"Ayo, Sayang!" ajak Binar. Tetapi tidak mendapatkan respon. Putrinya mendadak membeku seperti patung. Hanya air mata yang mulai berjatuhan. "Ata ... ayo, Sayang." Permata menepis saat sang ibu meraih tangannya. Marah. Binar tidak putus asa. "Ini lihat. Rambut Ata berantakan abis bangun tidur. Ata lupa, ya, gak pakai kerudung ke luar rumah." Menyentuh kepala putrinya, berniat merapikan rambut yang masih acak-acakan khas bangun tidur. Namun Permata mundur satu langkah, menghindar. Binar menghela napas panjang. Jika sudah begitu tak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu anaknya pegal sendiri. Jika dipaksa, justru akan meraung. Duduk di kursi sambil mengawasi. Permata masih berdiri di tempat. Sesekali mengusap air mata yang membasahi pipi dengan punggung tangan. "Ata! Masuk, yuk! Pana

