Tersesat

1018 Words
"Wah gila! Sekolahnya keren bener," takjub Sofian salah satu rekan Ily dan Vera dalam lomba mading tahun ini. Ketiganya masih menatap takjub gedung-gedung bertingkat tiga dan empat yang ada didepannya, halaman yang luas serta air mancur didepan gedung utamanya yang menarik perhatian mereka. "Gue nggak nyesel dateng kemari" ujar Vera dengan mata masih melongos memandangi keindahan Tribakti. "Ternyata benar ya kata mereka, sekolahnya bukan sekolah biasa" Ily juga ikut bersuara setelah melihat parkiran sekolah yang dipenuhi dengan mobil mewah yang berjejeran, Vera dan Sofian mengangguk menyetujui perkataan Ily. Mereka memang sudah mendengar tentang sekolah yang bergengsi ini, hanya saja mereka belum pernah menginjakkan kaki sebelumnya jadi wajar jika mereka sangat takjub melihat sekolah Tribakti. Selain karena prestasinya, Tribakti juga terkenal sebagai sekolah anak orang kaya. "Kalian mau terus disitu?" Ketiganya monoleh kearah pak Bondan yang berdiri di pintu masuk. Karena tak ingin membuat kumis pak Bondan menegang, Ily, Sofian dan Vera berlari dan mengikutinya. Mereka berjalan memasuki aula Tribakti, lagi-lagi mereka dibuat tercengang. Aulanya bahkan 5 kali lipat lebih besar dari sekolah mereka, panggung besar yang ada didepan serta layar besar tertempel didinding aula. Benar-benar megah. "Mereka juga dateng ikut lomba, pak?" Vera bertanya pada pak Bondan tak menatapnya. Matanya memperhatikan orang-oranng yang memakai seragam yang berbeda. Dan ada juga yang seragamnya sama dengan yang dikenakannya. Putih abu-abu. "Ya. Kalian akan bersaing dari 25 sekolah yang berbeda. Yang hadir disini itu hanya sekolah yang terpilih karena prestasinya." Setelah pak Bondan berbicara terdengar instruksi bagi para peserta lomba untuk duduk memperhatikan aturan-aturan dan juga pembukaan lomba.                                  * * * "Ily temanin gue ke toilet dong!" Vera menarik-narik tangan Ily untuk keluar dari aula, karena kasihan Ily mengikutinya karena sejak tadi Ily memang memperhatikan gelagak Vera seakan menahan sesuatu. Mereka berdua berjalan menusuri koridor yang dipenuhi siswa-siswi Tribakti yang berlalu lalang. Tak jarang keduanya jadi pusat perhatian karena seragam yang digunakannya berbeda dengan mereka. Setelah Ily dan Vera merasa telah berjalan cukup jauh kedua berhenti dan saling berpandangan. "Kita mau kemana, Ly?" "Ke toilet, kan?" Vera mengangguk "Emang kamu tau toiletnya dimana, Ver?" Lanjut Ily membuat Vera melongo, apa orang didepannya benar-benar Ily? "Lah kok lo nanya gue sih?" "Terus aku harus nanya siapa? Kan cuma kita berdua disini," "Gue kira lo tau. Terus kenapa kita kesini?" Vera melihat kesana-kemari "Katanya kamu mau ke toilet, kan? Makanya kita cari" Vera menatap Ily tak habis pikir. Apa benar gadis yang ada didepannya itu adalah gadis terpintar disekolahnya. "Mana ada toilet di taman sekolah, Ily. Emang lo pikir ini taman kota apa?!" Vera berjalan meninggalkan Ily, seketika keinginannya untuk buang air hilang. Ily berjalan mengikutinya, ia membiarkan Vera yang menuntun jalan. "Ly?" Ily berdehem, "Kayaknya tadi kita nggak lewat sini deh," ujar Vera mulai kebingungan. Ily memperhatikan sekelilingnya kemudian menabok kepala Vera. Vera hanya mengelus-elus kepalanya yang sedikit sakit. Ily menggerutu tidak jelas, gedung Tribakti terlihat kecil dari seberang itu berarti mereka cukup jauh. Ily mencari jalan untuk sampai kesana dengan berputar-putar untuk sampai. Bisa saja ia mengambil jalan pintas tapi resikonya akan menghancurkan tanaman-tanaman yang sengaja dirawat. Dan Ily tidak mau mengambil resiko, jika dia melakukannya, anak Tribakti akan menggantungnya hidup-hidup didepan pagar. "Ayo cepattan Vera!" Teriak Ily melihat Vera berjalan terseok-seok "Kaki gue sakit" rengek Vera langsung berjongkok "Ayo Vera!" Ily menarik Vera untuk berjalan "Sebentar lagi, tuhhh disana! Kita tinggal nyebrang jembatan aja" tunjuk Ily tanpa melepaskan tarikannya. Mereka berjalan menuju jembatan meski mereka sudah lelah. Pasti pak Bondan dan Sofian akan mencarinya, sudah sejam mereka pergi tanpa mengabari pak Bondan. Ily dan Vera tidak membawa ponsel dan untungnya saja mereka telah menyelesaikan lombanya. Saat berjalan menuju jembatan, Ily dan Vera harus melewati beberapa anak laki-laki yang sedang mengobrol heboh di jembatan. Ada yang duduk dipinggir pembatas, ada yang bersandar dan ada juga yang duduk dibawah. Meski merasa canggung Ily dan Vera tetap berjalan kesana. Saat melihat dua gadis berjalan kearah mereka, ketiga siswa itu berhenti tertawa dan saling pandang. "Permisi, kami mau lewat" Ketiganya masih terdiam menatap Ily dan Vera. Karena tidak ditanggapi, Ily langsung menarik tangan Vera untuk berjalan menyebrangi jembatan tidak perduli dengan tatapan ketiganya. "Tunggu!" Ucap salah satu dari mereka.  Kesal karena tidak dituruti, salah satu siswa itu berjalan menghalangi jalan Ily dan Vera. Ily mengernyit sedangkan Vera menatap pria didepannya dengan takjub. "Lo nggak punya kuping ya? Gue bilang berhenti ya lo harus berhenti!" "Nih" Ily memperlihatkan telinganya "dan kenapa aku harus berhenti? Emang kamu siapa? Kenal juga nggak! Dan kamu nggak punya mata ya?" "Lo nggak liat ini ya?" Siswa itu menunjuk matanya "lo pikir ini dengkul apa?!" Lanjutnya "Ya kali aja dengkul kamu pindah kesana." Siswa itu melotot, kedua temannya tertawa sedangkan Vera mencubit pinggang Ily, "Minggir!" Ily mendorongnya tapi tidak berhasil "Nama lo siapa?" Tanyanya. Ily tidak menjawab dan terus berjalan tapi siswa itu terus mengikutinya, bukan hanya itu, dia mendorong Vera untuk kebelakang sedangkan dirinya berjalan disamping Ily. Dia terus bertanya membuat Ily geram. "Mau kamu apa sih?" Ketus Ily "Gue cuma mau tau nama lo kok," "Vera, nama aku Vera." Ucap Ily asal "Itu nama gue Ily" celetuk Vera membuat Ily melotot kerahanya "Gue nggak nanya namanya" siswa itu menunjuk Vera "gue maunya nama lo!" Tunjuknya pas kewajah Ily "Miranda Kerr" ujar Ily membuat siswa itu menahan tawanya begitupun Vera. Karena kesal Ily meninggalkannya, sebelum itu dia memberi pelajaran siswa itu dengan menendang kakinya.                                * * * Benar saja. Pak Bondan dan Sofian langsung menyembur Ily dan Vera karena pergi tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Pak Bondan tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimana tidak seharusnya 1 jam yang lalu mereka telah kembali ke hotel untuk beristirahat jika Ily dan Vera tidak menghilang. "Kenapa diam? Kalian nggak mau jelasin kenapa kalian bisa ngilang?!" Tanya Sofian setelah pak Bondan selesai bicara dan kedua temannya itu hanya diam tak berniat untuk buka mulut. Mereka berjalan dibelakang pak Bondan. "Buat apa? Nggak penting juga, kan? Kitanya terlanjur dimarahi. Jelasin ataupun nggak sama-sama nggak ada bedanya." Ujar Vera mempercepat langkahnya. "Pengumumannya kapan?" Tanya Ily "Besok akan diumumin pemenangnya. Setelah itu kita akan jalan-jalan deehhh" Sofian sumringah karena tidak sabar melihat-lihat kota Jakarta. Ini pertama kalinya dia datang kemari begitupun Ily dan Vera. Bersambung. . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD