NASIHAT

1956 Words
Ruby berjalan kaki menuju halte bus terdekat, setiap pagi dia menjalankan rutinitas berangkat kuliah dengan bus umum. Ruby tidak tahu, jika saat ini mobil Conrad sudah berada di kejauhan dan melihat Ruby memasuki bus. Kemarin ketika mengantarkan Ruby, pemuda itu segera memarkirkan mobilnya di belokan jalan dan mengintip Ruby. Ketika dia melihat Ruby berbalik arah, Conrad diam-diam mengikutinya. Dia melihat Ruby memasuki sebuah flat sangat sangat sederhana membuat pemuda itu tersentuh hatinya. Dia sekarang memahami alasan Ruby tampak gugup dan malu saat mereka makan bersama di kafe. Conrad mencoba mengerti mengapa Ruby menutupi tempat tinggalnya dari mereka semua. Mungkin Ruby tidak percaya diri dan menjadi malu. Kali ini, Conrad mengganti mobilnya dengan mobil yang lebih sederhana lagi. Conrad ingin Ruby merasa aman dan nyaman di dekat dirinya. Bahkan Conrad bertekad akan meminta izin pada Andrew untuk menyewa sebuah flat sederhana di area beberapa blok dari kediaman Ruby. Conrad mulai menjalankan mobilnya mengikuti bus yang ditumpangi Ruby menuju ke kampus. Dia mendahului bus Ruby ketika mereka sudah hampir sampai di kampus dan dengan cepat Conrad memarkir mobilnya. "Loh, mobil BMW mu mana? kok pakai Ford jaman nenek moyang?" tanya Dion salah satu teman akrab Conrad sejak Sekolah Menengah. "Hehe ... ada. Ingin santai saja dengan mobil ini agar tidak mencolok." ujar Conrad. "Cieee ... masa menarik perhatian cewek dengan mobil kuno begini. Mana ada yang mau denganmu." Dion terkekeh. "Hehehe bisa jadi ada." Conrad tersenyum penuh rahasia. "Yehhhh bisa aja kamu. Jaman sekarang mana ada cewek gak matre. Apalagi di kampus ini. Gak Matre gak makan, gak hidup kata mereka." Dion meledek jalan pikiran Conrad yang aneh baginya. Conrad mengangkat bahu karena dia yakin jika Ruby bukan seperti yang dikatakan oleh Dion. Ruby yang manis tampak seperti wanita baik-baik yang rapuh. Conrad memperhatikan Ruby yang berjalan di depannya. Dia tidak mendengarkan celoteh Dion yang bercerita malam Valentine dengan kekasihnya. Saat ini melihat cara berjalan Ruby yang tampak anggun dan tenang saja, membuat Conrad ingin sekali berjalan di sampingnya. Keesokan harinya Selesai dengan mata kuliah hari ini kebetulan Conrad bertemu dengan Ruby di halaman kampus. Tampaknya gadis itu hendak langsung pulang karena arah yang dituju berbeda dengan perpustakaan. "Hai, Ruby." sapa Conrad ramah. "Hai, Conrad." Ruby menebar senyuman manis. "Kau tidak ke perpustakaan?" Pertanyaan Conrad dijawab dengan gelengan kepala Ruby. "Tidak aku harus segera pulang saat ini." sahut Ruby. "Kalau begitu, ayo aku antar. Aku juga mau langsung pulang." ujar Conrad bersemangat. "Tapi ..." Ruby tampak ragu. "Tenang saja tidak akan aku culik, kok." ujar Conrad sambil tertawa kecil membuat Ruby ikut tertawa. "Baiklah kalau begitu." Ruby menganggukkan kepalanya. "Tunggu di sini ya, aku akan mengambil mobil bututku." Conrad berlari menuju parkiran dengan hati yang berbunga-bunga. Dia merasa bahagia bisa berduaan dengan Ruby tanpa ada Jasmine maupun Robert. "Hai Ruby. Ayo masuk." Conrad menyapa Ruby yang berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Betapa tidak, dia menyangka jika Conrad akan mengantarnya dengan mobil yang sama seperti sebelumnya. Namun ternyata sebuah mobil Ford tua yang berhenti dihadapannya, dengan heran Ruby memasuki mobil Conrad. "Mobilmu ganti?" tanya Ruby. "Ah ... tidak. Ini memang mobilku." sahut Conrad. "Tapi yang kemarin itu berbeda?" Ruby menatap Conrad dengan heran. "Oh bukan! Itu mobil salah satu customer daddy. Daddy memintaku membawanya sebagai uji coba saja, apakah sudah bagus setelah mesinnya diperbaiki." Conrad tersenyum dengan alasan yang sudah dipersiapkannya. "Oh ...." Ruby menggumam. "Conrad, berhenti disini saja." Ruby menunjuk pada sebuah pertokoan yang masih beberapa blok dari tempat biasanya dia turun. "Di sini? Kenapa?" "Aku ada urusan. Terimakasih ya." Ruby turun sambil melambaikan tangannya. Conrad menjalankan mobilnya perlaha, melalui kaca spion dia melihat Ruby memasuki sebuah Coffee shop. Karena penasaran, Conrad memarkirkan mobilnya dan menuju Coffee shop tersebut. Conrad mengintip melalui kaca yang membatasi coffee shop tersebut. Dia tidak melihat ada Ruby diantara para pelanggan. Conrad merasa heram karena dia yakin jika Ruby memasuki coffee shop tersebut. Tidak mungkin penglihatannya salah. Conrad kemudian berjalan ke toko pakaian di sebelah coffee shop dan dia tidak juga menemukan Ruby. Conrad kembali ke coffee shop tersebut dan dia terkejut ketika melihat seorang pelayan disana adalah Ruby. Pantas saja ada saat-saat di mana Ruby tampak terburu-buru pulang dan tidak mau berkumpul dengan mereka, ternyata dia bekerja sambilan di Coffee shop dan dia tidak ingin ada yang mengetahui. Pemuda tampan itu kemudian mengendarai mobilnya ke pusat kota Miami. Selama dalam perjalanan menuju pusat kota, conrad menimbang-nimbang rencana dalam hatinya. Dia ingin menemui daddy Andrew dan berbicara sebagai lelaki. Sesampainya di kantor. Conrad yang sudah dikenali oleh pekerja di sana, sehingga dengan mudah mengakses lift pribadi ayahnya. "Silahkan menunggu di dalam, Tuan muda. Rapat Tuan Andrew akan segera selesai dalam tiga puluh menit." ujar Meita, salah satu staff sekretaris Andrew. "Baiklah. Akan aku tunggu didalam." "Apakah ada hal yang mendesak yang harus saya sampaikan saat ini juga?" tanya Meita. "Tidak perlu. Aku hanya ingin bertemu dengannya saja. Terimakasih." ujar Conrad ramah. Pemuda itu menyandarkan punggung di sofa dengan nyaman. Empat puluh menit kemudian, Andrew sudah kembali. "Ada apa kau kemari, apa sudah mau belajar bisnis?" tanya Andrew dengan serius. Conrad menggeleng. "Kau tahu dad, aku tidak berbakat di bidang bisnis. Aaron tampak lebih menyukainya. Dia lebih mirip dengan dirimu, dad." jawab Conrad sambil tergelak. "Hahahha semua orang mengatakan itu. Mini me. Lalu apa yang kau mau saat ini." Andrew menatap putra sulungnya yang lahir dari cinta pertama yang telah mengkhianatinya. "Apakah harus ada alasan untuk datang menemuimu, Dad?" "Kau tidak mungkin 'kan datang kemari hanya untuk numpang minum Coffee." ujar Andrew sambil tertawa. Tentu saja Andrew mengenal Conrad, pemuda yang selalu serius dengan tujuannya. Dia tidak akan datang ke kantor jika hanya sekedar bermain. Di rumah pun mereka bisa melakukannya. "Dad, kau memang jeli. " Conrad tertawa lebar. "Katakan tujuanmu." "Dad, aku ingin menyewa sebuah flat kecil." Conrad langsung mengutarakan keinginannya. "Heh?! Tapi kenapa?" tanya Andrew heran. Bukannya semua fasilitas dia sudah sediakan. Kenapa harus memilih Flat, bukan apartemen atau Penthouse. "Aku menyukai seorang gadis. Dia sederhana yang tampak tidak nyaman berada di kalangan orang berada." cerita Conrad dengan perlahan. "Ah ... anakku sudah besar rupanya. Sudah mulai menyukai seorang gadis, ceritakan pada ayah mengenai gadis itu." Andrew segera pindah duduk di dekar Conrad. "Namanya Ruby. Dia adalah mahasiswi kedokteran semester kedua. Gadis itu menerima beasiswa. Pasti dia gadis yang cerdas, bukan?" Andrew masih diam mendengarkan kelanjutan cerita dari Conrad yang menceritakan bagaimana awal pertemuan tidak sengajanya dengan Ruby, hingga mereka menghabiskan waktu bersama di perpustakaan, juga sikap malu dan tertutupnya Ruby. "Jadi kau menukar mobilmu dan memilih menyewa sebuah flat untuk mendekati gadis itu?" tanya Andrew. "Iya, Daddy." "Apa kau yakin dia menyukaimu?" Andrew menatap Conrad dengan tatapan bijaksana seorang ayah. "Entahlah, Dad. Aku hanya ingin dia merasa nyaman dengan diriku, mungkin dengan berjalannya waktu dia bisa terbuka dan setelah saling mengenal dia akan jatuh cinta padaku." sahut Conrad dengan percaya diri. "Lalu kau akan tinggal di flat selamanya? Bagaimana jika mommy dan adik-adikmu bertanya?" "Aku tidak akan tinggal di flat secara permanen, Dad." "Hanya kedok?" "Begitulah." Conrad menyeringai malu. "Dia mirip dengan mommy, Dad. Rambut hitam panjangnya, kulit putih Asianya, sikapnya yang tenang dan cara berjalannya yang anggun." Mata Conrad menerawang jauh. Andrew menatap Conrad yang sedang terbuai dalam angannya. Anak sulungnya sudah dewasa saat ini. Andrew tidak dapat menghalangi dan melarang keinginannya. Segala sesuatu yang terjadi akan menjadi proses hidup bagi Conrad, apalagi mengenai cinta. Andrew sadar, tumbuh dewasa itu perlu mengenal pahit dan manisnya cinta, meskipun demikian Andrew berjanji tidak akan membiarkan Conrad jatuh. "Conrad. Aku tidak akan melarangmu untuk mendekati Ruby. Kau harus mengalami proses untuk mengenal seorang wanita. Mungkin Ruby secara fisik mirip dengan mommy, tetapi tidak semua orang yang tampak mirip berarti memiliki kepribadian yang sama." Andrew menghentikan kalimatnya sesaat dan menatap Conrad yang masih mendengarkan nasihatnya. "Mirip bukan berarti sama. Daddy mendukung keinginan untuk mengenal Ruby lebih jauh, agar kau bisa mengetahui kepribadiannya. Namun, yang perlu kau tahu, Mommy Diana adalah wanita yang apa adanya dan tegas. Dia tidak malu dengan jati dirinya sebagai seorang bartender. Dia polos tetapi tegas. Bahkan daddy awalnya harus menggunakan kekuasaan untuk menjerat mommy. Daddy harap Ruby juga memiliki sifat yang baik, seperti istriku." Andrew menatap Conrad dengan tegas. Sebenarnya Andrew ingin melarang Conrad menyewa sebuah Flat hanya untuk Ruby. Berdasarkan cerita Conrad yang mengatakan jika Ruby tampak malu dengan keadaan rumah dan pekerjaannya, membuat Andrew ragu. Tetapi dia menyadari, bisa saja dirinya terlalu berlebihan. Toh, Conrad juga memerlukan pengalaman hidup.. "Satu yang ayah ingin kau ingat. Jika memang dirimu tidak dapat mengendalikan diri jangan lupa pakai Ko#dom. Jangan buat mommy mu pingsan dengan menghamili wanita yang belum kau nikahi." Andrew berdehem dengan perkataan ya sendiri, teringat bagaimana dia dulunya menjadikan Diana wanita simpanan. "Hahaha tentu saja, Dad! Tetapi kau tidak menyesal memiliki diriku sebagai anakmu, bukan?" tanya Conrad dengan tegas. Dia masih ingat, jika dirinya lahir dari wanita yang sudah menghianati Andrew. "Aku tidak pernah menyesal memiliki dirimu. Ingat itu! Kau anakku! Kau darah dagingku! Aku hanya menyesal caraku mendapatkan dirimu!" sahut Andrew dengan tegas sambil menatap Conrad penuh kasih sayang. Sebagai seorang daddy, Andrew tidak ingin anaknya mengalami perjalanan cinta yang menyakitkan seperti dirinya. "Iya Dad aku mengerti. Aku lah yang menyesal karena mommy Diana bukan ibu yang melahirkanku." sahut Conrad sendu. "Ingatlah selalu bahwa dia adalah mommy-mu, wanita yang membesarkan dan merawatmu dengan penuh cinta. Kau tahu itu, bukan?" Conrad mengangguk. "Seumur hidup pun, aku tidak dapat membalas kasih sayangnya." "Dia tidak meminta itu selain ingin kalian tumbuh menjadi anak yang baik, penuh kasih dan bertanggung jawab. Ingatlah hal itu. Jangan biarkan siapapun membuatmu lupa mengenai hal ini." nasihat Andrew pada putra sulungnya. Conrad meninggalkan kantor Andrew dengan berbekal nasihat dari ayahnya. Dia dengan bersemangat mencari flat sederhana untuk bisa disewa yang berjarak atu blok dari flat Ruby. Awalnya Conrad ingin menyewa di gedung yang sama dengan Ruby, tetapi sayang flat disana sudah penuh semua. Malam harinya, Conrad menuju Coffee shop tempat Ruby bekerja. Dia melamar menjadi pekerja harian di sana karena tidak ingin setengah-setengah untuk mendekati Ruby. Dia melepaskan semua atribut kemewahannya demi Ruby bisa merasa nyaman dengan dirinya. Conrad yang baru saja selesai menyewa sebuah flat segera pulang ke mansion dan mengatakan maksudnya pada Diana. Tentu saja Diana terkejut mendengar keinginan Conrad. Karena hingga Conrad berusia dua puluh empat tahun, dia tidak pernah jauh dari dirinya. "Apakah harus seperti itu? Apakah kau tidak akan kembali kemari lagi?" Diana tampak sedih. "Tentu saja aku pasti akan kembali lagi. Keluargaku 'kan ada disini. Aku hanya sesekali saja akan tinggal di flat. Mommy mengerti 'kan maksudku, aku hanya ingin mengenal dekat Ruby." kata Conrad dengan memohon. "Kau begitu menyukai gadis itu?" tanya Diana. "Hmm ... Ruby mirip Mommy." Conrad merebahkan kepalanya di pangkuan Diana. Mereka saat ini berada di ruang keluarga lantai atas. "Apakah kau sudah mengenal dirinya dengan baik?" Conrad menggeleng. "Dia terlalu pendiam dan tertutup. Tapi aku menyukai sikapnya yang tampak selembut mommy." ujar Conrad menatap wajah ibunya. "Sayang … kau sudah dewasa dan mulai mengenal wanita. Harus kau ingat tidak selamanya orang yang mirip berarti sifat mereka sama, seperti halnya tidak semua orang yang tampak baik pasti baik, demikian juga sebaliknya tidak selamanya orang yang tampak jahat itu berarti dia jahat." nasihat Diana pada putranya. Kehidupan Diana ketika dia bekerja di kapal pesiar yang berkomunikasi lebih dari tujuh puluh nationality, menyadari keanekaragaman sifat dan kebiasaan. Dari sanalah Diana memahami jika apa yang tampak di luar belum tentu sama dengan isi hatinya. Penampilan terkadang mengecoh kepribadian. "Kau tahu mommy?" "Hmmm...?" "Kau benar-benar sehati dengan daddy. Dia mengatakan hal yang sama jika penampilan tidak selalu menunjukan isi hati." "Benarkah?" "Ah ... aku ingin menemukan pasangan yang tepat seperti Daddy menemukan Mommy ." gumam Conrad. "Kau pasti akan menemukannya. Selalu utamakan doa dalam segala hal. Tapi jujur, mommy salut loh, Conrad mau belajar rendah hati dan mandiri. Semoga kau menemukan wanita yang tepat untukmu." Conrad tersenyum bahagia mendengar nasihat Diana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD