Langkah gontai dengan wajah cemberut serta rambut berantakan, membuat Viana sang Ummi menautkan alisnya melihat sang putra bungsu yang kini berjalan kearahnya yang tengah duduk di kursi keluarga.
“Kenapa kamu, Nan?” tanya Viana, sebenarnya Viana sudah curiga dengan sikap dan tingkah Adnan beberapa hari ini. Pasalnya sang putra tampak murung dan juga tidak bersemangat saat melakukan aktivitas sehari-hari.
“Ummi, aku menyukai seorang gadis,” ucap Adnan seraya bersandar di bahu Viana.
Tentu saja Viana kaget, anak bungsunya itu terkenal dingin dan cuek, tapi kini tiba-tiba mengatakan jika dia menyukai seorang gadis. Apa ini mimpi?
“Kok Ummi malah diam sih?” tanya Adnan.
“Ya terus? Umi harus jingkrak-jingkrak seraya guling-guling gitu?” jawab Viana asal, padahal dalam hatinya mah dia bahagia anaknya itu jatuh cinta saat ini.
“Ummi gitu deh. Memangnya Ummi gak suka kalau aku menyukai gadis– Awww! Sakit Ummi,” teriak Adnan saat mendapati kepalanya di getok oleh Viana.
“Tuh mulut lemes banget ya, ngomongnya. Latihan balet dimana tuh mulut sampai lemes gitu ngomongnya? Kamu pikir Ummi ini apa? Ya jelas senang lah, kamu masih normal. Kalau kamu menyukai pria baru Ummi akan cincang kamu menjadi pupuk pohon pisang di kampung,” ucap Viana panjang lebar.
“Ummi akan setuju sama siapa saja yang aku sukai?” tanya Adnan.
Viana menghela napasnya mendengar pertanyaan sang anak yang menurutnya menggemaskan, jika ada orang lain yang melihat kemanjaan seorang Adnan maka mereka akan mati kaget, karena melihat si es balok berjalan tiba-tiba bisa berubah manja seperti ini.
“Ummi sama Abi tidak pernah melarang kalian semua berhubungan dengan siapa saja. Asalkan kalian bahagia kami sebagai orang tua juga akan bahagia,” ucap Viana pada Adnan.
Ya benar, Viana dan Ragarta memang tidak pernah melarang atau membatasi anak-anak mereka soal asmara, mau pacaran sama siapapun terserah mereka, yang terpenting bagi Viana dan Ragarta, anak-anaknya bisa menjaga diri dan bisa mengambil segala konsekuensi dari apa yang mereka jalani saat ini. Sebagai keluarga yang bisa dibilang mapan, mereka tidak mempedulikan akan kehormatan dan kedudukan. Yang terpenting bagi mereka adalah harga diri dan kebahagiaan anak-anak mereka. Toh harta bisa dicari selama masih sehat dan hidup, kalau yang namanya kebahagiaan tentu saja tidak bisa dibeli dengan uang atau di tukar dengan sebuah kedudukan dan tahta.
“Siapapun kan, Ummi?” tanya Adnan lagi.
“Iya Sayang. Memang siapa sih gadis itu? Sampai-sampai kamu bertanya gini?” tanya Viana seraya kembali menyeruput teh miliknya.
“Meskipun itu Fazella?”
Viana terbatuk-batuk mendengar ucapan Adnan. Namun sebelum ia menanyakan kebenaran yang dikatak oleh Adnan, Ariana sudah menyerobot.
“Kamu menyukai Fazella? Fazella anaknya Mas Huda dan Rani?” tanya Ariana yang terlihat syok dengan ucapan Adnan.
“Ish. Mama apaan sih? Ganggu orang lagi manja-manjaan sama Ummi saja,” gerutu Adnan lalu berdiri menuju dapur.
“Adnan! Jawab Mama. Kamu benar-benar menyukai Fazella?” teriak Ariana.
“Memang yang namanya Fazella cuman anaknya Ayah sama Bunda saja? Gak kok, nama Fazella itu banyak,” jawab Adnan.
“Adnan. Sini kamu ngomong yang jelas. Ummi hampir jantungan ini!” teriak Viana.
“Mau makan dulu Mi, lapar,” teriak adnan dari arah dapur.
“Ada apa sih kok ribut-ribut?” tanya Azlan yang baru turun dari lantai atas.
“Az, kamu tahu siapa gadis yang disukai Adnan?” tanya Ariana.
“Tahu lah, dia kan–“
“Azlan! Jangan jadi ember,” ucap Adnan yang berjalan kembali mendekati Viana dan Ariana.
“Nan? Beneran kamu suka sama Fazella?” tanya Viana lagi.
“Bukan, Mi. Bukan Fazella yang aku sukai.”
“Lah tadi kamu bilang Faze–“
“Ummi, Mama. Aku tuh suka sama gadis lain bukan Fazella anaknya Ayah sama Bunda. Lagian siapa sih yang suka sama Fazella itu? Dia itu gadis dekil, genit sama cowok. Dan lagi dia itu tidak ada manis-manisnya. Dan lebih parahnya lagi dia sudah berani berpacaran meskipun sudah dilarang sama Ayah dan Bunda. Aku sama sekali tidak tertarik pada dia, apalagi dia selalu jadi pengganggu bagiku, suka meminta uang dan benar-benar–“
Sebuah suara pecahan kaca menghentikan ucapan Adnan, semua orang menoleh kearah suara itu, dan disana ada sosok Fazella yang menjatuhkan mangkuk kaca yang sedari tadi ia pegang, air matanya menetes mendengar semua yang dikatakan oleh Adnan. Ia tak menyangka, jika selama ini Adnan menganggapnya sebagai pengganggu dan beban. Rasa cintanya yang selama ini ia pendam seketika hancur berkeping-keping seperti mangkuk yang ia jatuhkan. Dengan cepat ia berlari keluar rumah Viana dan berniat pulang, hatinya sangat sakit mendengar apa yang Adnan ucapkan.
“Fa–fazella. Fa? Tunggu!” ucap Adnan lalu berlari mengejar Fazella yang sudah berlari.
“Astagfirullah! Mbak apa benar Adnan menyukai Fazella? Bagaimana ini?” ucap Viana seraya memijit pangkal hidungnya.
“Az? Kamu tahu semuanya kan, Nak?” tanya Ariana.
“Ya seperti yang kalian kira, siapa Fazella yang disukai oleh Adnan. Tapi bocah itu sangat bodoh dengan perasaan yang dimilikinya. Lihatlah sekarang dia malah menyakiti gadis yang disukainya,” ucap Azlan sebelum ia pergi menuju kamarnya.
“Bagaimana ini, Mbak? Bagaimana jika Rani kecewa sama sikap Adnan yang begitu kurang ajarnya mengatai Fazella seperti itu?” ucap Viana seraya meneteskan air matanya.
“Kamu tenang saja Vi, Rani bukanlah orang yang seperti itu. Kita lihat saja kedepannya, jangan terlalu menyudutkan Adnan juga, siapa tahu dia punya alasan tersendiri kenapa ia menyembunyikan perasaannya terhadap Fazella,” ucap Ariana mencoba menenangkan Viana.
Adnan mencoba mengejar Fazella, tapi ia sudah tidak menemukan sosok gadis yang selalu mengisi hatinya tersebut. Sosok Fazella sudah pergi entah kemana, Adnan kelimpungan dan merasa bersalah atas apa yang ia katakan tadi. Bukan maksud menyakiti hati Fazella. Namun ia hanya beralasan di depan semua orang agar mereka tidak curiga jika memang Fazella yang ia sukai. Namun malah kesialan yang Adnan dapatkan, Fazella mendengar sendiri apa yang telah ia ucapkan dan hal itu benar-benar menyakiti hati Fazella.
Sementara itu Fazella belumlah jauh, tanpa diketahui oleh Adnan, Fazella berada di balik sebuah pohon besar yang ada di salah satu pinggir jalan tak jauh dari tempat Adnan berdiri sekarang.
“Maafkan aku, Mas. Jika selama ini aku jadi pengganggu dan juga menyusahkan. Akhirnya aku tahu alasan Mas Adnan cuek dan menghindar selama beberapa hari ini. Ternyata Mas Adnan tidak nyaman ya, dengan keberadaan ku,” lirih Fazella seraya kembali mencoba untuk tersenyum.
Bohong jika hatinya ikut tersenyum, hatinya hancur dan juga sakit. Orang yang selama ini dia cintai dalam diam, ternyata menganggap dirinya sebagai pengganggu dan juga beban. Bodohnya dia, yang selama ini tidak pernah sadar akan hal itu. Bahkan Fazella juga sadar sebenarnya diantara keluarganya dan keluarga Setyo Anam tidak ada hubungan apa-apa kecuali persahabatan antara bundanya dan juga Viana. Fazella merasa benar-benar sangat bodoh karena mencintai orang yang tidak pernah melihatnya sedikitpun. Mungkin sikap cuek dan menghindar yang dilakukan oleh Adnan beberapa hari ini, adalah puncak dari rasa tidak nyaman terhadap dirinya yang selalu saja jadi pengganggu. Kini Fazella benar-benar sadar jika dia memang tak pantas mendapatkan cinta dari Adnan. Setelah Adnan kembali kerumahnya, Fazella keluar dari persembunyiannya dan berjalan kejalan utama untuk mencari taksi dan ingin pulang. Hatinya benar-benar kacau.
“Baiklah, Zella. Mulai detik ini, jangan mencoba untuk mendekati Mas Adnan. Kamu hanya pengganggu dan beban baginya. Ayo kita mandiri. Biarkan hati ini tetap menjadi miliknya meskipun dia tak akan pernah menjadi milikmu,” janji Fazella untuk dirinya sendiri.