Part 2. Perjanjian

1145 Words
“Apa yang Bapak inginkan dari saya? Saya tidak memiliki apa pun untuk saya berikan kepada Bapak.” Pertanyaan itu segera keluar dari mulut Gadis setelah kesadarannya kembali. Mereka bahkan masih berada di dalam mobil. Ada rasa takut yang menggelung hati gadis itu. Apakah Lelaki yang menolongnya ini juga laki-laki jahat? Bukankah itu berarti, dia berhasil keluar dari kandang macan dan masuk ke dalam kandang singa? “Kamu akan tahu setelah masuk ke dalam rumah.” Lelaki itu menjawab dengan suara tegas. Ekspresi wajahnya terlalu dingin dan menakutkan. Alis tebalnya mengerut, dan rahangnya tampak menguat. Gadis tidak menjawab dan dia melemparkan perhatiannya pada rumah di depannya yang begitu mewah. Kembali menatap pada lelaki itu, Gadis menggeleng. “Apa ini sebuah jebakan?” Namun lelaki itu tak menanggapi ucapannya. Dia keluar dari mobil sebelum membukakan pintu untuk Gadis. “Keluar dan kita bicarakan di dalam.” Gadis meremas gaunnya dengan kuat menahan buncahan ketakutan yang lebih besar. Segala rasa sakit yang tadinya mengeroyoknya, kini menjadi tak terasa. Kakinya yang berbalut sobekan gaunnya pun terasa kebas. Dia keluar dari mobil dengan hati-hati. Gadis dibimbing masuk ke rumah mewah itu oleh lelaki asing tersebut. Setelah dia masuk ke dalam rumah mewah itu, hanya ada dua kemungkinan. Selamat atau tidak selamat. Tapi apakah ada pilihan lain? Tentu saja tidak. Dia harus melakukan dan itu wajib. Satu jam berlalu ketika Gadis selesai mengobati luka-luka yang ada di tubuhnya. Dia dibantu oleh seorang kepala pelayan di rumah itu. Perutnya yang terasa lapar sejak tadi pun sudah terisi penuh. Kini saatnya Gadis menghadap kepada Lelaki yang diketahui bernama Leo tersebut. “Apa yang bisa saya lakukan untuk Bapak?” tanya Gadis setelah dia sampai di ruang kerja Leo. Mengulangi pertanyaan yang belum dia dapatkan jawabannya. Tatapan Gadis menyempatkan memindai ruangan kerja lelaki itu. Besar dan elegan. Didominasi dengan warna cream. Sangat rapi dan terasa nyaman. Leo menatap ke arah Gadis dan memindai setiap jengkal wajah gadis itu, menilainya. Alisnya sesekali mengkerut seolah dia tengah berpikir keras, bibirnya tertutup rapat seolah tidak ada kata yang ingin diucapkan. Leo tampaknya puas melihat visual Gadis yang cantik. Gadis memiliki wajah kecil dibingkai dengan rahang yang indah. Hidungnya kecil dan mancung, bibirnya pink alami, tubuhnya tidak begitu tinggi, tapi itu sudah cukup bagi Leo. “Berapa usiamu?” Suaranya akhirnya keluar. Alih-alih sebuah jawaban dari pertanyaan yang Gadis utarakan, justru Leo balik bertanya. “Dua puluh satu tahun.” Gadis menjawab cepat. Gadis bisa melihat kepala Leo mengangguk. Bibirnya pun tampak mengeluarkan senyum tipis. Sangat tipis, bahkan Gadis tidak yakin apakah lelaki itu benar-benar tersenyum atau hanya membuat gerakan yang tidak perlu. “Masih perawan?” Pertanyaan itu membuat Gadis melebarkan matanya. “Tentu saja saya masih perawan.” “Bagus. Saya menginginkan seorang putra,” ungkap Leo lugas. “Usiamu cukup untuk memberi saya seorang anak laki-laki.” Gadis seolah mendapatkan hantaman keras di kepalanya sehingga membuat dia merasa pusing luar biasa. Telinganya terasa berdenging dan matanya tampak tak fokus. Tidak! Ia pasti salah mendengar. Lelaki itu tidak mungkin mengatakan sesuatu yang sulit dipahami oleh Gadis. Dia pasti salah mendengar. Gadis menggelengkan kepalanya menghalau pikiran yang dianggap ngawur. Namun, seolah bisa membaca pikiran Gadis, Leo kembali bersuara. “Saya akan membayarmu. Satu milyar. Apa itu cukup? Jika kamu bisa melahirkan seorang putra di kehamilan pertama kamu, maka itu sudah cukup. Saya akan membebaskan kamu. Tapi jika kamu melahirkan seorang putri, itu pun tidak masalah. Tapi, kamu akan tetap berada di sini sampai kamu mampu melahirkan seorang putra untuk saya.” Gadis tak bisa berkata-kata. Lidahnya kelu, semua kata yang ada di dalam kepalanya hilang melayang begitu saja. Jangan tanyakan bagaimana jantungnya berdetak, karena jika jantung itu bisa melompat dari sarangnya, maka dia akan lari terbirit-b***t saat mendengarkan ucapan Leo yang terdengar tidak masuk akal. Namun, Leo belum selesai bicara. Dia lantas melanjutkan, “Selama kamu bersama saya di tempat ini, saya akan memberikan segalanya untuk kamu. Uang, perlindungan, kedudukan, apa pun. Tapi tidak dengan kebebasan dan cinta.” Gadis setengah mati menahan diri agar tidak melemparkan bantal sofa ke arah lelaki di depannya itu. Kepalan tangannya membulat erat untuk melampiaskan kekesalannya. “Kenapa imbalan yang Bapak minta begitu besar?” Gadis akhirnya bisa bersuara meskipun itu terdengar seperti sebuah gumaman. “Apa bedanya saya terperangkap di tempat terkutuk itu dengan berada di sini kalau pada akhirnya sama-sama dijadikan budak.” “Saya akan menikahi kamu!” Jawaban itu meluncur begitu saja seolah tanpa beban. Gadis seperti disambar petir di siang bolong mendengar pernyataan Leo yang terdengar ngawur di telinganya. “Tapi saya masih sangat muda, Pak. Saya bahkan masih kuliah. Bagaimana mungkin saya bisa menjadi seorang istri dan melahirkan bayi?” Kalimat yang terakhir itu diucapkan dengan mencicit kecil. Gadis lupa, bahwa tidak seharusnya dia berpikir bisa melanjutkan kuliahnya. Dia sudah tidak memiliki apa pun sekarang. “Bukankah penawaran saya menguntungkan buatmu? Kamu masih tetap bisa melanjutkan kuliahmu, kamu tidak perlu lagi mencari tempat tinggal, dan tentu saja, semua kebutuhanmu akan saya penuhi.” “Bapak bisa memilih perempuan mana pun untuk Bapak nikahi. Kenapa harus meminta kepada saya?” “Karena setidaknya kamu masih perawan. Saya tidak suka bekas orang lain.” “Masih banyak perempuan perawan di luar sana.” “Kenapa saya harus mencari orang lain di luar sana kalau ada orang di depan saya?” Leo menjeda ucapannya. Lalu, “Bukankah kita sama-sama diuntungkan dalam kerja sama ini.” Gadis tidak menjawab. Dia menatap lekat lelaki yang ada di hadapannya dengan tatapan lekat. Dalam hati dia bertanya, apakah di dunia ini sudah tidak ada orang-orang yang tulus? Untuk keluar dari masalahnya, dia harus membayar mahal dan mempertaruhkan hidupnya. “Atau, kamu lebih memilih berada di tempat terkutuk itu? Saya bisa mengembalikanmu ke sana kalau memang itu yang kamu mau.” Gadis mengepalkan tangannya erat mendengar ucapan Leo. Lebih baik dia mati kalau harus kembali ke tempat terkutuk tersebut. Setelah berpikir beberapa saat, Gadis akhirnya mengangguk. “Baiklah, saya akan terima tawaran Bapak. Tapi, Bapak juga harus memberikan bantuan kepada saya.” “Tentu saja.” Jawaban itu begitu mudah keluar dari mulut Leo. “Apa yang perlu saya lakukan untukmu?” “Membalaskan dendam saya kepada orang-orang yang sudah berbuat tidak adil kepada saya.” Suara Gadis terdengar dingin saat mengatakan itu. “Lalu, karena hubungan ini berdasarkan saling menguntungkan, apa itu artinya, saya boleh berhubungan dengan laki-laki lain?” “Tidak. Selama kamu masih sah menjadi istri saya.” Ekspresi Leo kelam luar biasa. Lelaki tiga puluh tiga tahun itu tampak tidak suka dengan pembahasan ini. “Itu artinya, Bapak juga tidak akan berhubungan dengan perempuan lain selain saya?” Leo praktis tak menjawab. Gadis terlalu berani untuk mengatakan itu. Tapi dia sudah terlanjur nyemplung, basah sekalian. Sayangnya, Leo tidak bersedia untuk menjawab. “Saya tidak perlu menjelaskan urusan pribadi saya kepadamu. Yang jelas jangan pernah menggunakan perasaanmu dalam kesepakatan ini. Karena kapan saja, saya bisa melepaskanmu.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD