Pertemanan

1720 Words
Keesokan harinya seperti biasa, Conrad kembali memasuki ruang perpustakaan. Kali ini dia menuju lantai atas dan memilih duduk di pojokan. Area itu lebih sepi karena jarang di jangkau oleh mahasiswa. Conrad jarang duduk di lantai dua karena alasan tidak praktis. Tetapi saat ini dia lebih memilih lantai atas untuk menghindari Jasmine, gadis centil yang ceriwis. Saat Conrad baru saja meletakan pantatnya di kursi dan meletakan buku di meja, matanya tertuju pada  seorang gadis yang memilih duduk dua deret bangku di hadapannya. Gadis tersebut tampak berulang kali melepaskan kacamata, membetulkan gagang, memakai lagi, melepaskan lagi, membetulkan sandaran hidung kacamata.  Gerakan yang dilakukan berulang-ulang. Tampaknya kacamata tersebut sudah tidak nyaman dikenakan, membuatnya teringat dengan gadis yang dia tabrak. Conrad mendekati  gadis tersebut yang tampak sederhana, pakaiannya biasa saja, sangat  berbeda dengan gadis lain di kampus. Wajah cantiknya tampak lembut, bersahaja tanpa dosa. Sesaat perhatiannya tersita menatap gadis yang dia rasa mirip dengan mommy Diana, berdarah Asia dengan rambut hitam legam. "Hallo, apakah kita pernah bertemu?" tanyanya ramah. Gadis tersebut mengangkat kepalanya dan menatap Conrad dengan mengernyitkan keningnya seperti berpikir. "Entahlah, kampus ini terdapat  banyak mahasiswa, mungkin saja kita pernah berpapasan." sahutnya ringan. "Ah, benar. " Conrad menjadi kikuk. Tentu saja pertanyaanya adalah hal yang aneh dan terasa di buat-buat. "Kacamatamu itu apakah rusak?" Conrad memperhatikan gerakan gadis itu lagi. Gadis cantik tersebut menatap Conrad sepintas, pertanyaan Conrad begitu memojokkannya dan itu memalukan bagi dirinya. "Tidak apa-apa." sahut nya singkat. "Namaku Conrad. Maaf, jika aku mengganggumu. Aku hanya teringat pada gadis yang pernah aku tabrak tempo hari. Dia mengenakan kacamata seperti dirimu. Aku hanya merasa bersalah, mengingat kacamata itu pastinya agak rusak karena sempat terpelanting jauh." ujar Conrad sambil memperhatikan kaca dari kacamata yang dikenakan gadis itu. Gadis dihadapannya terdiam menatap Conrad kemudian dia mengeluarkan sesuatu di dalam tas dan memberikan pada Conrad. "Ini berarti milikmu." Conrad melihat kartu yang disodorkan oleh gadis tersebut. Itu adalah kartu perpustakaannya yang hilang. Berarti gadis itu benar adalah wanita yang dia tabrak dulu. Conrad menyeringai senang. "Jadi benar, kau adalah orang yang aku tabrak dulu? Siapa namamu?" "Ruby." "Okey Ruby. Bagaimana dengan kacamatamu, apakah tidak rusak?" Conrad memandang Ruby menyelidik, tampaknya ujung kaca tersebut sedikit retak. Gadis cantik itu  tampaknya bingung menjawab pertanyaan Conrad. Dia meremas jemari dengan gugup. Ruby adalah seorang mahasiswi yang masuk fakultas keperawatan  karena beasiswa dan sering menyusup ke fakultas kedokteran untuk membaca buku. Ruby sedikit tersingkir dari pergaulan, karena dia satu-satu nya mahasiswi yang berasal dari sekolah menengah bukan favorit.  Ruby tidak memiliki banyak teman dan itu cukup memalukan baginya jika meminta ganti rugi kacamata pada Conrad. Bagaimana jika pemuda  tersebut mengejek dirinya bukankah kecelakaan itu juga terjadi akibat dirinya yang sembrono? Gerakan tiba-tiba yang dilakukan Conrad membuat gadis itu terkejut. Pemuda itu meraih kacamata yang dikenakan Ruby tanpa permisi untuk melihat jika di kacamata tersebut ada yang retak. "Aku akan bertanggung jawab dan menggantinya." Ruby menatap Conrad dengan serba salah. Dia tidak menyangka pemuda dihadapannya akan sedemikian baik hati pada dirinya. Ruby bingung harus berbuat seperti apa. "Hai! Ternyata kamu disini! Ketemuuu!!!" suara gadis centil mengejutkan Conrad dan Ruby. "Jasmine," desah Conrad dalam hati. "Aku mencarimu tahu sedari tadi.  Hahahah ternyata dirimu ada di lantai atas. Kenapa duduk disini, lihat tempat ini suram dan sepi. Hiiii ...." Jasmine menggosok kedua tangannya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. "Robert." Conrad menyapa pria yang datang bersama dengan Jasmine. "Hai, Conrad." Robert menyapa Conrad. "Jadi benar kalian sudah saling mengenal.  