Tuan Muda tinggal di flat

1434 Words
Ini adalah hari pertama Conrad menempati flat, dia hanya mengisi lemari kecil dengan beberapa pakaian. Conrad hanya membawa dua pasang sepatu kets dari rak sepatunya di mansion yang berjumlah puluhan dan satu sandal rumahan. Buku-buku mata kuliah sudah dia bawa semua dengan satu tas punggung yang paling tua. Kini Conrad harus belajar mengoperasikan mesin cuci, bagaimana memakai microwave, menghidupkan kompor dan menggunakan Vacuum Cleaner. Hal yang tidak pernah dia lakukan ketika hidup di mansion.  Pemuda itu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur yang keras. Awalnya dia kesulitan untuk tidur, Conrad memiringkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri untuk menyesuaikan diri. Tentu saja tempat tidur di flat sederhana berbeda dengan Mansion mewah. Saat ini anak seorang konglomerat merasakan hidup sebagai pemuda biasa. Setelah beristirahat selama satu jam. Conrad bangun dan segera mandi. Hari sabtu ini adalah hari pertamanya akan bekerja paruh waktu di coffee shop yang sama dengan Ruby. Conrad berharap agar bisa bertemu dengan Ruby. Sambutan hangat didapatkan Conrad di hari pertamanya bekerja. Pegawai di sana yang rata-rata perempuan tampak bergosip mengagumi ketampanan Conrad.  " Hei, Ruby sini!" "Ada apa?" tanya Ruby yang baru saja selesai mengganti seragam. "Kita punya anak baru. Cakeppp banget." Milagross sangat bersemangat. Tak lama Conrad keluar dengan seragam bersama Manager coffee shop. "Anak-anak perkenalkan ini Conrad. Dia akan berkerja paruh waktu disini."  Managers wanita setengah baya memperkenalkan Conrad. "Hai Conrad, aku Fera. Dia Milagross dan itu Ruby." Fera memperkenalkan mereka semua. Conrad tersenyum menyapa mereka semua. Terutama ke arah Ruby yang terkejut. "Kalian bantu Conrad ya, tunjukan hal-hal yang harus dia kerjakan." ujar Managers lagi sebelum meninggalkan mereka semua. "Hai Ruby." Conrad menghampiri gadis yang dia incar. "Kau bekerja disini juga?" tanya Ruby heran. Conrad mengangguk. "Tapi kenapa?" "Untuk menambah biaya hidup." sahut Conrad sambil tersenyum kecil. "Tapi, bukannya hidupmu tampak sudah berkecukupan?"  Ruby menatap pemuda itu heran. "Siapa bilang. Aku kuliah juga karena beasiswa. Sebelumnya aku bekerja sebagai sopir keluarga kaya. Selama kuliah aku hanya akan menjadi supir di akhir pekan, jadi aku perlu pekerjaan baru." Conrad menjelaskan pada Ruby. Ruby mengangguk sambil mengelap sendok dan garpu yang biasa digunakan untuk kue.  Dia mengira jika Conrad adalah pemuda kaya seperti halnya Robert dan Jasmine, tetapi ternyata Conrad tidak berbeda jauh dengan dirinya. Mungkin kesan pertamanya kepada Conrad itu salah, karena saat itu Conrad terbiasa bekerja di keluarga kaya. Ruby sebenarnya menyukai Conrad. Pemuda itu tampan meskipun kadang membawa mobil butut. Dia menyenangkan dan seringkali terasa melindungi dirinya dan kehadiran Conrad di tempat dia bekerja ini juga merupakan kejutan. Saat malam tiba, Coffee shop tutup pukul Sembilan tiga puluh malam. Mereka bersama-sama mengobrol sambil membersihkan ruangan. Ini pertama kalinya Conrad memegang alat pel. Dan Ruby yang melihatnya hampir tertawa karena pemuda itu bahkan tidak tahu bagaimana menggunakan alat tersebut. "Sini aku ajarin." "Maaf, ini pertama kalinya." ujar Conrad malu. "Lalu siapa yang membersihkan tempat tinggalmu?" tanya Ruby menggoda. "Untuk itu ... kadang aku memanggil pekerja harian." ujar Conrad kikuk. "Pemborosan itu." Ruby kemudian memperagakan gerakan mengepel. "separuh hidupku melakukan ini. Aku harus bekerja terus meskipun aku lelah dan bosan." gumam Ruby lirih. "Ya?" "Ah lupakan perkataanku. Semangat!!!" Ruby beralih ke meja lainnya dan mulai membersihkan satu persatu meja. Setelah selesai mereka berempat meninggalkan coffee shop. Ruby dan Conrad berjalan ke arah yang sama. Sedangkan Fera dan Milagross menuju arah berlawanan. "Jadi kau sudah lama bekerja di tempat itu?" tanya Conrad pada Ruby. "Iya. Hampir satu tahun. Sebelumnya ketika masih sekolah menengah aku magang di mini market . Di sana hampir tiga tahun aku bekerja sambil belajar. Keluargaku tidak mudah, Conrad. Meskipun aku lelah dan bosan aku harus bekerja untuk kebutuhanku." Conrad memandang Ruby dan tersentuh. Saat Ruby bekerja dan sekolah, dia hanya belajar dan bermain. Disaat dirinya makan dengan nikmat dan mendapat perlindungan penuh, gadis ini harus mengais rejeki untuk kebutuhannya. "Tapi lihatlah, pengalaman hidupmu menjadikan dirimu gadis yang luar biasa, bukan?" Conrad memberikan semangat.  "Hehehe … bukankankah dirimu juga sama?" Mereka saat ini duduk di depan minimarket. Conrad membeli dua kaleng soda, satu untuknya dan satu untuk Ruby. Conrad juga membeli dua potong sandwich. Dia masih merasa lapar meskipun sudah makan malam di tempat bekerja. "Aku tidak lapar." ujar Ruby menolak sandwich. "Jadi kau tinggal disekitar sini?" Conrad menunjuk gedung flat di belakang mini market. "Ah, kalau aku di sebelah sana." Ruby menunjuk pada gedung dua blok dari tempat mereka duduk. "Kau tinggal sendiri?" "Tidak. Ada ayah, ibu, kakak dan seorang adik. Dan kau?" "Aku tinggal sendiri. Sebelumnya aku tinggal dengan boss di mansion." "Orang tuamu?" "Mereka tinggal di pinggiran kota dengan kelima adikku."  jawab Conrad sambil mengunyah sandwich. "Enam anak. Keluarga yang ramai ya." Ruby tersenyum kecut. Dia saja yang hanya tiga bersaudara harus berbagi segalanya dan kesusahan. Bertengkar dan berebut. Apalagi jika menyangkut uang. Arghhh... Ruby sudah lelah dengan hal tersebut. Apa gunanya cantik jika miskin dan hidup menderita. Ruby menyukai Conrad. Tapi mendengar kehidupaan Conrad yang enam bersaudara membuatnya bingung. Enam bersaudara berarti enam mulut yang harus diberi makan, belum lagi dua orang tua. Delapan tunjangan kesehatan, enam biaya pendidikan dan kebutuhan sehari-hari. "Terkadang, adik-adikku juga bekerja menjadi pengamen jalanan di Riverview Street. Kau tahu bukan di sana banyak sekali wisatawan." ujar Conrad dengan bangga. "Iya ... iya." sahut Ruby santai sambil mengangguk-angguk. "Hari sudah malam. Ayo, aku antar pulang." Conrad sudah menghabiskan satu sandwich ayamnya dan dia membawa pulang satu sandwich lagi pulang. Persiapan jika lapar di tengah malam. Conrad mengantar Ruby hingga depan gedung flat. Setelah Ruby masuk kedalam gedung tersebut, Conrad kembali ke kediamannya. Saat Conrad pergi, Ruby kembali keluar untuk melihat punggung Conrad yang berbelok arah. "Siapa orang itu?" suara seorang pria mendekat. "Teman." "Kau berselingkuh dariku?" "Sudahlah Joseph. Aku muak dengan kecemburuanmu yang berlebihan." ujar Ruby kasar. "Kau sudah berubah Ruby, sejak memasuki sekolah anak-anak kaya itu." "Berubah bagaimana?" "Kau sudah mulai menjauh. Kau pasti terpengaruh dengan kehidupan anak-anak sombong itu." "Hentikan, Joseph. Aku masuk ke sekolah itu karena beasiswa. Aku bekerja keras untuk mendapatkan semua itu dan aku tidak akan kehilangan beasiswaku hanya karena kecemburuanmu. Aku ingin hidup lebih baik lagi dari saat ini. Aku tidak akan membuang kesempatan untuk sukses hanya karena dirimu. Aku sudah lelah hidup miskin seperti ini." Mata Ruby berkaca-kaca. "Maafkan aku, Ruby. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku hanya merasa kau jauh dariku."  ujar Robert dengan menyesal. "Aku lelah. Pergilah." "Ruby!" Joseph menahan tangan Ruby yang hendak meninggalkannya. "Kau tahu bukan, jika dirimu tidak perlu bekerja keras seperti ini. Aku bisa mencukupi kebutuhanmu."  "Aku tidak perlu itu. Pergilah." Ruby menghentakkan tangan Joseph. Dia berlari menaiki tangga menuju ke flatnya. Di dalam flat kecil dengan tiga kamar, suasana tampak sangat sepi. . "Kau baru pulang, Ruby?"  "Ya, Mom." "Besuk ambil cuti kerja dan temani ayahmu di rumah. Mommy tugas malam sedangkan Rose ada audit di tempatnya bekerja dan Ryan akan kemping." Ruby menghela nafas mengingat dia akan sendirian mengurus ayahnya dengan postur tubuh yang cukup besar. "Baiklah, Mom." Wanita setengah baya yang masih terlihat cantik itu membaringkan suaminya di kamar kemudian menghampiri Ruby. "Bagaimana? Apa kau sudah mendapatkan seorang pria kaya di kampus?" tanyanya sambil mengambil toples kacang. Ruby menggeleng. "Aku sudah berinvestasi banyak padamu. Lihat dirimu, cantik dan mulus bagaikan pualam. Kau harus mendapatkan pria kaya yang bisa menopang hidupmu. Ketampanan itu nomor dua untuk apa tampan jika akhirnya tidak berguna." Wanita itu melirik kamar khawatir jika suaminya mendengar. "Aku mengerti mom." "Jangan hidup seperti diriku. Lihat sampai tua pun aku harus menderita. Aku harus bekerja keras membanting tulang mencukupi kebutuhan kalian semua." "Ya, Mom." Ruby memandang ibunya dengan sedih. "Tapi meski bagaimanapun kau harus menghargai Daddy mu. Meskipun kau lelah menjaganya, tapi dia tetap suamiku. Kau mengerti?" Ruby mengangguk. "Selamat malam, Mom." dia beranjak menuju kamarnya. Rose tidak melanjutkan kuliah, dia memutuskan untuk bekerja setelah lulus sekolah menengah. Saat ini Rose sudah menjadi seorang supervisor di sebuah mini market. Rose membantu mencukupi kebutuhan keluarga mereka semejak ayahnya stroke dan tidak lagi menghasilkan uang. Ruby dengan lesu menatap langit-langit kamarnya. Bergantung hidup pada Joseph? Itu sama saja kehidupannya tidak akan pernah berubah, miskin dan menyedihkan. Joseph memiliki usaha kecil yang menyuplai daging di beberapa mini market dan restaurant. Memang Joseph sedikit berduit, tetapi tetap saja pemuda itu tinggal di rumah kecil dengan truk boxnya. Ruby sudah mulai merasa lelah berhubungan dengan Joseph yang posesif dan selalu mengekang dirinya. Joseph adalah pria kasar yang pencemburu. Pikiran Ruby melayang ke Robert. Dia tidak setampan Conrad. Tetapi tak kalah gagah dan tampaknya lebih kaya. Namun, sampai saat ini Robert tidak melakukan pendekatan apapun dengan dirinya. Sedangkan Conrad, pemuda tampan bekas sopir itu selalu bersikap ramah padanya. Hari ini dia merasa jika Conrad begitu menyenangkan. Ruby resah, jika Conrad menyatakan perasaannya, haruskah dia memutuskan Joseph dan menerima pemuda itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD