Berteriak pun percuma, tidak ada seorangpun yang dapat membantunya di sini.
‘’Kakak.’’ isaknya.
Saat tidak dapat bertahan terlalu lama lagi, Ambar pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya. Ia menutup matanya dan membiarkan tubuhnya kehilangan keseimbangan. Namun tiba-tiba saja ia merasakan seseorang menarik tangannya. Ambar yang berada di pelukan penyelamatnya itu perlahan-lahan mulai membuka matanya.
‘’Kakak.’’ Ternyata orang yang menolong dirinya adalah Ratva.
‘’Apa kau baik-baik saja?’’ Ia tampak sangat khawatir.
‘’Aku baik-baik saja.’’ Ratva memeluk Ambar semakin erat dan mengelus-elus kepala adiknya itu.
Dalam perjalanan menuju pintu gerbang, Ambar menceritakan semuanya kepada Ratva.
Ratva menghentikan langkahnya sebentar dan menatap Ambar. ‘’Tolong jangan berbuat seperti itu lagi. Aku akan sedih jika sesuatu terjadi padamu.’’
‘’Maafkan aku, Kak.’’
‘’Aku berlarian seperti orang gila lantaran melihatmu hampir jatuh seperti tadi.’’
‘’Jika aku jatuh bagaimana?’’
‘’Itu tidak akan terjadi!’’ Jawabnya tegas.
Mereka berdua melanjutkan perjalan lagi. ‘’Mengapa kau bisa seyakin itu?’’
‘’Karena aku tidak akan pernah membiarkan hal buruk apapun terjadi padamu.’’
‘’Kenapa?’’ Ambar menghentikan langkahnya sedangkan Ratva tidak.
‘’Karena kau Adikku satu-satunya.’’
‘’Hanya itu?’’
Ratva menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ambar. ‘’Aku menyayangimu melebihi diriku sendiri. Jadi tolong jangan melakukan hal bodoh lagi yang akan membuatku kehilangan seseorang yang sangat berarti di hidupku.’’ pintanya.
Ambar tersenyum mendengar semua penjelasan itu.
Pintu gerbang yang semula dalam keadaan tertutup sekarang sudah terbuka. Ratva dan Ambar masuk ke dalam dengan mendarai mobil yang terparkir di depan gerbang tadi.
Baru saja melewati pintu gerbang, Ambar dan Valgar sudah terpukau dengan design rumah tiga lantai tersebut.
‘’Ini rumah siapa?’’ Tanya Ratva.
‘’Mungkin kediaman kerabat Ayah dan Ibu.
Jika tau mereka akan membawaku kemari, aku tidak keberatan mengganti setelan berkuda ku ini dengan pakaian yang lebih baik.’’ gerutunya.
Ratva berhenti tepat di samping mobil Orang Tuanya. Jordan, supir Keluarga Davis yang melihat kedatangan anak-anak dari Tuannya itu pun segera membukakan pintu mobil untuk Ambar saat mobil yang dinaiki oleh mereka telah terparkir dengan sempurna.
‘’Selamat siang, Nona Muda.’’ Sapa Jordan ramah.
‘’Selamat siang. Terimakasih.’’ Ambar tersenyum.
Ambar dan Ratva menghampiri Ibu dan Ayah mereka yang tengah asik mengobrol dengan dua orang yang tidak mereka kenal.
‘’Anak-anakku. Kenalkan ini Matt dan Nera. Mereka yang menjaga rumah ini.’’ Ambar dan Ratva mengangguk seraya memperkenal diri.
‘’Silakan.’’ Nera mempersilakan Keluarga Davis dan Matt untuk masuk terlebih dahulu.
Rumah tiga lantai dengan bentuk leter L tersebut didominasi oleh warna hitam dan batuan alami pada setiap tiang-tiangnya. Begitu pintu kayu berukuran dua setengah kali dua meter itu dibuka, mereka sudah disambut dengan tangga yang menuju ke lantai atas.
‘’Silakan masuk.’’ Setelah semua orang telah masuk ke dalam, barulah Matt menutup pintu yang dari tadi dibukanya itu.
Ambar berdampingan dengan Ratva di belakang Kedua Orang Tuannya
‘’Lihatlah.’’ Ambar menunjukkan sepatu berkudanya yang kotor kepada Ratva.
Ratva tertawa kecil. Ia langsung menyuruh Ambar diam dengan meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya. Walau kotornya sepatu itu tidak meninggalkan noda pada lantai, tetap saja Ambar merasa tidak nyaman.
‘’Di lantai pertama terdapat ruang tamu, ruang tv, meja makan berikut dapurnya. Semua lantai menggunakan marmer hitam yang sama,’’ Matt mulai menjelaskan. ‘’Mari kita menuju ke ruangan yang berada di sebelah kiri terdahulu.’’
‘’Silakan Tuan dan Nona Muda.’’ Ucap Nera yang berada di belakang mereka.
‘’Kak, bukankah sikapnya sangat manis?’’
‘’Memang seharusnya begitu.’’
Ambar mencubit tangan Ratva seraya berkata manja. ‘’Kakak.’’
Matt membuka pintu lipat yang memiliki les berwarna keemasan yang berada di depannya. ‘’Ini adalah ruang tamu.’’
Ruangan berukuran dua belas kali enam meter itu dihiasi dengan salah satu lukisan besar yang berada di dekat cermin. Di belakang sofa terletak rak buku yang isinya diselingi dengan hiasan patung kecil dan kristal ungu berbentuk bunga teratai yang berdampingan dengan pintu lipat tersebut.
‘’Ruangan ini cantik sekali.’’ Ujar Axiar.
‘’Seluruh design interior di rumah ini dipilih dan ditangani langsung oleh Nyonya Besar.’’ Ucap Nera yang sekarang sudah berada di depan keluarga kecil itu.
‘’Adeline memiliki selera yang bagus.’’ Ucap Axiar kepada suaminya.
‘’Johnson mengatakan bahwa rumah ini tidak jauh berbeda dengan seleraku.’’
‘’Pada kenyataannya ini memang selera kita.’’ Axiar dan Davis berseru kompak.
Ambar dan Ratva baru mengerti. Ternyata orang tua mereka ingin membeli rumah ini. Karena sudah mengetahui hal tersebut, Adik Kakak itu mencoba menduduki sofa tuxedo berwarna abu-abu yang membentuk leter l dan menghadap ke jendela di mana sumber cahaya berasal. Tak hanya itu, mereka juga melihat-lihat perabotan yang berada di ruang tamu.
Tak hanya sofa tuxedo saja, chaise lounge dan kursi bulat empuk yang tertata rapi membelakangi jendela juga terdapat di sana. Lampu gantung kristal berukuran seperti meja di ruang tamu juga menambah kesan mewah di ruangan itu.
‘’Dan bersebelahan dengan ruang tv di sebelah sana.’’ Tunjuk Rena.
‘’Mengapa ruang tv tidak berukuran seperti ruang tamu?’’ Tanya Ratva yang baru saja melihat ruangan ini.
Ruang tv yang tidak memiliki sekat tersebut berukuran empat kali tiga meter dan hanya berisi sofa leter l, tv yang di apit oleh dua rak buku dan jendela yang menyatu dengan ruang tamu serta mini bar.
‘’Karena Keluarga Johnson hanya memiliki tiga anggota keluarga. Tuan dan Nyonya Johnson beserta Putra semata wayangnya,’’ Jelas Matt. ‘’Terlebih agar lebih dekat satu sama lain.’’ tambahnya.
Di dekat mini bar terdapat pintu menuju ruang belajar. Tidak jauh berbeda dengan milik Ambar dan Ratva di rumah.
‘’Ruang tamu ini selalu di gunakan oleh Tuan Besar untuk menyambut tamu-tamunya karena memiliki view yang berhadapan langsung dengan kolam renang dan juga laut lepas,’’ Nera menunjuk salah satu sudut ruangan. ‘’Pintu yang berberada di sebelah lukisan itu merupakan pintu menuju ruangan lain yang bersebelahan dengan ruang tamu ini .’’ Tambah Nera.
‘’Ruangan apa?’’ Tanya Axiar.
‘’Ruang keluarga yang juga memiliki view kolam renang. Namun sedikit lebih kecil dibandingkan dengan ruang tamu.’’ Jelas Matt.
Ratva mengecek ruangan yang dimaksud. ‘’Sangat mengesankan.’’
Davis dan Axiar tersenyum.
Matt dan Nera menuntun mereka ke ruangan yang berada di sebelah kanan tangga. Axiar berlari kecil di belakang Suami Istri itu karena tidak sabar untuk melihatnya.
Ruangan berukuran sepuluh kali enam meter itu terdapat kitchen set bernuansa putih yang berada di pojok kiri ruangan.
Sementara meja makan yang berbentuk persegi panjang berisi empat belas buah kursi dengan warna design walnut keemasan berada di tengah-tengah ruangan.
Di sisi pojok satunya terdapat wastafel berikut kaca bundar dan kamar mandi untuk tamu yang berada di sebelah kiri. Sedangkan kamar Nera dan Matt berada di sebelah kanannya.
‘’Kenapa banyak sekali kursi di meja makan ini Nera?’’ Tanya Axiar.
‘’Tuan dan Nyonya Besar selalu kedatangan tamu jika berlibur selama berhari-hari.’’
Pantas saja kala itu Johnson jarang berada di kantor. Rupanya pekerjaan di perusahaan ia bawa kemari.
‘’Silakan menuju lantai atas.’’ Ucap Matt
Tangga spiral yang sedang mereka naiki itu terbuat dari marmer berwarna coklat keemasan. Lagi-lagi mereka sangat terkesan dengan design yang dimiliki rumah ini.
‘’Apa semua ruangan yang berada di lantai atas hanya terdapat kamar saja?’’ Tanya Ambar penasaran.
‘’Benar sekali. Namun ditambah ruang tv dan piano di dekat balkon.’’
Ratva menatap Adiknya yang sedang senyum-senyum sendiri di sebelahnya itu. Ia tau bahwa Ambar sangar mahir bermain piano.
Saat tiba di lantai dua, mereka disuguhkan dengan pemandangan laut lepas. Di depan tangga sudah berada sofa berwarna abu-abu membentuk setengah lingkaran yang membelakangi jendela dan sebuah televisi berukuran besar yang terletak di tembok.
Di samping sofa terdapat sebuah Yamaha Clavinova CLP-565G yang menghadap ke jendela dan memiliki pemandangan langsung ke lautan.
Keluarga Davis menyebar. Ambar menghampiri piano, Ratva melihat pemandangan di luar sana dan Davis duduk di sofa, serta Axiar yang melihat-lihat televisi di tembok.
‘’Ukiran-ukiran di tembok ini juga Adeline yang memilihnya?’’ Axiar menunjuk ukiran-ukiran yang terdapat di semua tembok ruangan itu.
‘’Benar sekali Nyonya Davis.’’ Jawab Nera.
‘’Apa kau akan melakukan konser pribadi?’’ Tanya Ratva yang melihat Ambar duduk di kursi piano.
‘’Tentu saja. Hal itu bisa terjadi atas izin Ayah dan Ibu.’’
Semua orang tertawa mendengar jawaban Ambar.
‘’Dimana letak kamarnya?’’ Tanya Davis.
‘’Di sini, Tuan.’’ Matt melangkah lebih dulu ke arah tangga. Di sebelah kanan tangga terdapat koriidor selebar dua meter. Dua kamar di kiri dan dua kamar lagi di kanan.
Mereka mengikuti langkah Matt dan Nera. ‘’Kamar pertama di sebelah kiri dan di sebelah kanan adalah kamar tamu. Namun kamar ini sangat jarang digunakan karena tamu-tamu Tuan Besar kebanyakan tidak pernah menginap.’’ Jelas Nera.
Ratva mengecek kamar pertama di sebelah kiri. ‘’Aku menyukai kamar ini.’’ Keluarga Davis melihat isi ruangan yang dibuka Ratva. Begitu juga dengan kamar pertama di sebelah kanan.Seluru kamar didominasi oleh warna putih dan memiliki ukiran yang sama dengan ruang tamu. Di tambah lampu gantung di setiap kamar serta interior termasuk bed set dan lemari yang semuanya didesign mewah berwarna putih.
Davis membuka kamar kedua di sebelah kanan. ‘’Sepertinya ini kamar utama.’’ Ungkap Davis.
‘’Benar sekali. Kamar utama ini milik Tuan dan Nyonya Besar.’’
Ambar membuka kamar yang berhadapan dengan kamar orang tuanya. ‘’Mengapa kamar ini sangat berbeda? Tidak seperti kamar lain yang didominasi oleh warna putih.’’
‘’Tuan Muda sangat menyukai warna hitam.’’ Mulai dari sprei, dipan, hingga selimut, tirai, wallpaper polos di belakang kasur, sofa, semuanya berwarna hitam. Yang berwarna putih hanyalah langit-langit serta tembok yang tidak berada di belakang kasur.
‘’Semua fasilitas yang ada di rumah sudah ku tunjukkan semua. Apa ada yang ingin ditanyakan?’’
‘’Johnson mengatakan padaku bahwa rumah ini sudah tidak dikunjungi selama dua tahun. Mengapa semua yang ada di rumah ini masih terlihat sangat rapi dan bersih.’’
‘’Tuan Muda berpesan padaku dan Nera. Walau ia sudah jarang berkunjung, namun tolong rawatlah rumah masa kecilnya.’’
‘’Pesan yang bagus sekali.’’ Ujar Davis.
Setelah selesai melihat-lihat, Matt dan Nera mengantar Keluarga Davis keluar.
‘’Terimakasih kalian sudah mengajakku berkeliling. Aku akan segera memberi kabar kepada Johnson.’’
‘’Baik, Tuan.’’
Keluarga Davis berpamitan.
Dalam perjalanan menuju ke rumah, Axiar sangat penasaran mengenai tanggapa Davis mengenai rumah ini.
‘’Apakah kau akan membelinya?’’ Tanya Axiar.
‘’Akan ku pikirkan.’’ Davis menjawab santai.