Dia kakakku." Jasmine bergelayut manja di bahu Robert. "Eh, kenalin namaku Jasmine, kamu siapa?" tanya nya pada Ruby. "Ruby." sahut gadis itu singkat. "Apakah kalian berpacaran? Eh ... jangan mau ditipu dia gay loh." ujar Jasmine serius pada Ruby. "Tidak ... eh, kami baru bertemu." Ruby gugup menjawab pertanyaan  Jasmine. "Gay? benarkah? Tapi dia tidak tampak seperti itu," batin Ruby. "Sudah cukup. Aku bukan gay." ujar Conrad tegas. Dia tidak mau timbul rumor yang salah akan dirinya akibat keisengan dengan Jasmine. "Nah kannn ... aku benar, kau pasti berbohong." Jasmine menjulurkan lidahnya. Connrad menghela nafas dan memandang teman sekampusnya, Robert yang hanya tersenyum geli melihat tingkah Jasmine. "Eh, kenapa kacamata itu. Rusak ya. Coba sini lihat." Jasmine mengambil kacamata dari tangan Conrad. "Ah retak. Kau harus membeli yang baru.  Ini bukan kaca mata baca 'kan, masa punya mu?" tanya Jasmine pada Conrad dengan pandangan heran. "Bukan, itu punyaku." Ruby mengambil kacamatanya yang dipegang oleh Jasmine. Kemudian dia mengelap kaca yang terkena sidik jari Conrad dan Jasmine bertumpuk, setelah bersih Ruby mengenakannya lagi. Kemudian Ruby membenahi buku-bukunya dan bersiap untuk pergi. "Maaf. Aku akan pergi dulu. Kalian silahkan ngobrol. Permisi." Ruby keluar dari kursi dan meninggalkan mereka bertiga yang menatapnya heran. Ruby merasa tidak nyaman berada di tengah ketiga orang yang berpenampilan sangat apik dan dari keluarga berada. Dia merasa minder berada ditengah ketiga orang tersebut. "Tunggu!" Jasmine meraih tangan Ruby. Langkah kaki Ruby tertahan. Dada Ruby berdebar tidak tahu apa yang mereka mau, berada di sekolah ini dengan beasiswa yang dia miliki saja sudah cukup sulit. Apalagi harus bergaul dengan mereka anak orang-orang berada. Ruby merasa tidak nyaman. "Kacamatamu 'kan rusak. Yukkk aku antar ke optik langgananku. Kau bisa dapat harga khusus dengan kualitas yang bagus." ujar Jasmine. Optik langganan mereka pasti adalah optik yang branded. Dan optik branded berarti harga yang dibanderol sangat mahal. Meskipun dengan potongan khusus, Ruby yakin dia tidak akan mampu membeli. "Tidak apa-apa, terimakasih. Ini masih bisa di pakai kok." ujar Ruby mengelak. "Tapi itu sudah retak dan gagangnya miring 'kan." ujar Jasmine dengan heran. Bagi seorang wanita, penampilan itu tentu saja penting. Ruby sebenarnya ingin membeli kacamata baru. Tapi dia harus mengumpulkan uang terlebih dahulu dari bekerja part time. Sangat sayang sekali jika mengeluarkan tabungan yang tak seberapa untuk membeli kacamata baru. "Aku bisa membelinya sendiri nanti," tolak Ruby. "Aku yang akan membelikannya. Toh, kacamata ini juga rusak karena diriku." Conrad yang mengerti perasaan Ruby akhirnya ikut bicara. "Tapi ..." Ruby ragu. "Ayoo sudah lah. Dia yang bayar. Kita pergi sekarang yukk dengan mobilku." Jasmine menarik tangan Ruby. Gadis itu tidak bisa mengelak lagi. Dia mengikuti langkah Jasmine. Conrad dan Robert mengikuti mereka dari belakang. Sesampainya di parkiran, Jasmine melempar kunci mobil pada Robert. "Kak kau yang bawa ya. Ayo Ruby masuklah." Jasmine membuka pintu untuk Ruby. Ruby dengan ragu masuk ke dalam mobil. Gadis itu masih tampak canggung berada dalam mobil mewah. Ini pertama kalinya dia duduk di dalam mobil BMW. Biasanya Ruby menuju kampus hanya dengan bus. Jika terdesak Ruby akan naik taxi dan itu baru terjadi satu kali saja. Ruby menunduk dan melihat sepatu berhak yang dikenakan oleh Jasmine membandingkan dengan sepatu kumal tanpa hak yang dia kenakan. Sangat mencolok perbedaan diantara mereka. Sesampainya di Optik yang dituju. Ruby terpukau, karena Optik itu berada di lokasi pertokoan mewah seperti dugaannya. Dengan tubuh gemetaran Ruby, masuk ke dalam optik tersebut. "Selamat datang nona Jasmine. Apakah anda mau membeli kontak lens dengan warna dan motif terbaru?" sapa seorang pramuniaga yang tampak sudah akrab dengan Jasmine. "Enggak. Kali ini aku mengantar temanku. Dia mau membeli kacamata baru. Ini punya dia yang sudah rusak." Jasmine melepaskan kacamata Ruby dan memberikan pada pramuniaga tersebut. "Mari nona, kita test dulu mata anda." Pramuniaga mengajak Ruby ke bilik khusus mengetes mata. Ruby dengan patuh mengikuti pramuniaga tersebut. Tak lama mereka keluar lagi. Jasmine memperhatikan Ruby dengan seksama. Dia menyadari jika Ruy sesungguhnya cantik, meskipun hanya dengan riasan tipis yang tertutup oleh kacamata tebalnya. "Ruby, aku rasa kau lebih cantik tanpa kacamata. Kenapa tidak di laser saja matamu atau memakai kontak lens." saran Jasmine dengan jujur. "Ah, Jasmine aku biasa saja. Kau lah yang cantik." Ruby merendah. "Aku tidak bohong. Benarkan Kakak? Benarkan Conrad? Dia lebih cantik tanpa memakai kacamata 'kan?" Jasmine dengan tulus meminta pendapat. Conrad dan Robert menatap Ruby yang malu-malu. Kedua pria itu mengakui jika apa yang dikatakan oleh Jasmine adalah benar. Ruby lebih cantik tanpa kacamata. Memandang Ruby bagaikan melihat Diana bagi Conrad. Rasa kagum dan sayangnya pada Diana, membuat Conrad senang sekali bertemu Ruby. "Iya benar. Kau cantik tanpa kacamata." sahut Robert yang sedari tadi juga memandangi Ruby. "Nah, betulkan. Bagaimana kalau kita memilih softlens saja?" ujar Jasmine dengan riang. "Tidak perlu. Aku terbiasa dengan kacamata saja." tolak Ruby. Jika membeli softlens, maka pengeluarannya akan lebih banyak. Entah Softlens bulanan atau tahunan, itu artinya dia tetap harus menggantinya dengan rutin. "Tapi ..." Jasmine hendah membantah, tetapi dicegah oleh Robert. "Jangan memaksa," bisik Robert. Ruby kemudian memilih kacamata yang cocok untuk dirinya. Kali ini dia mengenakan kacamata dengan bingkai yang lebih bagus dan sesuai dengan tulang rahang nya. Conrad kemudian menyelesaikan pembayaran. Bagi Conrad gadis ini menggunakan kacamata atau tidak tetap sama-sama cantik. "Terima Kasih Conrad," ucap Ruby dengan tulus. Dia merasa senang sekali dengan kacamata mahal yang baru dibelikan Conrad untuknya. Ruby merasa penampilannya tampak lebih baik. "Ini untuk mu. Hadiah perkenalan dariku." Jasmine memberikan satu kantong kertas kepada Ruby. "Apa ini?" tanya Ruby tidak mengerti. "Buka saja di rumah. Kau pasti suka. Ayo. sekarang kita makan bersama dulu." Jasmine mengamit tangan Ruby masuk ke dalam mobil. Mereka makan bersama di sebuah cafe terdekat. Jasmine yang lincah dan periang, membuat suasana di sana menjadi sangat hangat. Dia membuat Ruby merasa bagaikan bagian dari mereka berempat. Ruby dan Jasmine sama-sama mahasiswi semester dua. Hanya bedanya mereka berbeda jurusan. Ruby di fakultas keperawatan sedangkan Jasmine di fakultas Bisnis Ekonomi. Conrad duduk di semester terakhir ilmu kedokteran sedangkan Conrad sedang menjalani Spesialis. Setelah selesai makan bersama mereka kembali pulang bersama dengan mobil Jasmine. "Ini sudah aku masukan nomor telphone kami semua ke dalam ponselmu. Kita akan berteman, bukan?" Jasmine mengembalikan ponsel kepada Ruby. Ruby menatap ragu pada Jasmine. Jika gadis ini tahu  apabila dirinya adalah anak seorang perawat biasa di rumah sakit, apakah Jasmine masih mau berteman dengan dirinya? Ruby menghela nafas perlahan sambil tersenyum pada Jasmine. "Asyiiikkk aku punya teman baru. Hai Conrad! Jangan sok juak mahal ya jika bertemu denganku." Jasmine menepuk pundak Conrad yang duduk di depannya. "Hemmm." sahut Conrad perlahan. Mata Conrad memandang kaca spion ke arah Ruby dan tanpa disadari mata mereka bertemu pandang. Ruby memalingkan wajahnya dan ketika kembali menatap spion, kali ini dia bersitatap dengan Robert, sehingga Ruby yang merasa canggung memilih mengalihkan pandangannya ke arah jendela Ruby menolak mereka mengantarnya sampai ke rumah. Dia memilih untuk diantar sampai di area pertokoan lingkungan rumahnya. Ruby memilih untuk berjalan kaki. Dia merasa malu jika mereka mengetahui keadaan keluarganya. Rumah kecil yang penuh sesak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD