Tentang Jasmine.

1490 Words
SMA, masa yang paling menyenangkan adalah benar. Banyak peristiwa dan kenangan yang didapat di masa itu. Di SMA kita belajar mencintai, menemukan arti teman sesungguhnya, merasakan kedewasaan, menikmati pembahasan seputar perkuliahaan, dan menceritakan impian yang tinggi tanpa ambisi untuk mewujudkan, 'sadis' tapi itulah faktanya. ~~~ Suara tawa dua orang siswa menggelegar memenuhi lorong sekolah yang sudah sepi. Hari yang semakin gelap tidak menghentikan kegiatan mereka yang sedang duduk di lantai sembari berbincang. Gadis pintar bernama Jasmine menguncir kuda rambutnya masih tertawa karena lelucon Jere-teman satu organisasinya di sekolah. "Gua jarang ketawa lepas kayak gini, herannya gua lakuin itu di depan lo." Jasmine menaikkan alisnya. "Tau ... kelihatan kok dari awal ketemu." Jere tersenyum. "Gue harus belajar sandiwara kayaknya." Jasmine menggeleng. "Cowok belajar sandiwara jadinya pengecut. Gue enggak mau lo kayak gitu," ujar Jasmine bangkit dari duduknya. Jere ikut berdiri menaruh ransel di bahu. "Gue antar pulang, ya." "Enggak usah, Jer. Gue mau ke toko buku dulu," dusta Jasmine. "Ya, nebeng gue aja," tawar Jere lagi. "Lain kali aja, ya. Enggak papa kan?" tanya Jasmine takut melukai perasaan Jere. Jere tersenyum sekaligus mengangguk. "Kalau jalan keluar bisa bareng, dong?" Menunjuk pintu keluar sekolah melalui ujung matanya. Gadis bertubuh kecil itu tertawa pelan menatap Jere. "Bisa kok," jawabnya malu. Mereka berjalan beriringan, kembali berbincang seputar masalah di organisasi. "Kamu beneran enggak mau sama aku?" Pertanyaan Jere sedikit ambigu, bagi Jasmine yang masih salah tingkah. "Ha? Gimana?" tanya Jasmine dengan wajah bingung. Jere terkekeh menatap wajah itu, wajah polos Jasmine yang baru pertama kali ia lihat. "Kamu beneran enggak mau nebeng sama ku?" tanya Jere sekali lagi. "Oh, itu ... e-enggak, Jer. Aku duluan ya." Jasmine buru-buru pergi untuk menyelamatkan diri, sebelum sikapnya ketahuan oleh Jere. Sembari berjalan menuju gerbang sekolah, Jasmine memasang earphone pada ponsel untuk menemani perjalanannya. Tidak lama dia mendengar suara deru motor dari arah belakang. Ia tersenyum tipis dengan kepercayaan penuh meyakini Jere akan berhenti dan kembali menemaninya menunggu angkutan. Jere mengendarai motor sejajar dengan langkah Jasmine, memberikan senyum termanis yang dimiliki nya pada gadis itu. "Jasmine aku duluan, ya," ucapnya berpamitan. Hanya anggukan kecil yang Jasmine berikan sebagai jawaban. Setelah itu motor Jere pergi meninggalkannya dengan rasa kesal dan kecewa. "Terlalu baper juga enggak baik, Jasmine," ucapnya mengatakan pada diri sendiri. "Kenapa sih buat gue baper aja?!" kesal Jasmine mengingat betapa dekatnya Ia dan Jere hari ini. Jasmine memasang earphone di telinga nya, setelah angkutan umum tujuan rumah nya sudah terlihat. Jasmine mengarahkan tangan kanan ke depan untuk memberhentikan angkot, setelah memastikan ada beberapa orang di dalam, Jasmine memutuskan menaiki angkot dan memilih duduk di kursi sudut belakang. Ia sengaja memilih angkot yang ditumpangi oleh banyak orang, karena berpikir apa saja bisa terjadi jika sendirian di dalam angkot. Jasmine menikmati alunan lagu berjudul 'Just a Friend to You' yang di populerkan oleh Meghan Trainor. Why you gotta hug me Like that every time you see me? Why you always making me laugh Swear you're catching feelings I loved you from the start So it breaks my heart When you say I'm just a friend to you Cause friends don't do the things we do Everybody knows you love me too Tryna be careful with the words I use I say it cause I'm dying to I'm so much more than just a friend to you When there's other people around You never wanna kiss me You tell me it's too late to hang out And you say you miss me And I loved you from the start So it breaks my heart When you say I'm just a friend to you Cause friends don't do the things we do Everybody knows you love me too Tryna be careful with the words I use I say it cause I'm dying to I'm so much more than just a friend to you You You say I'm just a friend to you Friends don't do the things we do Everybody knows you love me too I tried to be careful with the words I use I say it cause I'm dying to I'm so much more than just a friend to you A friend to you A friend to you A friend to you Lirik tentang pertemanan yang terjebak dalam hubungan tanpa status, menempati posisi pertama di hati Jasmine. Ia bernyanyi dalam hati menyamakan lirik dengan kehidupan percintaannya dengan Jere. Lagu itu terkadang menyadarkan Jasmine kalau di antaranya dan Jere bukan tentang cinta, tapi Ia selalu berpikir terlalu dini kalau Jere menyukainya. Setiap kata dari lagu itu selalu membawa Jasmine ke dunia nyata, bahwa mencintai seseorang tidak perlu begitu dalam, cinta sejati hanya milik mereka yang dipisahkan oleh maut. Tidak ada pria yang begitu mencintaimu di dunia ini lebih dari nafsunya. Jika waktumu baginya sudah selesai, kau mungkin ditinggalkan tanpa kejelasan. Bukan Jasmine tidak percaya dengan lelaki, hanya saja banyak kasus yang membuatnya berpikir seperti itu. Namun, setiap dia bertemu dengan pria yang membuat dirinya nyaman, sangat mudah baginya untuk terbuai. Jasmine adalah salah satu wanita yang memiliki hati tidak sesuai dengan ucapannya. 'Sadar, Jasmine. Kamu itu enggak cocok sama Jere,' batinnya menggerutu. "Pak, saya berhenti di sini!" seru Jasmine ketika gang rumah nya sudah terlewat sedikit. Bapak supir menepikan mobil angkutan umum dengan tiba-tiba, membuat banyak pengendara membunyikan klakson mereka merasa kesal. Jasmine sedikit malu karena itu, hampir semua pasang mata di dalam angkutan menatapnya dengan berbagai arti. "Lain kali jangan tiba-tiba, Dek," ucap Bapak Supir menasihati Jasmine. "Maaf ya, Pak," jawab Jasmine memberi ongkosnya. Jasmine pergi merutuki kebodohannya dalam hati. Bertingkah bodoh hanya karena memikirkan pria. 'Tolong beri Jasmine hati yang sulit untuk jatuh cinta,' gumam nya menatap langit sejenak. Untung gang rumah nya tidak ada orang yang berlalu lalang, membuatnya sedikit bernapas lega karena tidak ingin terlihat seperti orang gila. Jasmine kembali menarik napas lalu menghembuskannya, berdoa agar tidak ada kemarahan yang meyambut kepulangan dirinya. "Ma, Jasmine pulang...." Jasmine masuk rumah dan mendapati Agung yang sedang bermain dengan Yuan, adik laki-laki yang berumur dua tahun. "Pa," sapa Jasmine dengan suara pelan. "Kenapa pulangnya lama sekali?" tanya Agung-Papa Jasmine tanpa melihat ke arah putrinya. "Tadi ada rapat organisasi di sekolah, Pa," cicit Jasmine mendapat sikap cuek Agung. "Sampai jam segini?" "Memang pulangnya jam segini, Pa." Jasmine berusaha terlihat biasa agar Agung tidak mencurigai kebohongannya. "Kamu enggak lupa kan? Papa punya nomor handphone guru dan teman kamu. Jadi, tetaplah bersikap baik.” "Iya, Pa. Jasmine enggak macem-macem." Jasmine mulai jengah dengan sikap papanya yang selalu mengatur hidupnya. Membatasi yang boleh dan yang tidak boleh Ia lakukan, memutuskan mana yang harus dia pilih dan tidak, bahkan parahnya, Jasmine tidak boleh berteman atau bergaul dengan cowok. Tidak boleh pacaran masih diterima oleh Jasmine. Tapi ‘tidak bisa’ bergaul dengan cowok, sangat keterlaluan menurut Jasmine saat dirinya sudah duduk di bangku SMA. Ingin sekali Ia menentang ucapan Agung, tapi apa daya seorang anak hanya bisa menuruti perkataan orang tua. "Baguslah, Kamu mandi dulu. Setelah itu bantu Mama menyiapkan makan malam." Jasmine hanya mengangguk mengiyakan perintah papa nya. Walau air matanya berteriak ingin keluar Jasmine berusaha untuk menahan. Jujur, dia sangat lelah terus menangis. Sejak kepergian Janis kakak nya, Jasmine tidak pernah lagi menikmati yang namanya kebebasan. Awalnya, Ia cukup mengerti ketika kebebasannya direnggut paksa karena harus membantu Yuli-mamanya merawat adik laki-laki yang baru lahir dua bulan setelah kepergian Janis. Tapi setelah itu, tidak ada alasan logis yang mereka berikan pada Jasmine saat merenggut kebebasan gadis itu. Ya, setelah kepergian Janis. Yuli meminta Jasmine kembali tinggal bersamanya, Yosi-tante Jasmine hanya bisa pasrah kembali hidup sendiri tanpa Jasmine di sisinya. Jasmine keluar dari kamar dengan baju ganti serta handuk di tangan berjalan menuju kamar mandi. Beruntung Agung sudah tidak berada di tempat duduknya tadi. Memasuki dapur Jasmine melihat Yuli sedang mencuci sayur dengan teliti. Dia menyadari kedatangan Jasmine, tapi tidak ingin menegur putrinya itu. Jasmine yang mengetahui hanya mengedikkan bahu bersikap bodo amat dengan sikap mama yang sejujurnya membuat hati perih. Diabaikan tanpa sebab sudah biasa bagi seorang Jasmine Nahen, gadis pintar berhati baja yang hingga saat ini masih kuat untuk bertahan. Banyak orang menyukai Jasmine karena keramahan serta membuka diri bagi siapa saja. Membuka diri dalam artian untuk berteman dengannya, namun berbeda dengan sahabat, sahabat yang Jasmine miliki hanya Dian dan Mota. Mereka bersama sejak SD sampai sekarang, bahkan SD dan SMA mereka di sekolah yang sama. Dian dan Mota sahabat yang sangat menyayangi Jasmine seperti saudara, begitu juga sebaliknya, karena itu mereka akan susah dipisahkan walau dengan pertengkaran, pertengkaran antara mereka hanya bertahan paling lama dua hari, setelah itu salah satu dari mereka pasti mulai berbaikan dan meminta maaf. “Jasmine jangan lama-lama!” Teriak Yuli dari luar kamar mandi. “Iya, Ma.” Teriak Jasmine lagi membalas Yuli. ~~~ Menjaga anak memang salah satu tanggung jawab orang tua, tapi kalau terlalu over juga menjadi masalah. Rasa tertekan karena kekangan benar-benar menyiksa untuk anak remaja yang baru beranjak dewasa. Saat-saat remaja mereka mulai berlajar untuk mengerti bagaimana pahit, nikmatnya hidup. Lalu, bagaimana anak remaja mampu merasakan itu saat kebebasannya saja di renggut?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD