Bab. 2. Fazella

1193 Words
Zella duduk termenung di bangku taman belakang rumah Viana. Gadis yang kini sudah rapi dengan seragam putih abu-abu itu, tengah berbicara dengan Bundanya lewat telepon, sesekali ia tertawa kadang juga cemberut. Zella adalah anak pertama dari Rani dan Huda ia mempunyai adik bernama Zello yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama dan adiknya tinggal bersama Maya sang nenek. Jika Zello lebih sering menginap di rumah nenek nya, berbeda dengan Zella, ia lebih suka menginap di rumah Viana jika di tinggal pergi oleh kedua orang tuanya. “Kamu sudah siap Ze?” tanya Adnan. “Sudah, Mas. Mbak Ayesha mana?” “Dia masuk siang,” ucap Adnan. “Ya sudah lah, aku naik taksi saja nanti,” ucap Zella. “Nanti aku antar,” ucap Adnan. Zella mendengus mendengar ucapan Adnan. Sebenarnya dia lebih suka berangkat bersama Ayesha, jujur saja Zella sangat suka menaiki moge milik Viana yang kini di berikan pada Ayesha. “Ada apa dengan mukamu itu?” tanya Adnan. “Aku tuh, lebih suka naik motornya Ummi,” ucap Zella. “Kenapa kalian ini sama saja? Apa kau tahu jika Ayesha itu seperti berkenalan dengan malaikat Izrail!” ucap Adnan sedikit sengit. “Ish, Mas Adnan mah, gak gaul banget. Aku naik taksi saja lah!” ucap Ayesha seraya pergi meninggalkan Adnan. “Hei! Fazella!” teriak Adnan. “Bodo amat!” ucap Zella. Adnan mengepalkan tangannya mendengar ucapan gadis yang sudah mengenakan seragam putih abu-abu itu. Dengan kesal ia menyusul Zella masuk ke dalam rumah. Namun Adnan tidak menemui sosok Zella di mana pun, pandangan nya menyisir setiap inci ruangan, tapi tidak menemukan sosok gadis periang yang ia cari. “Ngapain clingak-clinguk layak orang mau nyebrang jalan gitu?” tanya Azlan saat melihat tingkah Adnan. “Kamu tau di mana Zella?” “Fazella Nurani Huda? Kau di mana Sayang, Kakanda mencari mu nih!” teriak Azlan. Adnan mencibir mendengar teriakan Azlan. “Aku di sini, Kakanda Sayang,” teriak Zella yang baru saja keluar dari kamarnya seraya membawa tas dan beberapa buku di tangannya. “Lebai banget sih kalian berdua ini!” cibir Adnan. “Iri? Bilang dong,” ucap Zella. “Idih, ngapain juga iri? Ini sudah setengah tujuh kamu harus segera berangkat,” ucap Adnan. “Nggeh, Kang Mas,” ucap Zella. “Kumat!” cibir Adnan. “Aku pamit dulu sama Ummi dan Abi.” “Ummi sama Abi sudah berangkat saat kamu telepon Bunda tadi,” ucap Ayesha yang keluar dari kamar. “Ya sudah, aku berangkat deh.” Zella pun berangkat di antar oleh Adnan, ya meskipun demikian Zella masih kesal, ia ingin berangkat bareng Ayesha, tapi mau bagaimana lagi wanita muda yang sudah dianggap sebagai kakak itu masuk siang. Jadi mau tidak mau Zella harus berangkat di antar Adnan. “Mas!” “Hm!” Ham hem, saja jawabnya kayak mau tes vokal aja,” ucap Zella. “Ada apa sih, Fa? Heran deh, ini aku lagi nyetir loh!” ucap Adnan. “Yang bilang situ lagi main bola siapa coba?” “Dasar aneh!” “Situ yang aneh. Punya muka ganteng tapi kok datar minim ekspresi kayak gitu. Gak enak banget di pandang,” ucap Zella. Adnan hanya mengedikkan bahunya mendengar ucapan Zella. Baginya hal itu sudah biasa ia dengar, senyumannya itu sangat mahal, jadi tidak semua orang bisa melihatnya. “Nah kan diam aja, dih ngeselin! Ini ya yang membuat aku tuh, malas di antar sama kamu Mas. Mending sama Mas Azlan aja lebih seru bisa ngobrol dan juga aku bisa dapat uang saku,” cerocos Zella. “Ngomong aja kalau kamu mau minta uang dariku,” ucap Adnan. “Nah tuh, tau!” ucap Zella. “Dasar, laknat!” cibir Adnan. “Tapi Sayang kan?” goda Zella. “Sayang banget lah, sampai pingin aku kurung di kandang kucing!” “Nyebelin!” “Turun sana, sudah sampai nih,” ucap Adnan saat sudah sampai di depan sekolah Zella. “Apa?” tanya Adnan saat Zella mengulurkan tangannya. “Mana uangnya?” “Ya Allah! Memang Ayah sama Bunda gak ngasih kamu uan jajan?” tanya Adnan. “Gak mau ngasih ya, sudah! Nanti aku minta traktiran sama Edga saja,” ucap Zella seraya membuka pintu mobil dan menutupnya dengan keras hingga membuat Adnan terlonjak kaget. “Fa! Nih jangan boros-boros. Ingat jangan minta traktiran sama cowok, di guna-guna tau rasa kamu,” ucap Adnan seraya memberikan uang dua ratus ribu pada Zella. “Terima kasih, Mas. Soal traktiran itu bisa aku pikirkan nanti Mas, daa Mas Adnan.” “Apa lihat-lihat?” ucap Adnan dengan nada dingin saat beberapa siswa melihatnya dengan tatapan lapar. ** Dengan wajah sumringah, Zella berjalan menuju kelasnya, sesekali ia menyapa beberapa temannya. Zella termasuk siswa yang tidak punya musuh, ia lebih memilih diam anteng daripada harus berurusan dengan para cewek idola di sekolahnya. “Ze?” teriak seorang gadis. “Apaan sih, teriak-teriak? Telingaku masih berfungsi nih ya,” ucap Zella. “Eh tadi siapa yang ngantarin kamu? Ganteng banget dia.” “Kakak ku, kenapa?” tanya Zella. “Kenalkan ke aku dong.” “Oh tidak bisa, dia itu limited edition, dan hanya Ummi ku saja yang punya,” ucap Zella. “Ish, pelit dah. Besok kenalin ya.” “Tergantung amal dan ibadah aja deh,” ucap Zella seraya masuk ke dalam kelasnya. “Zella!” Zella hanya mengedikkan bahunya mendengar teriakan temannya yang bernama, Ratu. Sudah tidak heran lagi dengan kelakuan temannya yang satu itu. Sebenarnya tidak banyak yang tahu siapa Zella, karena ia juga bukan termasuk siswa idola, ia hanya seorang siswa teladan saja. Jika saja mereka tahu siapa Zella, yaitu cucu dari pemilik sekolah ini maka semua siswa akan mendekatinya dan mencoba untuk baik padanya demi maksud terselubung. Kata Zella semua itu penjilat, jadi saat masuk sekolah ini, Zella meminta pada keluarganya untuk tidak mengatakan siapa mereka sebenarnya. Jadi Zella bisa tahu mana yang akan mau berteman dengannya sebagai Zella dan siapa yang mau berteman dengannya sebagai cucu pemilik sekolahan ini. Apa lagi jika tahu Zella sering tinggal di rumah Ragarta karena ia keponakan dari Viana, maka akan banyak lintah darat yang mendekati Zella. “Melamunkan apa, sih?” tanya seorang pria. “Eh Kak, Ardi. Gak ada, cuma bingung saja sama Kakak ku,” ucap Zella bohong. “Tadi di antar Kak Ayesha ya?” tanya Ardi. “Bukan, kenapa? Naksir ya sama Mbak Ayes?” goda Zella. “Bukan, tapi Kakak aku ada nitip ini buat Kak Ayesha,” ucap Ardi seraya memberikan kotak pada Zella. “Apa ini?” “Mana aku tahu, pokoknya kamu kasih saja, bilang saja dari Kak Ardo,” ucap Ardi seraya berjalan menjauhi Zella. “Kayaknya Kakak nya Ardi suka sama Kakak mu,” ucap Ratu. “Mungkin, tapi mereka kan satu kampus. Kok di titipin ke aku ya?” ucap Zella. “Mungkin aja malu, biasa kan kalau pendekatan mah gitu,” ucap Ratu. “Namanya gak ada maco nya,” cibir Zella. “Terserah mereka aja, Ze,” ucap Ratu. Zella hanya mengangguk seraya memasukkan kotak itu ke dalam tasnya. Tak berselang lama bel masuk sekolah pun berbunyi, dan semua siswa masuk ke kelas masing-masing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD