bc

DUA HATI, Siapa Yang Kupilih?

book_age18+
20
FOLLOW
1K
READ
forbidden
kickass heroine
heir/heiress
kicking
enimies to lovers
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

Berada di tengah-tengah antara Paman dan sepupuku, harus membuatku selalu mengambil langkah hati-hati. harus ku akui mereka tampan dan pamanku masih sangat muda meskipun usianya sudah 41 tahun.Ketampanan keduanya diatas rata-rata. Banyak hal yang terjadi setelah aku menginjakkan kakiku di rumah mereka.Jujur saja aku menyayangi keduanya, tapi aku sadar bahwa aku hanya harus memilih satu di antara mereka.

chap-preview
Free preview
Prologue
“DIMANA KITA BISA MENDAPATKAN UANG?!” teriak seorang pria parubaya yang kini sedang berdiri dihadapan keluarganya, jari telunjuknya menunjuk seorang gadis yang tengah menunduk sedih, karena bentakan sang Ayah yang sebelumnya tidak pernah ia lihat. Seorang wanita parubaya menyentuh paha gadis itu, sentuhan itu mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja, ia harus menerima semuanya. Daripada tak kuliah sama sekali. Sementara ia adalah gadis yang pintar, hanya sayangnya beasiswanya diluar negeri. Satu hal yang tidak bisa gadis bernama Nessa itu terima, ia tidak bisa meninggalkan kedua orangtuanya yang kini beranjak sepuh. Nessa tak setega itu, ia harus mendapatkan pendidikan diluar negeri, namun meninggalkan kedua orangtuanya yang juga membutuhkan dirinya. Tapi, ia juga tidak bisa menolak permintaan orangtuanya, karena hanya dengan cara itu ia bisa mengangkat derajat keluarganya. Hanya dia harapan keluarganya, karena ia terlahir memiliki otak yang cerdas. Nessa memberanikan diri mendongak menatap sang Ayah. Tatapan itu penuh dengan arti, ia tidak mau, ia tidak ingin, ia tidak masalah jika tak kuliah. Namun, ia tidak boleh egois. Ini keinginan orangtuanya. Impian kedua orangtuanya ia bisa mengejar cita-citanya. “Ayah serius menerima Ness pergi ke luar negeri?” tanya Nessa di ambilnya dokumen yang ada diatas meja dan mengangkatnya didepan sang Ayah. “Jika Ness menandatangani ini dan Ayah setuju, artinya Kalis tak akan bisa pulang selama 2 tahun. Apakah Ayah dan Ibu mau kalau Ness tidak pulang kemari?” “Demi pendidikanmu. Ayah dan Ibu setuju, Nak. Jadi, Ayah mohon sama kamu, lagian kamu tinggal di rumah pamanmu. Jadi, tidak ada masalah kan? Kamu tidak sendiri di negeri itu, kamu masih ada Paman dan sepupumu yang seusia denganmu. Jadi, pleasee, bantu kami untuk bisa meraih impian kami. Kamu kuliah dan lulus menjadi sarjana adalah impian kami, Nak. Kesempatan ini juga tidak akan datang dua kali. Kalau kamu menolak, artinya kamu tak akan mendapatkan kesempatan bagus ini.” Wardana—sang Ayah—memohon dengan sangat. “Ibu bagaimana? Apa ini juga impian Ibu?” “Jika Ibu boleh jujur, Ibu memang memiliki impian seperti ayahmu. Ibu ingin melihat kamu memakai toga.” Delima, sang Ibu memang menginginkan hal yang sama. Nessa menunduk sesaat, manik mata Nessa melebar. Tatapannya diiringi dengan harapan sang Ayah, haruskah ia menolak? Tapi, sudah tidak ada jalan. Mau tidak mau dia harus menerima. Ia harus menjadi kebanggaan keluarganya. Ia tidak boleh menyerah sampai di sini. Ia sudah kuliah selama 2 tahun, namun tiba-tiba saja universitas tempatnya kuliah memberikan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri, entah mengapa beasiswa itu terlambat datangnya, Nessa pun tidak paham. Nessa meraih pena didepannya, jika ia menandatangani itu, artinya ia siap menerima konsekuensi hidup diluar tanpa sosok Ayah dan ibu yang selalu mendukungnya selama ini, yang selalu mengiringi langkahnya untuk menuju kesuksesan. Ia harus benar-benar berjuang sendiri. Nessa lalu menandatangani surat persetujuan itu, yang artinya ia harus bertemu dengan pamannya yang entah bagaimana wajahnya. Ia tidak tahu paman darimana itu. Kata sang Ayah, ia memiliki adik sepupu di Jerman. Jadi, Nessa akan tinggal di sana, dan kebetulan tempatnya kuliah nanti, sama dengan tempat kuliah sepupunya yang katanya usianya tak jauh darinya. Jadi, ada temannya dan ia tidak benar-benar sendiri. Nessa menunduk, ia ingin menangis, matanya menatap kertas yang sudah ia teken itu, Nessa tak bisa mundur, bukan tak bisa, tapi ia dituntut tidak boleh mundur. Kertas persetujuan itu yang akan menghantarkannya ke luar negeri, yang akan membawanya pergi dari sini. “Nak, menjadi mandiri itu keinginan semua orang, jadi belajarlah untuk mandiri tanpa Ayah dan Ibu, hidupmu akan lebih baik jika bisa berjalan sendiri, belajar sendiri dan hidup mandiri,” sambung Wardana yang berharap putrinya bisa menjadi orang sukses setelah kuliah diluar negeri. “Banyak orang yang menginginkan bisa melanjutkan pendidikan di luar negeri, dan kamu adalah salah satu orang yang beruntung bisa mendapatkan itu, jadi kamu harus menerimanya. Jangan buang kesempatan emas itu, tidak semua orang bisa mendapatkannya.” Delima melanjutkan, tak ada yang bisa ia lakukan selain mendukung keinginan suaminya, karena ini juga demi kebaikan putrinya yang kini juga sedang bingung bagaimana caranya melanjutkan kuliah dengan uang seadanya hasil jual tanah yang tak seberapa. Nessa mengangguk, ia tidak bisa menolak, dan ia dituntut untuk menerima. Jadi, Nessa menerimanya. Setelah beberapa hari memikirkan semua ini, akhirnya ia memutuskan menerima keinginan kedua orangtuanya. *** Beberapa hari telah berlalu, akhirnya Nessa tiba di Bandara Internasional Frankfurt, Jerman. Di tengah malam. Hanya ada beberapa pelancong yang mengubah penerbangan dengan melihat poster iklan. Terlihat juga gerobak pembersih menyapu lantai, kesibukan dilakukan setiap kali Bandara sepi. Nessa harus tiba larut mala karena harus berangkat malam dari Jakarta. Nessa berdiri di area penjemputan, ia bingung harus kemana, karena ini pertama kalinya menginjakkan kaki di Jerman, ia juga pertama kali naik pesawat, ia juga pertama kali menghirup udara luar negeri seperti Jerman. Dengan pakaian yang tertutup dan mantel yang cukup tebal, Nessa berdiri menunggu yang katanya akan menjemputnya. Hanya ada beberapa orang yang satu pesawat dengannya dan turun di tempat yang sama. Mereka sudah ada yang jemput, sementara Nessa masih harus menunggu. Kata sang Ayah, di Bandara nanti akan ada yang menjemput, namun tidak ada siapa pun yang menunggu di sini. Sesaat kemudian, suara klakson mobil terdengar, mobil lamborgini berwarna hitam parkir tepat didepannya. Lalu beberapa saat terdengar suara ponselnya. Nessa melihat nomor yang sudah di sematkan sang Ayah sebelum tiba di Jerman. “Kamu?” tanya pria yang berbicara dari dalam mobil mewahnya. “Saya … Nessa,” jawab Nessa. Untungnya Nessa lancar berbahasa Inggris. Karena ia adalah wanita yang cerdas yang dapat belajar dengan cepat. “Aku yang akan menjemputmu. Ayo naik,” kata pria itu. “Tapi barang-barang saya?” “Masukkan sendiri,” kata pria itu, yang kemungkinan adalah sepupunya, kata sang Ayah. Karena melihat wajahnya, sepertinya usia mereka tidak jauh. Beberapa saat kemudian, pintu belakang mobil terbuka secara otomatis, Nessa lalu memasukkan semua barang-barangnya di dalam bagasi tersebut, lalu tak lama mobil itu tertutup secara otomatis juga. Nessa lalu naik ke mobil yang pintunya terbuka ke atas, Nessa duduk di dekat kemudi, dan berusaha tenang. Siapa pria tampan itu? Apakah itu sepupunya? “Hai, nama saya Nessa, biasa di panggil Ness,” kata Nessa. “Kamu tidak usah berbahasa Inggris. Saya tahu bahasa Indonesia,” kata pria itu. “I’m … Bastian.” Bastian? Pria yang tampan. Ketampanannya diatas rata-rata.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook