Saat kata maaf tak bisa terucap, hanya Diam yang bisa dilakukan. Merangkai sebuah kesedihan dan berbalut luka, lalu berakhir menjadi penyesalan. Hati ingin bicara namun bibir terasa keluh ego mengalahkan sebuah penyesalan dan menekan ucapan maaf. Mungkin satu suku kata yang sangat sederhana, tapi sangat berat saat diucapkan. Mungkin hanya air mata dalam diam yang bisa mengurai segala sesak didada dan ditutupi dengan sikap dingin dan cuek. Seakan semesta tidak boleh tahu apa yang tengah dirasakan oleh sebuah hati yang retak akibat sebuah kesalahannya sendiri yang perlahan-lahan menggerogoti pikiran.
Helaan napas panjang terdengar dari bibir seorang Adnan Setyo Anam. Pemuda tampan dengan sejuta pesona, terkalahkan oleh sebuah kata yang ia ucapkan sendiri, dan menjadi boomerang untuk hatinya. Gadis yang selama ini ia jaga dan ia cintai telah ia gores hatinya dengan pisau tajam bernama ucapan. Meskipun tidak begitu maksud Adnan. Namun ucapan berhasil menyakiti hati sang pujaan hati. Rasa cemburunya terlalu besar saat mendengar Marcello mengungkapkan perasaan pada Fazella. Apalagi kedekatan Fazella dan Marcello akhir-akhir ini semakin membuat rasa cemburu Adnan semakin besar, hingga membuatnya bersikap menjauhi Fazella saat gadis itu datang kerumahnya. Jika saja dia adalah pria periang maka air matanya sudah pasti banjir. Namun sayangnya Adnan adalah pria minim ekspresi yang hanya bisa menampilkan wajah dingin. Bahkan ia tidak sadar bahwa dirinya sangatlah bodoh dalam hal perasaan, bahkan lebih bodoh daripada sang Abi yang pernah menyia-nyiakan umminya dulu. Ia juga seorang pria pecundang dan pengecut yang selalu sembunyi didalam perasaannya. Jika sudah seperti ini, lalu siapa yang akan disalahkan?
“Kamu apakan Fazella, Nan?” sebuah suara mengagetkan Adnan.
“Ummi,” lirih Adnan yang melihat sang Ummi didepan pintu.
“Apa benar dugaan Ummi? Apa Fazella adalah gadis yang kamu sukai, Nak?” tanya Viana hati-hati. Sebenarnya Viana sudah merasa ada yang aneh dari sikap putra bungsunya itu. Beberapa hari ini sikap Adnan semakin dingin dan tertutup. Seolah ada beban berat yang tengah dipikulnya. Yang lebih aneh lagi, sikapnya yang seolah menghindari Fazella, dan hal itu membuat Ragarta dan Viana menanyakan hal itu pada Adnan. Namun Adnan hanya menjawab jika dia baik-baik saja. Meskipun sebenarnya ia tidaklah baik-baik saja.
“Bukan Ummi. Ada nama gadis yang aku sukai bernama Fazella. Tapi sekarang gadis itu sudah pergi menjauh dariku,” ucap Adnan bohong.
“Jangan membohongi Ummi, Nak,” ucap Viana.
“Adnan tidak bohong, Mi.”
“Lalu kenapa kamu terlihat kusut saat ini? Apa kamu sudah meminta maaf pada Fazella atas ucapanmu tadi?”
“Aku merasa bersalah pada Fazella, Mi. Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu tadi,” ucap Adnan lesu.
“Kamu tadi ketemu sama dia?”
“Tidak. Dia sudah pergi.”
“Ya sudah kamu masuk dan bersihkan badanmu, lalu pergilah keruma Bunda untuk meminta maaf pada Zella, karena Abi dan Ummi tidak mengajarkan kalian bersikap seperti pecundang,” ucap Viana dan diangguki oleh Adnan. Namun tanpa umminya tahu, Adnan sudah menjadi seorang pecundang yang hanya bisa menyakiti perasaan orang yang dicintainya.
“Nan–“ Ariana menghentikan ucapannya sat melihat Viana mengisyaratkan untuk diam.
“Maaf, Ma. Adnan mau mandi dulu,” ucap Adnan.
“Vi? Bagaimana?” tanya Ariana.
“Bodo amatlah, Mbak. Pusing aku,” ucap Viana.
“Menurutmu apa benar Fazella yang Adnan sukai?”
“Dia bilang bukan, dan gadis bernama Fazella yang disukai oleh Adnan sudah pergi katanya, tapi entahlah Mbak. Kata Azlan Fazella si Zella,” ucap Viana.
“Lalu apa yang akan kamu lakukan?”
“Melakukan apa? Aku mah terserah mereka saja. Aku berharap mereka bahagia dengan pilihan mereka. Dan aku tidak mau menekan Adnan untuk jujur tentang gadis yang disukainya.”
“Tuh mulut lemes banget ya, Nan,” ucap Azlan saat Adnan baru masuk kekamarnya.
“Ngapain kamu ada dikamarku?” tanya Adnan.
“Kenapa kamu tidak jujur saja sama perasaanmu?”
“Apaan sih, Az?” ucap Adnan.
“Nan, tidak bisakah kamu bersikap berani sedikit saja? Coba katakan perasaanmu pada Zella,” ucap Azlan.
“Ngapain bawa-bawa Zella sih?”
“Kamu jangan membohongi perasaanmu sendiri, Nan. Dan jangan mencoba membohongiku, aku tahu kalau kamu itu menyukai Fazella anaknya ayah Huda dan–“
“Sebaiknya kamu tidak usah sok tahu deh,” ucap Adnan memotong ucapan Azlan.
“Apa kamu lupa, kalau kita ini saudara kembar? Usia kita Cuma berjarak lima belas menit saja. Apa yang kamu rasakan aku bisa merasakannya–“
“Jadi kamu juga menyukai Zella?”
“Gundulmu iku, Nan. Maksudku bukan dalam menyukai gadis! Tapi aku tahu apa yang kamu rasakan. Ingat ya Nan, jangan sampai kamu menyesal dikemudian hari. Segeralah meminta maaf dan ungkapkan perasaanmu. Terserah mau diterima apa tidak, yang penting jangan sampai menyesal dikemudian hari,” ucap Azlan menasihati adiknya.
Adnan diam memikirkan setiap ucapan Azlan. Apa ia mampu bertemu Fazella dan mengungkapkan perasaannya?
“Ya elah, malah ngelamun. Nah tanpa kamu sadari, barusan kamu mengakui jika kamu benar-benar menyukai Zella,” ucap Azlan.
“Hei! Kapan aku mengatakannya?” tanya Adnan.
“Bodo amat kalau kamu amnesia, yang penting ingat kata-kataku tadi, jangan sampai penyesalan menghantuimu setiap hari, dan aku akan merahasiakan ini dari siapapun,” ucap Azlan seraya menepuk pundak adiknya sebelum beranjak pergi. meninggalkan adiknya yang bodoh atau apalah itu.
Adnan masih memikirkan ucapan kakaknya itu, mungkin bagi Azlan hal itu mudah, tapi bagi Adnan itu adalah hal yang sangat berat.
Sementara itu di tempat lain tepatnya di rumah Fazella. Gadis itu tiba dirumah dan langsung masuk kekamarnya. Untung saja kedua orang tuanya belum pulang, hingga ia tidak perlu beralasan tentang air matanya yang sedari tadi sudah mengalir deras dipipinya. Bahkan Faro sang adik juga tengah berada dirumah Maya neneknya.
“Kenapa sakit banget rasanya, ya Allah. Apa begini rasanya mencintai dalam diam? Tak bisakah aku memilikinya?” ucap Fazella seraya terus menangis.
Tidak pernah dibayangkan olehnya akan mendapatkan rasa sakit seperti ini. Mungkin ini alasan kedua orang tuanya melarangnya untuk berpacaran, takut jika ia terluka seperti saat ini. Namun namanya hati, tidak bisa di hentikan jika sudah berlabuh pada seseorang. Itulah yang dirasakan oleh Fazella. Jika ia boleh memilih ia tak ingin melabuhkan hati pada Adnan, atau pada pria manapun. Namun sekali lagi, nama hati bukan hanya milik diri sendiri. Ada Tuhan yang berkuasa membolak-balikkan hati manusia. Sekuat apapun manusia menepis perasaan jika Tuhan sudah berkehendak, maka tidak akan bisa dihindari. Begitu juga dengan Fazella, jika saja ia tahu jika sebenarnya Adnan juga mempunyai perasaan yang sama dengannya pasti ia akan bahagia, tapi sayangnya dia tidak tahu akan hal itu. Air matanya menetes tiada henti hingga sang mimpi menjemputnya dari rasa sakit dan lelah yang dialaminya. Ia berharap jika apa yang ia alami dan ia rasakan adalah mimpi belaka, dan saat bangun nanti ia akan kembali mencintai sosok Adnan dalam Diam.