikahan, Caca tentu saja menolak tawaran itu. Harga diri Caca tak serendah itu sampai terkecoh oleh sebuah boneka babi. "Satu lusin boneka babi." "Gak mau pap---" "Dua lusin boneka babi." "Oke, dua lusin. Papa udah janji loh." "Iya sayang." Gerald menjulurkan tangannya ke depan sebagai bentuk kesepakatan. Setelah Caca menerima jabat tangan itu, barulah Gerald menatap Gina dengan alis yang dinaik turunkan. "So easy honey." bisiknya pelan, ternyata membujuk Caca tak sesusah yang dia bayangkan. Harusnya dari awal saja menawarkan boneka babi agar tak ada adegan dramatis seperti ini. *** Selain itu, dikediaman Handoko sebuah pembicaraan sedang diawali oleh sang kepala keluarga. Sebelum menatap serius pada putranya, dia lebih dulu menatap sang istri yang terlihat mengangguk pertanda dia juga setuju jika malam ini kesepakatan disampaikan. "Kamu sudah punya pacar?" tanya Tiar basa-basi. Bara yang terlihat bersantai karena pekerjaan telah selesai mendongak menyadari pertanyaan itu ditujukan untuknya. Mereka hanya bertiga saat ini, kakak perempuannya yang lebih tua 3 tahun sudah memiliki anak yang sudah duduk dibangku kuliah. Bisa dikatakan hadirnya keponakan karena sebuah kesalahan. Biasa, romansa remaja yang kehilangan kendali hingga kebobolan. Namun karena pintar mengelabui, jadi tak ada satupun yang mengetahui aib itu selain keluarga dari pihak laki-laki dan perempuan. Sebenarnya, kakaknya bernama Tini itu hampir didepak dari rumah untuk selamanya, bahkan nyaris tak dianggap anak seumur hidup. Terhitung 1 tahun lebih dia tak diizinkan pulang, bahkan permintaan maaf pun diabaikan. Namun kejadian dimana dia melahirkan diusia remaja bahkan sempat koma lima hari, akhrinya Lina dan Tiar luluh saat pihak keluarga laki-laki ke rumah ini menyampaikan kondisi Tini di rumah sakit. Bara hanya mengikuti saja, dia itu seperti air yang mengikuti arus. Tak mau ambil pusing. Jadi ikut datang menjenguk sebagai adik berbakti. "Kamu sudah punya pacar Bara?" "Gak ada waktu cari pacar, Dad." "Punya istri?" "Kalau gak punya pacar gimana mau punya istri." sewot Bara, kue kering yang ada di atas meja dia masukkan ke dalam mulut. Hari ini moodnya cukup baik karena berhasil menggandeng kolega bisnis yang hadirnya membawa keuntungan. "Siapa tau aja kamu nikah diam-diam sama anak narapidana atau pecandu narkoba makanya nyembunyiin istri kayak disinetron-sinetron." balas Tiar. "Kurang kerjaan banget." celetuk Bara. "Kalau gitu kamu punya anak?" "Dad/Mas." Bara dan Lina serentak menatap Tiar. Terlihat sang kepala keluarga menggaruk bagian belakang kepala yang tak gatal. Berdehem pelan untuk menyembunyikan raut salah tingkah karena ditatap tajam oleh ibu dan anak. "Daddy kan cuma nanya. Kamu kan ganteng kayak daddy, kaya juga kayak daddy. Siapa tau aja kamu suka jajan di luar sampai buat hamil anak orang." "Jajan di luar kayak daddy?" tanya Bara santai. Tiar melotot, melempar bantalan sofa pada putra bungsunya yang sudah berumur itu. Bukan lagi balita yang bisa ditimang karena badan mereka hampir sama. Tinggi dan memiliki otot menggoda. "Kalau itu bukan kayak daddy. Masa daddy jajan sama wanita malam yang haus belaian kalau di rumah punya bidadari surga yang cantik jelita. Iya kan, Yang?" Lina memutar bola mata malas, begitupun dengan Bara yang berekspresi ingin muntah. Orangtuanya bukan lagi seorang remaja yang pantas menggombal. "Kamu mommy jodohin sama anak sahabat mommy." ucap Lina tiba-tiba, menunggu Tiar berbicara hanya akan memakan banyak waktu karena terus berbasa-basi sampai basi. Lama. "Namanya siapa?" "Cassandra Caramel, panggilnya Caca." Bara hanya ber 'oh' ria. Tak protes ataupun membantah. Lagipula satu yang pasti. Orangtuanya tak mungkin menjodohkan dengan orang sembarangan. Bara yakin pasti perempuan itu cantik jelita, jadi tak ada yang perlu dipermasalahkan bukan? "Umurnya 19 tahun." "Uhuk...uhuk...!" Bara tersedak kue kering yang dia kunyah. Untuk sesaat mulutnya berhenti bergerak, kening berkerut kemudian memastikan apa yang dia dengar tak salah. "Mommy jodohin Bara sama anak yang seumuran sama keponakan Bara sendiri? Serious, Mom?" "Iya, lagipula gak ada undang-undang yang melarang anak 19 tahun menikah. Kamu juga gak mungkin nolak kalau ketemu sama Caca, masa kamu mau nolak perempuan yang masih fresh-freshnya. Dia cantik banget, kamu mau kan sayang?" "Kalau kamu punya pacar lain lagi ceritanya. Tapi kamu sudah bilang gak punya pacar, jadi gak ada alasan buat nolak menantu pilihan kami." ucap Tiar, Bara menghela nafas pelan. Menormalkan raut wajah kemudian mengangguk seadanya. Tak mau berdebat lebih jauh. "Yaudah." Bersambung

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook