3 : You Do Know The Answer

1452 Words
Walaupun bel tanda masuk sekolah telah berbunyi, keadaan di kelas 12 IPA 1 masih saja gaduh. Semua yang ada di kelas itu mengobrol satu sama lain dengan topik yang semuanya hampir sama. Siswa baru. Itulah rumor yang mereka dengar sejak kemarin, dan kabarnya, siswa baru tersebut pindahan dari luar negeri. Dan kabarnya lagi, siswa baru pindahan dari luar negeri tersebut akan masuk ke kelas 12 IPA 1. Seluruh anggota kelas 12 IPA 1 sangatlah merasa penasaran dengan kehadiran the so called new comer. Terlebih lagi para siswi yang mendengar bahwa siswa baru itu tampan. Sekarang, mereka sedang menunggu kedatangan Ma'am Rita, guru bahasa Inggris mereka yang akan mengajar pada jam pertama. Namun guru yang biasanya selalu datang tepat waktu itu pun, terlambat beberapa menit, sangat tidak biasa. "Good morning everyone," saat Ma'am Rita pada akhirnya masuk ke kelas, semuanya mendesah kecewa karena Ma'am Rita datang sendirian. Tidak ada siapapun yang mengekori dibelakangnya. "Morning Ma'am," jawab satu kelas serempak. Setelah itu, seorang lelaki yang sangat tampan masuk kedalam kelas. Semua mata tertuju pada lelaki yang wajahnya sangatlah berbeda itu, namun dia memakai seragam sekolah yang sama dengan yang lain. Seluruh anak perempuan di kelas itu melongo melihat anak lelaki yang baru saja masuk, they are instantly drooling over him. Menjadi pusat perhatian, anak lelaki yang kini berdiri disamping Ma'am Rita pun merasa kikuk. "As you all can see, we have a new comer here, from Canada." Semuanya ber-wow ria mendengar informasi yang disampaikan oleh Ma'am Rita. "Bahasa Indonesia nya tidak fasih, jadi Ma'am harap diantara kalian tidak ada yang nantinya ngerjain dia karena masalah bahasa ini," Ma'am Rita mengingatkan dan matanya menatap siswa laki-laki di kelas itu satu per satu, mengetahui bahwa mungkin diantara mereka ada yang memiliki niat jahil. "Dan Ma'am minta, kalian yang bahasa Inggris nya lancar, tolong bantu dia kalo ada pelajaran yang tidak bisa dia mengerti," lanjut Ma'am Rita, semua siswi di kelas memekik girang. Setelah menyampaikan pesan-pesannya, Ma'am Rita pun memusatkan perhatiannya terhadap sang siswa baru yang berdiri disampingnya itu. "You can introduce yourself now." Dengan anggukan kecil, sang siswa baru itu mulai berbicara dengan suaranya yang membuat semua perempuan di kelas itu semakin jatuh pada pesonanya. "Hello everyone, my name is Muhammad Saif. I'm a half Canadian and a half Indian. I moved  from Canada and I hope, I can get along with you all here," sebuah senyuman kecil menghiasi bibirnya, menambah tingkat ketampanannya menjadi dua kali lipat. "I'm so happy to be a student in this school even though I can't speak Indonesian yet." "I want to learn Indonesian and I hope you guys can help me. Terima kasih." "Sure!"  "Of course!" "Yes yes yes!" "No no no!" Satu kelas langsung gaduh setelah perkenalan singkat yang dilakukan oleh Saif, sang siswa baru. Saif hanya menatap kegaduhan itu dengan bingung, namun juga senang. Mereka semua terlihat menerima kehadirannya di sini. "Silent please!" Suara Ma'am Rita yang menggelegar pun sukses membuat kegaduhan tersebut berhenti. "Nice." Merasa puas saat mereka semua berhenti berbicara, Ma'am Rita kini melihat ke sekeliling kelas, mencari tempat duduk kosong yang pas untuk Saif. Terdapat dua tempat kosong ternyata, satu di barisan paling belakang di sebelah seorang siswa dan satu lagi di barisan nomor tiga, disebelah seorang siswi. Orang yang menjadi chairmate Saif haruslah yang bisa berbahasa Inggris lancar karena pasti Saif memerlukan banyak bantuan nantinya. "Di kelas ini siapa yang bahasa Inggris nya paling lancar?" Tanya Ma'am Rita, belum sempat ada yang menjawab, sebuah suara menginterupsi, "Permisi." *** Sementara itu, di dekat parkiran sekolah, beberapa siswa yang datang pada detik-detik gerbang ditutup, berlarian dengan kalap menuju kelas mereka masing-masing. Dalam gerombolan itu, Regan dan Aurora termasuk di dalamnya. Aurora berlari selangkah di depan dari Regan dan gadis yang sangat membenci lari itu, tiba-tiba saja kekuatan larinya bertambah pada saat seperti ini, membuat Regan heran sendiri. "Cuy santai dikit kali, baru bel juga," ucap Regan yang sama sekali tak dihiraukan oleh Aurora. Gadis itu masih kesal karena keterlambatan mereka, dan dia menyalahkan Regan akan itu. Regan terlambat bangun, bahkan Regan pun tak sempat mandi lagi. Masalahnya, hari ini pelajaran pertama ada pelajarannya Ma'am Rita, dan dalam pelajaran guru bahasa Inggris itu tidak ada toleransi bagi siswa yang terlambat. Aurora terancam tidak boleh masuk kelas selama jam pelajaran bahasa Inggris. Ah dia tidak mau itu. "Aurora..." Panggil Regan lagi, kali ini langkah mereka berdampingan. "Dih ngambek ya?" "Menurut lo?!" Balas Aurora kesal. "Lo sih bangun siang banget, mana dibanguninnya susah." "Lo juga hari ini telat bangunin gue nya." "Kan gue tadi bangunnya agak telat." "Yaudah berarti salah lo juga." Regan memang benar. But no. Mereka datang terlambat masih karena Regan. Pokoknya begitu. Titik. "Jangan ngambek, Ra." Aurora yang sudah kehabisan nafas karena berlari pun tidak menggubris perkataan Regan lagi, saat di persimpangan koridor kelas IPA dan IPS, Aurora langsung berbelok tanpa menoleh kepada Regan lagi. Iya, Aurora merajuk, dan biarlah Regan berpikir sendiri bagaimana cara untuk membujuk Aurora nantinya. Sedikit lagi Aurora sampai di kelasnya dan selama perjalanan yang tinggal beberapa langkah itu pula, Aurora berpikir keras tentang alasan apa yang akan digunakannya untuk meyakinkan Ma'am Rita nanti. "Aduh kacau..." Gerutu Aurora saat dirinya sudah berhenti tepat di depan kelasnya, sedang mengatur nafas dan sedikit merapikan seragam serta rambutnya yang pasti berantakan sekarang. Samar-samar Aurora mendengar suara Ma'am Rita yang entah sedang membicarakan apa di dalam kelas. Membaca doa dalam hati, dalam hitungan ketiga, Aurora mengetuk pintu kelasnya pelan. "Permisi," suara Aurora cukup keras untuk didengar seantero kelas, menyebabkan semua mata yang ada dikelas itu tertuju padanya. "Aurora, Ma'am," tiba-tiba teman satu kelasnya berseru, membuat Aurora melongo dan menggerutu dalam hati. Jangan diperjelas juga kali telatnya gue. "Come in Aurora," sesuai dengan perintah Ma'am Rita, Aurora pun berjalan memasuki kelas dengan kepala sedikit menunduk. Tiba-tiba saja merasa malu yang seharusnya tidak perlu karena dia sudah mengenal semua orang yang ada didalam kelasnya. Namun, pada saat seperti ini, merasakan malu itu hal yang manusiawi bukan? Menghela nafas panjang, Aurora mempersiapkan alasan keterlambatannya yang mungkin saja bisa membuatnya terbebas dari hukuman. Semoga saja. "Ma'am, I'm so sorry for coming late. You know Regan? It was his faul-" "No need to explain," potong Ma'am Rita. "You're forgiven for today. Jangan datang terlambat lagi, Aurora." "Yes, Ma'am." Lega. Itulah yang dirasakan Aurora dan sekarang dia pun berani untuk mengangkat kepalanya, memberikan senyuman manisnya untuk Ma'am Rita yang entah mengapa membebaskannya dari hukuman hari itu. Namun mata Aurora membulat saat melihat bahwa yang berdiri di sebelahnya bukanlah Ma'am Rita, melainkan seorang lelaki bertubuh tinggi dan tampan. Sangat tampan. Kenapa Aurora dengan sangat bodoh tidak menyadari kehadiran lelaki itu sedari tadi? Bodoh. Bodoh. Bodoh. "Aurora, teman-teman kamu tadi bilang kalo di kelas ini, kamu yang paling lancar bicara bahasa Inggris," suara Ma'am Rita mengalihkan padangan Aurora dari lelaki tampan disebelahnya. "Kamu keberatan tidak jadi chairmate nya Saif?" "Saif?" Ulang Aurora lagi "That's me," suara berat namun lembut membalas ucapan Aurora tadi, membuat gadis itu lagi-lagi melongo memandangnya. "I'm a new student, from Canada." "Oh," hanya itu respon yang keluar dari mulut Aurora. Otaknya sedang berpikir keras karena lelaki ini terlihat tidak asing. "Jadi, Aurora, kamu keberatan tidak menjadi chairmate Saif sekaligus penerjemah untuknya?" "Eh, terus Syakilla gimana, Ma'am?" Aurora teringat pada teman sebangkunya dan langsung melihat kearah Syakilla yang juga sedang melihat kearahnya dengan tatapan yang memiliki arti. "Syakilla, tidak apa-apa pindah ke belakang sama Wahyu?" Dengan setengah hati, Syakilla pun mengangguk kearah Ma'am Rita dan langsung mengambil tasnya untuk pindah ke barisan belakang, duduk disamping lelaki bernama Wahyu. Kasian Syakilla harus duduk sama Wahyu yang ngeselin itu. "Thank you, Syakilla," Ma'am Rita tersenyum pada Syakilla. "Sekarang kalian berdua boleh duduk, our lesson is going to start." Dengan pikiran yang masih kusut, Aurora pun berjalan ke arah tempat duduknya dengan Saif mengekori di belakangnya. Siswa baru. Saif. Canada. Wajahnya tidak asing. Tiba-tiba saja jantung Aurora berdetak kencang, menyadari sesuatu. "What's your name again?" Tanya Aurora tepat setelah Saif duduk disebelahnya. Saif menatap Aurora dengan sepasang matanya yang berwarna cokelat bening, membuat Aurora tiba-tiba merasa gugup. Sangat gugup. "Saif. Muhammad Saif." "Are you a half Indian and a half Canadian?" Pertanyaan Aurora itu membuat senyum Saif mengembang. Lelaki itu tersenyum lebar, manis sekali. "I am." Oh my God. Oh my God. Oh my God. Tidak mungkin kan lelaki dihadapannya ini merupakan Saif yang itu? Tidak mungkin kan mereka bertemu sekarang padahal baru saja semalam Aurora memeriksa kontak Kik nya? "And you moved from Canada?" "Exactly." Tapi, ini benar-benar Saif yang itu. "No way..." Gumam Aurora pelan, matanya menatap Saif tidak percaya, sedangkan lelaki itu tersenyum lebar ke arahnya. "Yes way. Aurora, I'm Saif. The Cute Boy you knew from omegle," ucap Saif. Lagipula, mereka juga tidak akan bertemu. "Nice meeting you in real life, Princess Aurora." Kenyataannya, mereka bertemu. No f*****g way. [].
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD