Acara Perpisahan Sekolah
Lorna berdiri di tengah panggung, cahaya lampu sorot membingkai tubuh kurusnya yang dibalut kostum balet berwarna putih. Rambut panjangnya yang hitam mengilap tertata rapi dalam sanggul sempurna, menyisakan beberapa helai halus yang jatuh di pelipisnya. Nafasnya teratur, berusaha mengendalikan debar jantung yang berpacu seiring dengan detik-detik pertunjukan dimulai.
Di belakangnya, beberapa anggota timnya berdiri dalam formasi yang sudah mereka latih berbulan-bulan. Mata mereka berkilat-kilat dengan semangat dan sedikit kegugupan. Aula besar sekolah telah dipadati penonton. Barisan kursi depan diisi oleh para guru, kepala sekolah, dan tamu kehormatan. Di belakang mereka, siswa kelas tiga yang akan segera lulus duduk dengan antusias, sementara orang tua mereka menonton dengan penuh kebanggaan. Beberapa dari mereka mengangkat ponsel, siap merekam pertunjukan ini sebagai kenang-kenangan.
Musik mulai mengalun, dentingan piano yang lembut menggema di seluruh aula. Lorna menutup matanya sejenak, meresapi setiap nada yang mengalir. Begitu irama mulai meningkat, dia dan rekan-rekannya mulai bergerak. Setiap gerakan mereka adalah hasil latihan yang melelahkan selama berbulan-bulan. Kaki-kaki mereka bergerak lincah, tubuh mereka melayang seolah tanpa bobot. Rok tutu mereka berputar ringan, seolah menari bersama angin.
Lorna memimpin gerakan dengan elegansi yang sulit ditandingi. Dia melakukan pirouette dengan sempurna, tubuhnya berputar cepat namun tetap anggun. Sorakan kecil terdengar dari beberapa penonton, kagum akan kemampuannya. Teman-temannya menyusul, membentuk koreografi yang terkoordinasi dengan indah. Setiap langkah terasa harmonis, setiap ayunan tangan memiliki makna tersendiri.
Tatapan Lorna tetap fokus. Ia tahu betul bahwa ini adalah pertunjukan terakhirnya di acara perpisahan kelas 12 ini. Meskipun dirinya masih berada di kelas satu, kesempatan tampil di panggung sebesar ini bersama para penari senior adalah kehormatan besar. Ia ingin memberikan yang terbaik.
Ketika bagian solo tiba, Lorna melangkah ke depan panggung. Musik berganti menjadi lebih pelan, memberikan kesempatan bagi dirinya untuk menampilkan gerakan yang lebih ekspresif. Ia mengangkat satu kaki tinggi-tinggi, lalu melompat dalam grand jeté yang sempurna. Para penonton menahan napas, beberapa bahkan secara refleks berseru kagum. Tubuhnya melayang beberapa detik di udara sebelum ia mendarat dengan ringan. Sebuah senyuman kecil terbit di wajahnya, tanda bahwa ia tahu bahwa ia telah berhasil.
Di barisan penonton, kepala sekolah tersenyum bangga. Para guru membisikkan pujian satu sama lain. Orang tua murid yang menyaksikan juga tampak terpesona. Beberapa bahkan terlihat berkaca-kaca, terharu dengan keindahan tarian yang sedang mereka saksikan.
Bagin Lorna, dunia saat ini hanya terdiri dari panggung, musik, dan gerakan tubuhnya yang menyatu dengan alunan nada. Ia mengakhiri tariannya dengan pose terakhir yang memukau. Musik berhenti. Sunyi sejenak sebelum akhirnya aula dipenuhi oleh tepuk tangan meriah.
Sorak-sorai menggema di seluruh ruangan. Beberapa siswa kelas 12 bersuit, sementara para guru dan kepala sekolah bertepuk tangan dengan ekspresi kagum. Lorna membungkuk dengan anggun, diikuti oleh anggota timnya. Mereka saling menatap dengan senyum lebar, merasakan kebanggaan yang sama. Semua kerja keras mereka terbayar lunas.
***
Di balik panggung, Lorna mengusap keringat dari dahinya. Jantungnya masih berdegup kencang, adrenalin dari pertunjukan masih mengalir di nadinya.
"Itu luar biasa..!!" ujar salah satu temannya, Graciel sambil menepuk bahunya.
"Kalian juga," jawab Lorna dengan tawa kecil. Ia merasa lega dan puas.
***
Ruang ganti dipenuhi tawa dan kegembiraan. Suasana di dalamnya riuh dengan suara percakapan penuh antusias, sementara para penari masih merasakan adrenalin yang tersisa dari pertunjukan barusan. Gaun-gaun balet mereka masih melekat di tubuh, beberapa sudah mulai melepasnya dan berganti pakaian, sementara yang lain masih menikmati momen kemenangan ini sedikit lebih lama.
"Kamu luar biasa, Lorna!" Seru Graciel, salah satu teman Lorna, dengan suara bersemangat. Ia menepuk bahu Lorna dengan penuh semangat. "Aku merasa kita seperti sedang tampil di panggung opera besar!"
"Dan mereka lebih fokus dengan penampilanmu, Lorna," tambah Diana, teman lainnya, yang masih sibuk membenahi rambutnya yang terurai dari sanggulnya. "Aku hampir lupa gerakanku sendiri karena terlalu terpesona melihatmu di tengah panggung."
Lorna tertawa kecil, merasa pipinya memanas karena pujian itu. "Jangan berlebihan. Kita semua tampil luar biasa. Ini berkat kerja sama kita."
"Tapi tetap saja, kau melakukan grand jeté itu dengan sempurna!" ujar Graciel. "Aku bisa mendengar beberapa orang di barisan depan menghela napas terkejut saat kau melompat. Aku yakin kepala sekolah pun ikut terkesima."
Lorna tersenyum lebih lebar. Ia merasa ringan, penuh kebahagiaan. Setelah berbulan-bulan latihan intensif, hasilnya benar-benar memuaskan. Bahkan, saat ia melompat di udara tadi, rasanya seperti terbang, seakan seluruh dunia hanya miliknya untuk sesaat.
"Kalian lihat wajah para senior kita tadi?" tanya Karina, salah satu penari lainnya, sambil melepas sepatu baletnya dengan hati-hati. "Mereka benar-benar terlihat tersentuh. Aku bahkan melihat beberapa dari mereka menangis."
"Aku juga melihat itu," kata Diana sambil tersenyum. "Sepertinya mereka tidak menyangka akan mendapatkan perpisahan yang begitu indah dari kita. Aku senang bisa memberikan kenangan yang baik untuk mereka."
Mereka semua mengangguk setuju. Malam ini bukan hanya malam mereka, tapi juga malam untuk para kakak kelas yang akan meninggalkan sekolah. Bisa membuat mereka tersenyum dan terharu adalah hadiah terbaik yang bisa diberikan oleh tim tari mereka.
Sementara mereka masih asyik berbincang, pintu ruang ganti terbuka, dan seorang wanita berusia sekitar 40 tahun dengan rambut pirang sebahu, yang diduga sebagai pelatih tari mereka, masuk dengan wajah penuh antusias.
"Kalian semua luar biasa di panggung!" seru wanita itu dengan mata berbinar. "Semua orang membicarakan betapa indahnya pertunjukan tadi, bahkan para guru pun memuji kalian."
"Serius?" tanya Diana dengan mata membulat.
Pelatih itu mengangguk cepat. "Iya! Bahkan aku mendengar beberapa orang tua bilang kalau mereka tidak menyangka pertunjukan sekolah bisa sebagus ini!"
Mendengar itu, tawa dan sorakan kecil memenuhi ruangan. Kegembiraan mereka semakin bertambah. Malam ini benar-benar terasa sempurna.
Saat suasana mulai mereda sedikit, Lorna mengambil botol minumnya dan meneguk isinya dengan perlahan. Tubuhnya masih terasa hangat akibat pertunjukan tadi, tetapi kelelahan yang menyenangkan mulai merayapi otot-ototnya. Ia duduk di bangku kecil di sudut ruangan, membiarkan dirinya menikmati momen ini.
Sementara itu, teman-temannya masih larut dalam obrolan. Beberapa mulai mengunggah foto dan video ke media sosial, membagikan kebahagiaan mereka kepada dunia luar.
"Kita pasti akan viral!" ujar Karina sambil tertawa. "Aku yakin video kita akan banyak yang menonton."
"Aku harap begitu," ujar Graciel. "Karena setelah semua kerja keras kita, kita pantas mendapatkan apresiasi."
Lorna hanya tersenyum mendengar itu. Ia bukan tipe orang yang terlalu peduli dengan popularitas, tetapi jika penampilan mereka bisa membuat orang lain terinspirasi atau merasa bahagia, itu sudah lebih dari cukup baginya.
Di luar ruang ganti, suara langkah kaki yang perlahan berkurang menandakan bahwa aula mulai sepi. Acara perpisahan sudah selesai, dan sebagian besar tamu telah pulang. Namun, bagi Lorna dan teman-temannya, malam ini akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan.