Valentine

1636 Words
Seperti biasa Conrad pergi ke perpustakaan, di mana tempat itu sekarang menjadi ruang belajar sekaligus tempat dia bisa bertemu dengan Ruby, gadis cantik yang memiliki wajah mirip dengan wanita yang membesarkannya.  Dari kejauhan Conrad bisa melihat Robert sudah duduk di samping Ruby. Lagi-lagi Conrad kalah cepat dengan Robert untuk bisa duduk di samping gadis itu. Ketika Conrad hendak mendekati mereka, beberapa wanita mencegatnya. "Hai Conrad, Happy Valentine." "Terima Kasih." sahut Conrad singkat tanpa ekspresi. Conrad berlalu begitu saja membuat beberapa gadis tersebut menjadi kecewa. Mereka hanya memandang Conrad dengan hampa sementara pemuda itu langsung duduk di depan Robert. "Hallo." sapa Conrad kepada mereka berdua. "Hai," sahut Robert. Sementara Ruby melemparkan senyuman kepada Conrad yang membuat pria itu terpana karenanya. Sikapnya yang selalu tenang justru membuat Conrad penasaran, berbeda dengan gadis lain yang tak hentinya mencari perhatiannya. "Hai semua … Happy Valentine." Jasmine yang baru datang tersenyum dengan gembira. "Kamu tidak punya acara khusus 'kan hari ini?" tanya Jasmine pada Conrad. "Kenapa?"  "Kita keluar lagi berempat yukkk, pasti seru."  Jasmine memandang mereka semua penuh harap. "Aku tidak bisa." sahut Conrad. Jawaban Conrad membuat tiga pasang mata, menatapnya serempak. "Eh ... aku ada acara keluarga, biasa kalau Valentine selalu berkumpul bersama." Conrad dengan cepat menjelaskan perkataannya  ketika merasakan ketiga pasang mata itu memandangnya dengan curiga. "Oh. Haha … kirain sudah punya pacar." celetuk Jasmine lega. "Kalau begitu, bagaimana jika kita keluar bersama siang ini. Di Riverview pasti banyak acara." Jasmine masih tak menyerah. Dia ingin sekali menghabiskan hari ini dengan suasana gembira bersama teman-teman barunya "Baiklah." Mereka kemudian mengemasi buku-buku dan  berjalan bersama. Ruby kali ini tidak menolak, dia berjalan dengan senyuman disisi Jasmine. Ruby berangkat semobil dengan Jasmine dan Robert, sementara Conrad membawa mobilnya sendirian. Mereka tiba di Riverview mall di mana tampak sekalian keramaian di sana. Bunga, balon berwarna pastel berada di mana-mana menghiasi area sekitar mall. Musik romantis  mengalun dengan lembut memenuhi seisi mall. Mereka melewati sebuah toko yang menjual bunga. Harum semerbak dan warna-warni yang indah sangat memikat mata. "Ayo bunga untuk pasangannya …," ujar si penjual bunga. "Aku mau dua ikat bunga. Satu ikat mawar merah dan satu ikat mawar warna-warni." pinta Robert. Robert memberikan Seikat mawar merah untuk Ruby dan yang warna-warni untuk Jasmine. "Terimakasih Robert," ujar Ruby malu-malu. "Ah, kakak ... tumben kau memberiku bunga biasanya juga coklat." Jasmine menggoda Robert. "Bagaimana kalau kali ini aku yang membelikan kalian coklat." Conrad menawarkan diri. "Wahhhh ... asyikkk. Valentine kita kali ini serasa memiliki pacar, ya Ruby." Jasmine menyenggol lengan Ruby. "Hahahaha ... iya benar." Ruby tertawa canggung. "Rubyyy  kamu cantik sekali kalau tertawa." Ucapan tulus Jasmine, membuat Ruby tersipu. Mereka memasuki toko yang menjual berbagai varian Coklat. Conrad membiarkan kedua gadis itu memilih  coklat yang disukai. Jasmine tampak sudah mengerti  apa yang dia inginkan. Dia mengambil satu kotak coklat berkotak hati dan tersenyum ceria sambil menunjukan pilihannya pada Conrad. Sementara Ruby tampak ragu-ragu memandang sekotak coklat persegi berukuran besar. "Kau sudah memilih?" tanya Conrad. "Hmmm ... ini?" tanya Ruby ragu. Kemudian  dia mengembalikan lagi kotak coklat tersebut ketika melihat jika yang dipilih Jasmine berukuran kecil. "Kenapa dikembalikan?" Conrad merasa heran. "Tidak, yang ini saja. Terimakasih." Ruby mengambil satu kotak yang berukuran lebih kecil dan membawanya ke kasir. Conrad  mengambil kembali satu kotak besar coklat yang di letakan oleh Ruby. Dia kemudian membayar ketiga coklat tersebut di kasir dengan tiga bungkus kantong yang berbeda. "Buat siapa satunya?" Jasmine tampak penasaran. Conrad hanya menjawab dengan senyuan  membuat Jasmine mencibirkan bibirnya karena penasaran. Mereka menikmati makan siang bersama dan menikmati kebersamaan hingga pukul empat sore. Kali ini Conrad yang membayar makan siang. "Maaf, aku harus pulang sekarang karena adik-adik  pasti sedang menanti." ujar Conrad berpamitan. "Menyenangkan sekali. Kau pasti kakak yang luar biasa dan perhatian dengan adik-adikmu. Tidak seperti yang satu ini." Jasmine meninju lengan kakaknya. "Kau tahu aku selalu sibuk dengan kegiatan sosial. Aku kan harus sering berbuat amal kebajikan untuk mereka yang membutuhkan." ujar Robert terkekeh. "Hebat sekali dirimu." Conrad menatap Robert dengan kagum yang membuat pria itu  tertawa lebih keras. "Ruby, kau bisa pulang bersamaku. Aku rasa jalur kita hampir searah." ajak Conrad. "Baiklah." Ruby menganggukkan kepalanya mengiyakan.  "Hati-hati ya di jalan." Jasmine melambaikan tangan kepada Ruby dan Conrad. Sepeninggal mereka Robert berbisik pada Jasmine. "Kau tidak cemburu, melihat mereka pergi berduaan?" "Sedikit." sahut Jasmine. "Kok sedikit?" Jasmine mengangkat bahunya. "Kau sendiri tidak cemburu?" tanya Jasmine pada kakaknya. "Aku sih santai saja. Aku juga belum melancarkan serangan untuk mendapatkan Ruby. Tenang saja aku akan menjauhkan dia dari Conrad." ujar Robert santai. Jasmine menggelengkan kepala. "Aku ingin bermain adil. Jika Conrad dan Ruby saling menyukai, maka aku akan tetap menjadi teman yang baik bagi mereka. Dan kau kakak sebaiknya berbuat yang sama." ujar Jasmine menegaskan. "Kita lihat saja nanti." sahut Robert acuh.. * Di dalam mobil hanya ada kesunyian antara Conrad dan Ruby. Conrad berkali-kali melirik pada Ruby yang diam saja. Pemuda tampan itu bingung apa yang harus dia katakan pada Ruby sebagai bahan percakapan. "Kau tidak merayakan Valentine dengan siapapun?" Conrad akhirnya memulai percakapan. Ruby menggeleng. "Hanya dengan kalian." jawabnya lirih. "Bagaimana dengan keluargamu?"  Conrad menoleh sekilas pada Ruby. "Kami tidak pernah merayakan Valentine."  "Ah..." "Kau bilang, jika keluargamu selalu merayakan valentine bersama?" tanya Ruby penasaran. "Iya, aku dengan kelima adikku." Ruby terkejut. "Wow. Kau kekuarga besar ya, enam bersaudara." Ruby berdehem canggung.      'pasti sangat ramai dan memusingkan,' batinnya "Kalau kau berapa bersaudara?" Conrad menoleh pada Ruby. Pandangan mata mereka bertemu sejenak membuat Ruby tersipu malu. Ekspresi malu Ruby tampak sangat cantik di mata Conrad. "Tiga bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak perempuan dan seorang adik laki-laki juga." Ruby tampak termenung menatap  jauh ke depan. "Ah, jadi kau tidak pernah merasa kesepian dong?" Conrad teringat bagaimana Jasmine pernah mengeluh kesepian di rumah. Ruby hanya tersenyum simpul mendengar perkataan Conrad. "Aku antar sampai rumahmu?"  "Ah, tidak perlu, di sini saja." sahut Ruby cepat dengan gugup. Conrad menghentikan mobilnya di daerah pertokoan yang sama. Kemudian Conrad memberikan sekotak Coklat dengan box besar yang awalnya dipilih oleh Ruby. "Ini untukku?" Ruby menatap Conrad dengan heran. "Iya. Itu untukmu." "Tapi, bukannya aku sudah memilih tadi."  Ruby tak mengerti. "Aku ingin memberimu lagi." ucap Conrad penuh makna, yang membuat Ruby kembali tersipu. "Terimakasih Conrad. Selamat Valentine." ujar Ruby dengan tersenyum manis. "Selamat Valentine Ruby." Conrad terpana dengan senyuman manis dan lembut dari Ruby. Ia kemudian menjalankan mobilnya perlahan sambil memperhatikan Ruby dari kaca spion. Ruby tampak masih diam di tempat yang sama hingga Conrad menghilang di tikungan. Setelah mobil Conrad tidak tampak, Ruby berbalik arah menyusuri jalan sejauh dua blok, kemudian berbelok. Ruby memasuki lorong yang sempit dan tiba di sebuah flat yang sangat sederhana ( rumah susun ). Dia memencet kode di pintu depan  kemudian  melangkah naik ke lantai tiga. Di dalam flat Ruby melihat ayahnya yang duduk di kursi roda dan adik laki-lakinya sedang menonton televisi sedangkan kakak perempuannya sedang memasak. Sementara ibu Ruby yang seorang  perawat tidak tampak di sana, paastinya sedang sibuk bekerja. "Kau sudah datang Ruby?" sapa Rose dari ruang dapur. "Hooh." jawab Ruby sambil menenggak segelas air dingin. "Wah, kau mendapatkan coklat dan mawar yang indah sekali dari pacarmu?"  Rose mengerikan mata menggoda adiknya. "Teman, bukan pacar." Ruby tersenyum sendiri. Gadis itu mengambil secangkir gelas dan mengisinya dengan air untuk Seikat bunga mawar dari Robert. "Adikku  yang cantik sudah semakin besar." Rose tersenyum melihat Ruby menghirup aroma wangi dari mawar mahal itu. "Apa itu coklat dari Josep?" Ryan tiba-tiba datang menyambar bungkusan yang dibawanya. "Bukan!" sahut Ruby ketus. "Oh, bukan dari Josep? Apa kalian sudah putus?"  Rose menjadi heran. "Sudahlah kakak. Aku tidak ingin membicarakan Joseph terlebih dahulu. Aku mau masuk ke kamar. Nih, coklat untuk kalian." Ruby meletakan sekotak coklat yang kecil di atas meja. Dia mengecup kening ayahnya sebelum masuk kedalam kamar. "Eh, dia apa sudah putus dengan Joseph?" tanya Rose heran pada Ryan. "Tauk ah, yang penting ada coklat enak." Ryan mengacuhkan pertanyaan Rose. Rose hanya menggelengkan kepala sambil masuk kembali ke dalam dapur dan melanjutkan memasak. Di dalam kamar, Ruby membaringkan diri di atas tempat tidur. Dia memandangi mawar dan coklat yang sudah diletakan di atas meja. Ini pertama kalinya bagi Ruby memiliki teman dari kalangan atas dan ini Valentine pertama yang dia lalui dengan mewah. Seikat mawar yang mahal juga sekotak coklat ternama. Panggilan masuk di handphone Ruby di mana nama Joseph tertera di sana. Dengan malas Ruby mengangkatnya. "Ya Joseph." "Ruby, selamat Valentine, Sayang. Bisakah kita keluar malam ini?" pinta Joseph. "Entahlah." "Ayolah ... sudah satu minggu kita tidak bertemu. Bagaimana kalau kita pergi ke cafe yang kau sukai." Joseph tak menyerah untuk membujuk Ruby. "Baiklah." sahut Ruby akhirnya dengan malas. "Nanti malam aku akan menjemputmu, Cintaku. Muah." Robert  memberikan ciuman mesra di telepon. Ruby segera mematikan sambungan telepon. Dia kembali memandang bunga mawar pemberian Robert, diciumnya aroma wangi yang mewah. Ruby menyadari jika mawar berkualitas memang berbeda dengan mawar biasa. Pandangan Ruby beralih pada kotak coklat pemberian dari conrad. Gadis cantik itu  membukanya perlahan dan melihat coklat mewah dengan mata berbinar. Coklat tersebut dibungkus dengan kertas berwarna emas yang sangat bagus. Ruby membukanya satu dan memakan perlahan. Ketukan terdengar dari pintu kamar Ruby. Tok.Tok.Tok Ruby dengan segera menutup kotak coklat dan memasukannya kembali ke dalam laci kemudian menguncinya rapat. Ruby mengelap bibirnya sebelum membuka pintu kamar. "Ya Rose ada apa?" Ruby menatap kakaknya heran. "Apakah nanti malam kau akan tetap di rumah?" tanya Rose ragu. "Memangnya kenapa?" "Jeremy mengajakku keluar jika kau tidak keberatan untuk menggantikanku menjaga ayah." pinta Rose penuh harap. "Tidak bisa. Aku sudah berjanji pada Joseph." sahut Ruby datar. "Ah, baiklah." "Suruh saja si Ryan. Dia kan sudah besar."  "Ryan juga ada acara dengan teman-temannya." sahut  Rose. "Ah ... " Ruby tidak menjawab. Dia kemudian menutup pintu kamar. Jika bukan Mommy-nya yang meminta, Ruby tidak akan rela ditinggal berdua dengan ayahnya. Ayah Ruby mengalami stroke dan ekonomi mereka yang sederhana tidak memungkinkan untuk membawa pria setengah baya itu perawatan yang terbaik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD