"Ayah!" Permata berdiri menunggu di pintu. Zean tersenyum saat tiba di rumah dan langsung mendapat sambutan. "Sayangnya ayah udah sehat?" Meraba kening putrinya yang masih ditempeli plester penurunan panas. Suhu tubuhnya masih di atas normal. Tetapi tidak sepanas tadi pagi. "Belum, Ayah. Ata masij pusing sedikit lagi." "Lalu kenapa Ata di luar?" "Enggak. Ata gak di luar. Ini Ata di dalam rumah," sangkal Permata. Kakinya masih menginjak keramik ruang tamu. "Maksud ayah, kenapa Ata di sini? Angin. Ata 'kan masih sakit." "Tapi Ata kangen sama Ayah. Tadi Ata dengan suara mobil Ayah, terus Ata intip dari kamar bunda. Ata ke lari ke sini," celoteh Permata. Zean terkekeh seraya mengangkat tubuh putrinya. "Bunda mana?" "Ada di kamar," jawab Permata. "Ma!" sapa Zean ketika melihat ibu mert

