Bab 9. Disuruh Makan

1096 Words
"Enggak usah ke rumah gua buat ngejemput bisa kali, ya?" celetuk Alleta yang sedari tadi terdiam. Rion yang sedari tadi fokus mengemudi sontak memandang Alleta dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia menghela napasnya kasar sebelum akhirnya kembali fokus menatap ke depan. "Kenapa?" tanya Rion. Alleta berdecih lantas memutar malas bola matanya. Sampai kapan pun dia tak akan pernah bisa menyukai Rion. Alleta adalah tipekal gadis yang akan jatuh cinta jika dirinya yang pertama kali jatuh cinta, pria idamannya 11 12 dengan sosok suaminya sekarang. Bagi seorang Alleta itu terasa menantang daripada harus menyukai orang yang terang-terangan mengejar dirinya. "Ortu gue ngelarang gue deket sama cowok sembarang, jadi lu paham maksud gua, 'kan, Kak?" tangkas Alleta sembari melirik sekilas Rion. Rion sempat mencerna ucapan Alleta mengenai 'cowok sembarangan' jelas Alleta secara tidak langsung mengatakan pada dirinya bahwa Rion adalah laki-laki sembarangan. Rion mengenggam tangan Alleta, dia menoleh dengan senyuman manis. "Maaf mungkin habis ini lu bakal kena masalah sama keluarga lu," ucap Rion dengan tulus. Alleta tersentak saat Rion mengenggam tangannya. Dengan kasar gadis itu menyentak tangan Rion membuat laki-laki itu mendesah. "Apaan sih!" ketus Alleta. "Iya-iyalah! Gua bakal kena masalah sama lakik gua kalau dia sampe tau," sambung Alleta dalam hati. Rion memakirkan mobilnya di parkiran kampus. Laki-laki itu menoleh pada Alleta yang tengah melepaskan sabuk pengamannya. Untuk pertama kalinya dirinya dan Alleta ada dalam satu mobil yang sama, jelas itu akan menjadi momen paling istimewa dalam hidupnya. "Thanks." Alleta membuka pintu mobil lantas pergi tanpa menatap Rion. Laki-laki itu tersadar dari lamunannya. Dia menatap punggung kecil Alleta yang berjalan menjauhi, Rion mendesah berat. Tatapan mata laki-laki itu berubah nanar saat memandangi langkah Alleta yang kian menjauh? Di sisi lain, Alleta melempar totebag miliknya di bangkunya. Dia mendudukkan dirinya di kursi miliknya, tanpa menyapa kedua sahabatnya, dia memilih untuk menelungkupkan wajahnya pada meja. Mila dan Kalea yang melihat itu sontak saling pandang lantas mengedikkan bahu mereka bersamaan. Mila berinisiatif untuk mendekati Alleta begitu juga dengan Kalea, mereka memandang bingung Alleta yang masih menelungkupkan wajahnya. "Lu kenapa, Ta?" tanya Kalea mewakili Mila. "Gua enggak papa." Sahutan lirih itu membuat Mila mengerutkan keningnya tak percaya. "Lo sakit, Ta?" tanya Mila sembari menyentuh kening Alleta. "Enggak panas," gumamnya. "Woi, Alleta!" Alleta menegakkan tubuhnya diikuti dengan Kalea dan Mila yang langsung menatap Cindy yang berlari ke arah mereka. Alleta berdecak sebal saat teriakan Cindy menganggu dirinya yang sedang ingin tidur. "Apaan sih Cin teriak-teriak? Ini masih pagi," ketus Mila. Cindy mengabaikan ucapan Mila, gadis itu berjalan dengan napas tak teratur ke arah meja Alleta yang duduk paling depan. Gadis itu menatap Alleta dengan tatapan penuh selidik sebelum berbicara, Cindy mengatur napasterlebih dahulu. "Lu dianter kak Rion, heh?! Kok bisa katanya enggak suka?! Kalian jadian, ya?" sosor Cindy dengan napas menggebu. "Hah?! Lu seriusan, Cin?!" "Lu hutang cerita, Ta!" Alleta memijat keningnya mendengar pertanyaan beranak milik Cindy diikuti seruan terkejut Mila dan Kalea. Gadis itu memandang tajam Cindy membuat dia meringis sembari menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. "Bisa diem dulu enggak?!" Alleta menarik napasnya dalam-dalam. "Tuh onta yang dateng sendiri ke rumah buat jemput terus ya, sialan emang! Gua mau nolak juga enggak enak kali, dia udah dateng." Mila menganggukkan kepalanya. "Iya, sih. Beda konsep kalau dia ngabarin dulu mau jemput masih bisa ditolak," ucap Mila. Cindy yang mendengar penjelasan Alleta menjatuhkan bokongnya di kursi miliknya, bahu gadis itu merosot. Dia memandang sendu ke arah Alleta. "Padahal gua udah berharap kalian jadian," cetus Cindy yang dihadiahi lemparan pulpen oleh Alleta. "Gila lu!" desis Alleta dengan mata mendelik membuat Cindy terkekeh. "Bercanda elah," jelas Cindy. "Konsep apa?" Ketiga orang itu menatap Kalea yang saat ini menampilkan wajah cengo miliknya. Alleta menepuk jidatnya diikuti oleh Cindy dan Mila. Dengan gemas Mila meraup wajah Kalea membuat Kalea mendengus kesal. "Mila tangan lu bau!" jerit Kalea dengan ekspresi jijik. Mila sontak saja mencium tangannya, gadis itu terkekeh pelan. "Oh iya, orang habis nyebokin si Pelangi," kekeh Mila. "HUAAAA MILA SIALAN LU!" jerit Kalea histeris membuat ketiga sahabatnya terbahak-bahak. *** Abi merogoh ponsel miliknya di saku jasnya. Pria itu segera membuka aplikasi w******p, matanya tertuju pada sebuah pesan tersemat di aplikasi itu. Jarinya bergerak untuk membuka ruang pesan itu, "Si Cerewet" nama yang Abi berikan pada gadis itu. Jarinya bergerak mengetik beberapa kata sebelum mengirimkan pesan itu, Abi sempat melirik jam yang berada pada ponselnya di bagian atas. Sudah waktunya makan siang seharusnya dia juga tengah makan siang sekarang. From you to Si Cerewet: Jangan lupa makan siang. Nanti saya pulang mau dibawain apa? Abi melangkah menjauhi ruangan rapat bersama sekretarisnya. Tak berselang lama ponselnya berbunyi dengan cepat Abi membuka pesan dari orang yang baru saja dia kirimi pesan. Senyuman tipis terbit di wajahnya, setelah membalas pesan itu dengan kata 'oke' Abi kembali memasukkan ponselnya. Di seberang sana, seseorang tengah mengulum bibirnya menahan senyum saat mendapat pesan dari seseorang. Jari lentiknya bergerak mengetik beberapa kata sebagai balasan. From you to Ganteng Tapi Galak: Aku mau dibawain camilan khas Yogyakarta aja "Alleta, lu mau pesen apa?" Alleta yang tengah menunduk menatap layar ponselnya lantas mendongak menatap Cindy. Gadis itu berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan ingin memakan nasi goreng bakso bakar. "Nasi goreng bakso bakar, minumnya jus alpukat aja. Thanks ya, Cin," balas Alleta yang diangguki oleh Cindy. "Lu chattan sama siapa?" tanya Kalea sembari melirik ponsel Alleta yang langsung ditutup oleh gadis itu. "Bukan siapa-siapa kok, Kal." *** Di Daerah Istimewa Yogyakarta Abi baru saja tiba di sebuah rumah makan sederhana, rumah makan yang menyajikan makanan khas Daerah itu. Abi berjalan seorang diri, karena sekretarisnya memilih untuk makan di restoran dekat sana. Pria itu berjalan dengan tenang, tetapi dari arah sebaliknya seorang perempuan tengah berjalan tergesa-gesa sembari menunduk menatap ponsel. Belum sempat Abi menghindar keduanya harus mengalami isinden tabrakan bak sebuah film pertemuan dua pemeran protagonis. "Awssss ... maaf saya engg—" Perempuan itu mendongak, ucapannya menggantung di udara dengan mata membulat. "Loh, Abi?!" serunya. Berbanding terbalik dengan perempuan itu yang terkejut, Abi hanya menatap datar perempuan yang baru saja menabraknya. Tatapan penuh puja itu membuat Abi merasa risih ditambah beberapa pasang mata tengah memperhatikan mereka sekarang. "Maaf, siapa?" tanya Abi. "Loh lupa? Gua temen SMP lu dulu. Aduh sorry ya, Bi. Gua enggak sengaja," ucapnya diakhiri nada tak enak. "Hm," balas Abi seadanya. "Gimana sebagai gantinya gua traktir lu aja?" tawar perempuan itu. "Enggak usah," balas Abi diikuti gelengan kecil. Perempuan itu berdecak lantas menarik tangan Abi tanpa persetujuan membuat pria itu memandang tajam perempuan di hadapannya. "Gua enggak nerima penolakan." Abi mendesah berat. Jika ini bukan di tempat umum sudah dipastikan Abi akan mendorong kasar perempuan di hadapannya ini. "Terserah."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD