Persahabatan

1092 Words
"Kau mau tunggu di sini atau mau ikut ke parkiran?" tanya Conrad. "Aku ikut. Serem di sini sendirian. Nanti ada yang 'nyulik aku lagi, hiii ... serem." Jasmin menggosok tangannya. "Hahaha ... 'yang nyulik bakalan kapok." Conrad tertawa melihat raut wajah Jasmine. "Kok begitu?" Jasmine menatap Conrad dengan heran. "Mereka bakal gak kuat dengerin kicauanmu." ujar Conrad menggoda. "Ah ... gitu ya. Jadi menurutmu aku cerewet?" suara Jasmine terdengar sedih. Kepalanya menunduk menyembunyikan raut wajahnya. Rambut panjang yang terurai menutupi pandangan Conrad. Pemuda itu tidak menyangka jika kata-katanya menyakiti perasaan Jasmine. Conrad menjadi tidak enak hati dengan sikapnya. "Maaf. Maaf. Aku hanya bercanda. Jangan sedih dan marah yaaa." Conrad merasa menyesal telah menyinggung perasaan Jasmine. "Hmm …." Jasmine menggumam sambil menundukan kepalanya. "Ayolah ... jangan bersedih. Kamu lucu kok. Kicauanmu merupakan hiburan tersendiri." Conrad masih berusaha menenangkan Jasmine. "Tapi tetap saja menjengkelkan, 'kan? Heh! mungkin aku lebih baik diam saja." Jasmine tetap menundukan wajahnya sambil tetap berjalan di samping Conrad, membuat Conrad semakin merasa tidak nyaman. Mereka sudah tiba di depan mobil Conrad tanpa ada yang membuka percakapan lebih lanjut. "Jangan salah paham. Aku suka dengan gayamu yang selalu banyak ide dan ceritamu selalu berhasil mencairkan suasana. Tadi aku hanya bercanda. Karena menurutku penculik pasti mengira jika dirimu akan menangis, tetapi akhirnya sibuk dengerin ceritamu." ujar Conrad panjang lebar tanpa mengerti apa yang dia ucapkan. Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal dengan gelisah "Benarkah?" "Iya." "Kalau begitu aku tidak jadi sedih. Hahaha, ayo buka pintunya." Jasmine tertawa melihat Conrad yang bingung. Sedari tadi ternyata dia hanya menggoda pemuda tampan. Conrad hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal, karena sudah dikerjai Jasmine. Sedangkan gadis itu terus tertawa sambil duduk di kursi depan mobil ford keluaran lama tersebut. "Kau tahu rumahku?" tanya Jasmine disela-sela tawanya. Conrad menggeleng. Jasmine menyebutkan sebuah alamat yang dikenali Conrad mengenali sebagai kawasan perumahan mewah, tak jauh dari Mansion keluarganya. "Aku hanya dua bersaudara, Robert adalah kakakku satu-satunya. Kalau dirimu, berapa saudara yang kau miliki?" Jasmine membuka percakapan di antara mereka.. "Aku punya lima adik." Conrad menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari arah jalanan. "Apa? Gilaaa! Keren banget. Pasti di rumahmu selalu ramai dan tidak pernah kesepian." Mata indahnya membuat besar mendengar jawaban pria tampan di sampingnya. "Hmm ... selalu ramai." Conrad tersenyum membayangkan betapa ramai rumahnya. "Wah pasti seru ya. Karakter yang berbeda dalam sebuah keluarga." "Hemhhh." "Kau pasti tidak pernah kesepian." "Tidak. Adik-adikku selalu mempunyai ulah yang membuatku tertawa." sahut Conrad sambil membayangkan Aaron yang selalu percaya diri, Francesca yang rendah hati, Archie yang acuh, Adelaide yang lembut hatinya dan Anna yang periang nan ceriwis seperti Jasmine. "Kau seperti adikku yang paling kecil. Dia sangat lincah dan ceriwis selalu punya akal dan tidak bisa diam." Conrad terkekeh. "Benarkah? Wahhh ... lain kali aku harus bertemu dengan Anna." Jasmine menatap Conrad dengan riang. "Tentu saja." Tak terasa mobil yang dikendarai Conrad sudah tiba di depan rumah Jasmine. Gadis itu menoleh ke jendela sambil menghela nafas dengan berat. Waktu terlalu cepat berlalu sementara dirinya masih merasa nyaman berbincang dengan Conrad. "Terimakasih sudah mengantarku, sampai jumpa besok." "Sampai jumpa." Jasmine turun dari mobil. Dia memencet bel dan menyebutkan namanya melalui interkom. Tak lama kemudian pintu gerbang terbuka. Jasmine menoleh pada Conrad yang masih menunggu hingga dirinya masuk. Gadis itu melambaikan tangan pada pria itu. Dipandangi mobil Conrad dari balik pagar besi, hingga hilang dari ujung jalan. Jasmine berbalik dan menatap rumahnya. Rumah mewah berlantai dua. Rumah yang indah namun begitu sepi. Dengan Robert yang tidak ada di rumah, maka dia hanya sendiri bersama para pelayan. Jasmine merasa kesepian. Kedua orang tua Jasmine selalu sibuk bekerja. Ayah Jasmine adalah ahli bedah ternama sekaligus Direktur Rumah sakit, sedangkan ibunya adalah Presiden Direktur di rumah sakit yang sama. Dan sekarang Robert menuruni bakat dari ayahnya. Sedangkan Jasmine yang lebih menyukai Fashion designer, harus mengorbankan mimpinya dan kuliah di jurusan Bisnis Ekonomi. Jasmine harus menguburkan angan demi keluarga nya. Sementara itu, di sebuah pub yang terkenal di pusat kota Miami. Robert masuk kedalam pub tersebut sebagai pelanggan VIP tanpa harus mengantri. Robert naik ke lantai dua dalam ruangan VIP. Ruangan khusus dengan dinding dari kaca. Dari atas sana mereka bisa melihat manusia yang mulai berdatangan dan bergoyang mengikuti irama Dalam ruangan tersebut tampak Fandrey dan Hans ditemani wanita-wanita cantik dengan pakaian minim sambil menikmati minuman yang tampak memenuhi meja. "Hai bro, lama banget sih." sapa Hans. "Iya, tadi aku habis menemani Jasmine." Robert menghempaskan dirinya di sebelah Fandrey. "Sejak kapan lo doyan keluar sama adik lo?" Fandrey terkekeh mengolok Robert. "mau jadi kakak idaman?" "Sialan lo." Robert melempar sebutir es batu ke arah Fandrey. "Tumben dapat yang lumayan." Robert melirik ke arah tiga wanita yang asyik bergoyang di hadapan mereka. "Iya bro. Yang dua itu 'fresh graduate' janda, sudah cerai tiga kali dan yang di sana anak yatim," sahut Hans dengan terkekeh. "Benar ... kita harus berbuat sosial dengan berbagi dan mendukung anak yatim." Fandrey tertawa. "Setuju! Aku mau yang anak yatim. Kayaknya masih fresh." Robert sudah mengincar targetnya. "Aku lebih suka janda. Lebih hot dan ahli." Hans dan Fandrey saling mengedipkan mata. "Gadis-gadis cantik kemarilah, peluk hot daddy ini." Hans menghampiri salah satu wanita yang cantik dan bertubuh montok. Fandrey juga sudah mendekati targetnya. Sedangkan Robert terkekeh ketika seorang wanita yang paling muda menghampiri dirinya. "Kau cantik dan mirip dengan wanita yang aku sukai." ujar Robert sambil mengangkat dagu wanita berdarah Asia dan berambut hitam legam. "Kalau begitu, bagaimana jika kakak menganggapku sebagai dirinya." sahut wanita tersebut dengan lembut dan malu-malu. "Aku suka usulanmu." Robert mulai mendaratkan kecupan lembut di bibir gadis yang dia sendiri tidak tahu dan tidak mau tau namanya. Mereka saling berpelukan dan berciuman seiring irama musik. "Hey bro! Minum dulu! Mainnya 'ntar saja agak malaman." Hans menepuk bahu Robert yang tampak buas mencium gadis tersebut. "Ah loe, ganggu aja. Gue lagi pengen 'nih." Desih Robert kesal. "Gue tahu. Ajak gadis itu minum dulu, biar makin hot." Fandrey menuangkan minuman alkohol yang berwarna seperti kuning pekat kemudian memberikan pada Robert. Robert menerima minuman tersebut dan menempelkan di mulut gadis yang lekat disisinya. Gadis tersebut menyesap perlahan dengan sedikit menutup mata merasakan rasa panas yang membakar kerongkongannya. Robert menuangkan lagi segelas dan mulai menegaknya habis. Dia melakukannya lagi dan memberikan gelas tersebut pada gadis yang mulai terbuai alkohol. Robert menikmati alkohol sambil asyik meraba bagian tubuh yang diinginkannya. Setelah beberapa saat, tampak Robert sudah tidak dapat menahan lagi keinginannya. "Gue lupa bawa kondom." bisik Robert pada Hans. "Ambil tuh, gue bawa banyak." Robert segera membawa beberapa k****m dengan berbeda varian, kemudian dia menggandeng gadis tersebut menuju kamar yang menyatu ruangan Vip.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD