02. MPH

1120 Words
"Bar," panggil Meisya dengan nada yang di lembut-lembutkan. "Hm?" tanya Bara yang masih fokus menatap ke arah layar laptopnya. Pria itu tetlihat tengah sibuk mengetik sesuatu di sana. "Ish Bara dengerin aku dulu," titah Meisya kesal sambil menutup laptop yang berada dipangkuan sang suami. Akhirnya Bara pasrah dan menatap Meisya. Ia juga meletakkan laptop yang ia pegang. "Aku mau kerja," kata Meisya tiba-tiba. "Nggak," tolak Bara cepat. "Aku mau kerja," ujar Meisya sekali lagi saat menerima tolakan dari suaminya. "Nggak," ulang Bara yang masih mau mengizinkan Meisya. "Aku. Mau. Kerja," eja Meisya dengan jelas setiap katanya. "Nggak." "Aku mau kerja Bar, kok nggak?" heran Meisya. Padahal zaman sudah modern dan wanita berjejal sudah banyak di luaran sana, kenapa suaminya masih tidak mengizinkannya untuk bekerja. "Aku nggak ngizinin kamu kerja," balas Bara. "Alasannya?" tanya Meisya. "Aku nggak mau berbagi kamu sama orang lain, cukup aku aja yang bisa liat kamu. Di luar sana banyak pria-pria gila, bisa aja mereka semua mau rebutan kamu dari aku." Entah itu gombalan atau memang kenyataannya, tapi alasan itu tidak membuat Meisya puas, ia masih tetap ingin berkerja. "Aku nggak minta persetujuan kamu, aku cuman mau ngasih tahu kalau aku mau kerja," terang Meisya dengan santainya tanpa memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Pyaaar Laptop yang tadinya berada di pangkuan Bara, kini sudah menjadi barang rusak den berserakan di lantai saat pria itu tiba-tiba membanting laptopnya ke sembarang arah hingga tidak berbentuk. Meisya langsung terkesiap saat meendengar suara nyaring dari bantingan itu. Meisya mengangkat pandangannya dengan takut sambil menatap kearah suaminya. Meisya dapat melihat dengan jelas wajah Bara yang memerah karena menahan kesal. "Bar, kamu kenapa?" tanya Meisya gugu bercampur takut. "Percuma aku kerja siang malam, kalau kamu masih harus kerja Sayang," ucap Bara lembut tapi terdengar geraman di akhir kaliamatnya. "Tapi kan aku bosen di rumah jad--" "Kenapa kamu mau kerja? Apa uang yang aku kasih ke kamu tiap harinya masih kurang? Apa kamu minta transfer perjam?" tanya Bara yang mulai kesal karena Meisya terus bersikeras untuk berkerja. "Kok malah tanya gitu sih Bar? Aku cuman mau kerja karena bosen di rumah," jawab Meisya berusaha untuk setenang mungkin meski ia juga sudah tersulut emosi. "Bilang aja mau keliaran," ketus Bara. "Kok kamu malah makin emosi? Aku tuh cuman mau kerja, bukan cari p****************g di luar sana!" balas Meisya yang sudah kesal dengan Bara. "Aku tetep mau kerj--" "Aku nggak mau debat lagi," sela Bara dingin lalu meninggalkan Meisya di kamarnya. Meisya langsung terduduk lemas di lantai, saat Bara sudah menutup pintu kamarnya. Air matanya hampir saja keluar, tapi Meisya buru-buru menghapusnya, hal semacam ini akan sering terjadi kedepannya jadi ia tidak perlu terlalu terluka. Meisya berdiri lalu membersihkan pecahan laptop tersebut. Ia merasa sedikit bersalah pada suaminya, ia selalu melihat Bara di ruang pribadinya setelah pulang bekerja, jika ditanya sedang apa? Pria itu selalu menjawab sedang bekerja. Karena tengah asik dengan pikirannya sendiri, sampai-sampai Meisya tidak sadar jika yang ia pegang sekarang adalah serpihan kaca dari layar laptop milik suaminya. Meisya meringis saat serpihan kaca tersebut menggores jarinya dan mengakibatkan jari Meisya berdarah karena goresan itu cukup dalam. Meisya langsung berlari cepat ke kamar mandi, lalu membersihkan lukanya di wastafel, ia hanya mencucinya tanpa berniat untuk mengobatinya. Meisya pun kembali kedalam kamarnya dan kembali membersihkan laptop tersebut. Meisya yang sudah lelah akhirnya tertidur tanpa berniat meminta maaf ke pada Bara, kerena menurutnya ia tidak sepenuhnya salah di sini. Ceklek Bara membuka pintu kamarnya, dan mendapati Meisya yang sedang tertidur di pinggiran kasur. Bara berjalan menghampiri istrinya, ia mengangkat tubuh wanita itu ke tengah kasur agar tidak terjatuh. "Ck," decak Bara kesal saat melihat luka goresan di tangan Meisya yang kembali mengeluarkan darah. "Laptop s****n!" umpat Bara kesal kepada laptopnya itu karena membuat wanitanya terluka. Seandainya laptop itu hidup, Bara pastikan barang itu akan mendapatkan balasan yang lebih menyakitkan. Setelah Bara mengambil kotak P3K dari laci nakasnya, ia langsung membersihkan luka yang ada di jari Meisya lalu mengobatinya dengan telaten. Bara memandang wajah Meisya yang terlihat tenang dan lebih cantik saat sedang tertidur. Bara mengacak rambut Meisya lalu mencium kening wanita itu. "Maaf," gumam Bara menyesal. *** Pagi harinya Meisya masih terduduk diatas kasurnya dengan pakaian yang sama seperti tadi malam. Meisya memandang jarinya yang sudah terbalut plester, tanpa dikasih tahu ia sudah tahu siapa yang melakukan hal itu. Meisya sekarang memang tidak berniat untuk memasak, dia masih kesal dengan suaminya. Lagian di bawah masih banyak pelayan yang akan memasak, memang begitu kan cara kerja mereka menurut Bara. "Huh." Meisya menghembuskan nafasnya kasar, ia akhirnya memilih untuk beranjak dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi. Meisya yakin suaminya itu sudah berangkat kerja. Entah kenapa saat ini Meisya ingin sekali berbelanja dan pergi keluar, sebulan ini Meisya akui ia sudah tidak pernah keluar rumah. Meisya berniat untuk berjalan-jalan keluar dan berbelanja sebentar. Meisya mengambil ponselnya lalu mengettikan pesan kepada Bara. "Yang penting udah izin," ucap Meisya saat melihat pesannya yang sudah masuk ke Bara, tapi masih belum dibalas oleh suaminya. Meisya pun langsung bersiap-siap dan berjalan keluar. "Nyonya mau ke mana?" Meisya memelototkan matanya saat melihat lima penjaga yang berdiri didepan rumah. Acara berbelanjanya akan percuma jika masih di awasi para penjaga tersebut. Bara pasti sudah menyuruh ke lima bawahannya itu untuk menjaganya. Meisya memikirkan cara agar bisa lolos dari penjaga tersebut. "Hm, nggak jadi," ucap Meisya lalu kembali menutup pintunya. "Pintu belakang," ucap Meisya senang saat menemukan ide yang bisa membuatnya terlepas dari lima bawahan dari suaminya, ia pun pergi lewat pintu tersebut. *** Sejak tadi Bara selalu gelisah memikirkan Meisya, karena wanita itu tidak memasak untuknya tadi pagi, ia takut Meisya marah dan tidak mau sarapan. Tok tok Ceklek Setelah diketuk, pintu ruang kerja Bara di buka dari luar. Seorang pria masuk kedalam ruangan Bara. "Lapor Tuan, saya mendapat pesan bahwa Nyonya Meisya tidak ada di dalam mansion," tutur pria tersebut. Panggil saja dia Brian, Brian adalah pengawal pribadi Bara yang umurnya satu tahun lebih muda dari Bara. Bara menggeram marah saat mendengar perkataan dari Brian. Kemana wanitanya itu pergi? Setelah tadi malam memaksa ingin bekerja, sekarang wanita itu menghilang. "Jaga kantorku, aku mau pulang," pesan Bara. "Tapi Tuan, sebentar lagi Anda akan mengadakan meeting penting," cegah Brian. "Batalkan," sahut Bara. "Tapi ini sangat penting Tuan." "Apakah ada yang lebih penting dari istriku," teriak Bara marah lalu berniat meninggalkan ruangannya, tapi Brian kembali menghentikan langkahnya. "Tunggu Tuan, bisakah Anda cek dulu ponsel Anda, mungkin saja Nyonya Meisya mengirimkan pesan kepada Anda," saran Brian. Buru-buru Bara mengambil ponselnya dan mengecek pesan masuk. "s**t, " umpat Bara saat membaca pesan dari Meisya. Setelah mengatakan satu kata itu, Bara langsung berlari keluar dan membanting pintu ruangannya cukup keras membuat Brian sedikit terkejut. Brian yang sudah biasa dengan sikap Bara hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD