Bab 1

1450 Words
Bahagia! Sangat bahagia! Ketika aku tau, orang yang akan dijodohkan denganku adalah Mas Adam—cinta pertamaku ketika aku masih duduk di bangku smp. Malam semakin larut dan aku tengah sibuk mengecek laporan penjualan di toko kue. Ketika aku dipusingkan dengan angka-angka yang jumlahnya tak sedikit, ponselku berdering nyaring. Nama Mama tertera di layar. Tumben, biasanya selalu lupa untuk menelponku—batinku. Aku pun menjawab telepon Mama. “Ra, kamu sudah punya pacar?” bukan selamat malam atau salam yang Mama ucapkan, tapi pertanyaan aneh yang pertama kali keluar dari mulut beliau. Ya, Mama memang tak pernah mengusik kehidupan asmaraku. Mungkin beliau segan karena kami tidak dekat atau memang beliau ingin menghargaiku. Yang jelas aku kini tengah terkejut mendengar pertanyaan itu. “Ra?” suara Mama terdengar tak sabar dari ujung sana. “Ra? kamu kenapa?” “Eh, maaf Ma. Aneh aja karena Mama tanya begitu. Malem-malem lagi, ada apa?” “Mama ganggu Ara ya? maaf yaa, Mama bingung sekarang.” “Kenapa memangnya Ma? ceritakan pelan-pelan.” “Tadi tante Bilqis telepon Mama, kamu masih ingat sama dia kan Ra? Tetangga kita di perumahan Bukit mas itu loh.” “Ibunya Mas Adam ya Ma?” “Iya betul, dia tiba-tiba telepon Mama Ra.” “Kenapa? keluarga mereka lagi kena musibah?” “Nggak sayang, dia bilang mereka melamar kamu buat jadi menantunya.” “....” Aku salah dengarkan? Kenapa aku dengarnya keluarga Mas Adam mau melamarku? Yaa, pasti aku salah dengar. “Mama tadi ngomong apa?” “Dengerin Mama Ya Ra, fokus!” Pintah Mama. Aku menurut, dan bersiap menyimak Ibu dengan baik. Agar tidak salah dengar lagi. “Mas Adam mau lamar kamu, kamu mau nggak nikah sama dia?” Deg..Deg.. Jantungku berdetak sangat cepat. Tampaknya aku memang tidak salah dengar. Karena apa yang dikatakan Ibu terdengar jelas di telingaku. “Ra gimana? Kamu sudah punya pacar ya?” “Mama!! Beneran??” Kataku dengan suara yang hampir berteriak. “Iya sayang, gimana? kamu mau??” “Mama ini kayak mimpi,” aku tak bisa berkata-kata lagi. “Ra, kamu nggak mimpi.” Ujar Mama dengan suara yang tenang. Aku menghembuskan nafas berkali-kali. Entah kenapa bisa tiba-tiba seperti ini?? kenapa? Kenapa doaku seolah mendapatkan jawabannyaa? Kebaikan apa yang sudah aku lakukan untuk mendapatkan ini? apa aku pantass? “Mama ini beneran?” “Iya sayang, gimana? kamu mau? Kalau mau, Mama akan bilang ke Tante Bilqis.” “Mama nggak tau kenapa aku langsung yakin, boleh nggak kalau Ara jawabnya sekarang langsung?” Mama tertawa, “Ara ternyata kamu kalau lagi syok gemesin yaa!” “Ma aku seriuss!” “Iya sayang boleeh.” “Nggak terkesan gegabah kan?” “Kamu tau nggak Ra? Mama dulu sama Ayah juga gitu, tiba-tiba aja Mama yakin kalau Ayah yang jadi suami Mama. Hati Mama langsung ngerasa srek aja gitu.” “Tapi Mama sama Ayah kan sekarang udah cerai.” “Udah cerai bukan berarti nggak jodoh Ra.” “Terus apa?” “Waktu jodohnya udah habis.” “Bisa diperpanjang nggak Ma?” “Bisa sih, asal keduanya nggak nikah sama yang lain.” “Yaah artinya Mama sama Ayah nggak ada kesempatan lagi dong.” “Udah deh Ra, jadi kamu gimana?” “Ara mau ketemu Mas Adam dulu, kan Ara nggak pernah ketemu Mas Adam. Masak tiba-tiba langsung lamaran.” “Yauda, entar Mama Atur.” “Ayah uda tau?” “Udah, tadi Ayah WA Mama.” “Terus Ayah setuju kalau aku sama Mas Adam?” “Katanya terserah kamu, asal kamu mau Ayah ngerestuin.” “Hmm..nggak seru,” kataku asal. “Kamu belum baikan sama Ayah?” “Belum, Ayah sih ngeselin banget.” “Kamu jangan kayak anak kecil dong, Ayah kasian pasti capek habis pindah rumah.” “Salah siapa pakek pindah kota segala? Kan bikin Ara jadi nggak bisa sering-sering main.” “Ya kan Bunda Nur lagi pindah tugas di sana sayang.” “Hmm yauda deh, Ara tutup yaa. Mama jangan lupa istirahat yang cukup.” “Iya, kamu juga ya.” “Titip salam ke Bapak.” “Oke. Assalamu’aalikum.” “Wa’alaikumsalam wr. wb.” Ara menghembuskan nafas panjang. Setelah menerima telepon dari Mama perasaan Ara jadi campur aduk. Ia jadi menggebu-nggebu seperti anak remaja, pipinya sekarang memerah dan jantungnya berdetak sangat cepat hanya karena membayangkan bertemu dengan Mas Adam lagi. Terakhir Ara bertemu Mas Adam adalah lima belas tahun yang lalu, ketika Ara pindah dari rumahnya yang ada di Bukit Mas. Ara penasaran bagaimana sosok Mas Adam sekarang, yang Ara yakini Mas Adam pasti tumbuh menjadi lelaki yang baik. Malam itu pun Ara sibuk memikirkan Mas Adam, Ara bahkan langsung mencari tau kabar Mas Adam melalui akun media sosialnya. Membuat Ara tau ternyata selama ini Mas Adam tinggal di pondok pesantren yang jauh dari Jogja. Mungkin itu alasannya mereka berdua tak pernah bertemu selama lima belas tahun ini. -- “Mama, nggak bohong kan?” Aku tidak bisa tenang setelah lima menit yang lalu kuterima pesan singkat dari Mama yang bilang jika Mas Adam akan datang ke rumahku. “Nggak, tadi Tante Bilqis yang kabarin Mama sendiri.” “Mama kok mendadak siiih?” sebenarnya ini memang yang kuharapkan, bisa bertemu dan berbincang dengan Mas Adam. Tapi kenapa semuanya terasa sangat tergesa-gesa? Padahal baru dua hari yang lalu Ibu menelponku dan memberiku kabar tentang lamaran itu. “Ya kan katanya kamu mau ketemu Mas Adam dulu, lagian mumpung Mas Adam nggak ada kerjaan jadi dia bisa ketemu kamu sekarang. Dia itu sibuk loh Ra, bersyukur dia mau nyempetin waktu buat kamu.” “Ma, Ara juga sibuk! Tiap hari Ara kan selalu jualan kue dan mantau kafe.” “Ya kan kamu punya karyawan Nduk, minta tolong mereka bisa.” “Tsk!” Ara berdecak, “yauda. Ara mau siap-siap dulu.” “Dandan yang cantik,” “Nggih.” “Kalau sempat, coba masakin Mas Adam kue. Biar dia makin kesem-sem sama kamu.” “Hmm, nggak ah.” “Yauda terserah, Mama tutup.” Sekarang Ara bingung mau pakai baju apa. Ia segera berjalan menuju lemari bajunya. Membuka dan memperhatikan setiap baju yang ada di dalam sana. Ara punya banyak baju, tapi pagi ini mendadak ia merasa tak punya baju sama sekali. Setelah sibuk memilih dan menimbang beberapa hal, pilihannya pun jatuh kepada blouse pink dengan model santai. Kenapa ia memilih itu? karena ia ingin tampil apa adanya di hadapan Adam. Tiga puluh menit berlalu dan seseorang tengah mengetuk pintu rumah Ara. Itu pasti Mas Adam, setelah menenangkan dirinya Ara pun berjalan ke depan dan membuka pintu. Tenang Ra...Tenang..... “Assalamu’alaikum,” suara berat itu tercipta ketika Ara membuka pintu. Menampakkan seorang lelaki dengan kemeja santai bewarna biru dongker dan celana jeans. Lelaki itu tampak sangat tampan, bahkan Ara kehilangan kesadaran dirinya karena terlalu terpukau dengan ketampanan lelaki itu. “Ara kan?” melihat perempuan di depannya hanya mematung, lelaki itu pun menanyakan sesuatu. “Eh, wa’alaikumsalam. Iya, Mas Adam ya?” jawab Ara terbata. Akhirnya kesadaran perempuan itu kembali. Ia pun menyuruh Adam untuk masuk ke dalam rumah. “Ini rumah kamu sendiri Ra?” Tanya Adam sembari memasuki rumah. Ia kemudian duduk di kursi yang cukup jauh dari tempat Ara. “Iya Mas, tapi aku nggak beli sendiri. Mama sama Ayah yang beliin.” “Oh,” Adam mengangguk mengerti. “Kata Bunda kamu juga punya toko kue dan kafe sendiri, beneran?” “Iya bener Mas, tapi ya lagi-lagi itu dimodalin Mama sama Ayah, aku Cuma terima jadi aja dan mengelola.” “Tapi tetep aja keren, kalau kamu nggak bener ngelolanya pastinya toko sama kafenya bakal tutup.” “Alhamdulillah Mas.” “Kapan-kapan aku main ke sana ya?” “Boleh, monggo Mas. Kalau toko kuenya di deket alun-alun kidul terus kalau kafenya di deket malioboro.” “Wah lokasinya strategis semua ya.” “Alhamdulillah Mas, kebetulan waktu cari tempat dapatnya yang di situ.” Kataku.. Suasana diantara kami pun mendadak jadi canggung. Mas Adam tidak lagi mengatakan sesuatu dan aku juga bingung mau menanyakan apa. Padahal tadi sudah banyak sekali pertanyaan yang kurancang di kepala. Tapi sekarang pertanyaan itu hilang entah kemana. “Ra...” setelah terdiam hampir lima menit, akhirnya Mas Adam membuka suara. “Ya Mas,” jawabku sembari melirik mas Adam yang tengah menatapku lekat. “Kamu serius mau nikah sama Mas?” Jantungku!! Tolong siapapun selamatkan jantungku!! Dia sekarang berdetak sangat cepat!! “Ra?” Aku tidak menyangka Mas Adam akan menanyakan hal ini dipertemuan pertama kami. “Ra jawab pertanyaanku.” “Ara serius Mas.” Mendengar jawabanku, Mas Adam hanya mengulas senyum. Senyum yang sulit untuk kuartikan. tbc. xx, muffnr
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD