Bab 4. Menginap

1130 Words
Alleta bangun lebih awal dari biasanya. Saat ini gadis itu tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Abi. Sebuah omelet tersaji di atas meja dengan segelas s**u vanila dan cokelat. Gadis dengan kemeja putih dan celana jeans itu tengah memotong beberapa buah yang akan dia makan setelah meminum s**u di dalam mobil. Terbiasa hidup sehat membuat Alleta jarang sekali jajan sembarangan, kecuali jika gadis itu benar-benar ingin. Dari arah sebaliknya, Abi tengah menuruni tangga dengan setelan kantor. Alleta menghela napas kasar, sejenak dia terpaku dengan kegagahan sang suami. Dia berharap Abi sudah memaafkan kesalahan yang dia lakukan kemarin. Bermarah-marahan terlalu lama membuat Alleta merasa tak nyaman. Alleta menatap Abi yang memundurkan kursi dan duduk di sana. Dia segera memberikan Abi piring yang sudah berisikan omelet, menghindari hal sama terulang kembali. "Maaf cuman sarapan ini aja." Alleta menatap lekat sang suami. "Hm." Mendapat sahutan sesingkat itu membuat gadis itu menghela napas kasar. Dia mencoba menenangkan hati dengan menarik napas dalam-dalam. Alleta mendudukkan diri di samping Abi, berusaha menikmati sarapan miliknya. Satu gelas s**u cokelat ditegak habis oleh Abi. Laki-laki itu mengambil selembar tisu lantas mengelap sudut bibir yang berisi noda makanan. Dia menatap Alleta yang masih menghabiskan sarapannya dengan tenang. "Buruan makan, ini udah siang," cetus Abi dengan wajah datarnya. Alleta menoleh. "O―oh, oke," balasnya. *** Alleta mendudukkan diri di bangku miliknya. Dia menghela napas gusar, sepertinya Abi masih marah. Di mobil laki-laki itu hanya bicara mengenai satu hal, mereka yang harus mengunjungi kediaman orangtua Abi atas permintaan Risya―mertuanya. Gadis itu menelungkupkan kepala di atas meja. Dia kehabisan akal untuk membujuk Abi agar tak marah lagi. Alleta merasa gerah jika harus seatap dengan orang yang marah padanya. Itu akan membuat gadis itu merasa tak tenang. "Lo kenapa, Ta?" Mila yang baru memasuki kelas mengerutkan kening melihat Alleta yang nampak lesu itu. Mila mendudukkan diri di samping Alleta, dia menatap lekat Alleta yang masih menelungkupkan kepalanya. Raut wajah gadis itu berubah menjadi khawatir saat Alleta tak memberikan respons apa pun. "Ta, lu enggak papa?" tanya Mila sekali lagi. Alleta menggeleng dengan lemas. "Enggak papa. Cara biar dimaafin gimana ya?" balasnya sekaligus bertanya. Mila yang mendengarkan itu mengerutkan kening, dia memandang Alleta dengan tatapan aneh. Mila meletakkan buku yang dia ambil dari tas di atas meja, dia menegakkan tubuhnya dengan tatapan memandang fokus ke depan. "Minta maaf, jelasin apa kesalahan lo dan jangan diulangin lagi. Lu ngelakuin kesalahan apa?" jawab Mila. Alleta menegakkan tubuhnya, mata gadis memandang sekilas Mila. Alleta menggelengkan kepalanya pelan, tak mungkin dia bercerita pasal Abi atau sahabatnya akan tahu jika dia memiliki seorang suami. "Enggak papa, Mil." *** Alleta memasuki mobil Abi yang telah menunggunya di dekat terminal bus. Sesuai ucapan sang suami itu, dia akan menjemput Alleta sepulang kuliah dan mengajak Alleta ke rumah orang tuanya. Abi bahkan sempat pulang ke rumah untuk mengambil keperluan sang istri. Abi menoleh, dia memandang Alleta yang tengah memejamkan mata sembari menyandarkan tubuh. Sepertinya istrinya itu sangat kelelahan dilihat dari raut wajah Alleta. Tanpa mengatakan apa pun Abi menjalankan mobilnya dengan kecepatan normal. Alleta membuka mata, dia menatap Abi dengan begitu intens. Sudah tiga hari mereka dalam satu atap yang sama dan sudah satu hari juga Abi mendiami dirinya. Sadar tengah diperhatikan, Abi pun menoleh. "Kenapa?" tanya Abi lantas kembali menatap lurus ke depan. Alleta mengembuskan napas kasar. "Aku mau minta maaf sama Kakak udah pergi tanpa izin, aku beneran lupa. Aku janji enggak akan ngulangin," ucap Alleta. Abi meliriknya sekilas lantas menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, dimaafin." Setibanya mereka di kediaman orang tua Abi, Risya telah menyambut anak dan Alleta di depan pintu masuk. Wanita paruh baya itu segera memeluk tubuh Alleta dengan erat membuat Abi memandang kedua perempuan itu dengan tatapan datar. Rasanya sudah biasa ini terjadi, bukan? Jika nanti mereka memiliki anak tentu anak merekalah yang disambut, dirinya ataupun Alleta akan terlupakan begitu saja. "Ya ampun, Sayang. Akhirnya kamu ke sini juga," cetus Risya dengan bahagia. Alleta meringis, dia merasa bersalah karena tak mengunjungi mertuanya. Di sisi lain, Abi telah masuk ke dalam kamar mengabaikan adegan penuh dramatis di depan pintu itu. "Maaf ya, Ma. Maaf aku baru ke sini," balas Alleta merasa tak enak hati. "Enggak papa, Cantik. Gih kamu ganti baju dulu." Abi yang tengah memejamkan mata tersentak kaget saat melihat Alleta yang memasuki kamar. Dia kembali memejamkan mata mengabaikan Alleta yang tengah sibuk memilah pakaian. Gadis itu mendengus kasar. Abi terlalu betah untuk sedikit berbicara, sedangkan dia sangat membenci kesunyian. Apa dia harus selalu membuka obrolan terus? "Kita nginep, Kak?" tanya Alleta dengan pandangan yang terfokus pada cermin karena dirinya tengah membersihkan wajah dari polusi jalanan. "Iya. Enggak papa?" balas Abi dengan mata terbuka. "Enggak papa, Kak. Kasian juga mama kalau sendiri." Alleta menoleh ke belakang. "Kenapa kita enggak tinggal di sini aja?" Abi yang mendengar itu mengubah posisinya menjadi duduk. Dia memandang lekat sang istri yang tengah melakukan perawatan pada wajahnya. Hal ini selalu Alleta lakukan setiap dia kembali dari kampus dan Abi sendiri tak tahu gunanya untuk apa selain untuk menghapus riasan. Setahu Abi, Alleta juga tak pernah menggunakan riasan berlebihan saat ke sekolah hanya bedak bayi dan lipbalm. "Kamu butuh privasi, Alleta. Bagaimanapun kamu punya caramu tersendiri dalam mengurus pernikahan ini. Dengan tinggal dengan mertua itu sama aja kamu kehilangan privasi kamu. Saya juga mau memberikan kenyamanan untuk kamu agar kamu bisa melakukan apa pun seperti di rumahmu sendiri dengan batasan." Alleta terdiam mendengar ucapan Abi, tangannya yang tengah membersihkan area leher terhenti. Dia tak menyangka jika Abi akan memikirkan kenyamanan dirinya, dia pikir Abi tak akan memikirkan sejauh itu. "Makasih, Kak," ucap Alleta tulus. "Iya, sesekali kita bakal nginep di rumah orangtua saya atau kamu. Kamu anak satu-satunya, mereka pasti kesepian enggak ada kamu." *** Di sinilah Alleta sekarang, ruang keluarga. Setelah makan malam ibu mertuanya langsung menarik tangan Alleta menuju ruang keluarga, sedangkan Abi tengah berada di ruang kerja sang ayah. Alleta mendengarkan dengan saksama cerita masa kecil Abi yang terdengar menarik untuk dia dengar. Tak jarang mereka juga tertawa bersama tanpa ada rasanya canggung. "Abi malah dulu pernah ngompol di celana waktu dia masih SD," ucap Risya dengan kekekahan kecil. Alleta ikut terkekeh. Dia tak menyangka jika dulu suaminya adalah sosok yang ceria dan penuh tingkah. Alleta penasaran dengan sifat lain suaminya itu. Risya menatap lekat sang menantu, tatapan wanita itu berubah serius. Dia menggengam kedua jari Alleta dengan lembut, wanita itu tersenyum manis. "Makasih udah nerima perjodohan ini. Mama yakin kamu emang yang terbaik buat anak Mama," ucap Risya dengan ketulusan. "Ma ...," lirih Alleta merasa terharu. "Tolong jaga Abi untuk Mama, ya. Abi enggak seburuk itu kok, Sayang. Dia anaknya perhatian, dia cuman belum nemu kenyamanan sama kamu. " Alleta yang mendengar itu menatap lekat Risya, dapat dia lihat tatapan keseriusan di mata ibu mertuanya. Alleta mengangguk pelan membuat Risya langsung menarik tubuh Alleta dalam pelukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD