bc

My Beautiful Rose (Bahasa Indonesia)

book_age16+
1.2K
FOLLOW
8.8K
READ
fated
friends to lovers
arrogant
goodgirl
royalty/noble
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Perpisahan Lady Roselyn Audrey Fletcher dengan George Alexander Ayden, Duke of Devonshire, sepuluh tahun lalu membuat Rose memutuskan menghindari season selama bertahun-tahun lamanya.

Tapi ketika kakaknya Christian Edward Fletcher, Earl of Leicester memaksanya mengikuti season, Rose tidak lagi bisa menghindar. Terlebih ketika undangan dari Duke of Devonshire datang untuk pertama kali untuk dirinya.

Apa yang akan terjadi ketika Rose bertemu George kembali? Sanggupkah Rose melupakan cinta masa kecilnya setelah tahu George telah memiliki tunangan?

chap-preview
Free preview
Pelangi
Rintik air hujan masih membasahi tanah meskipun hujan telah lama berhenti. Aroma khas tanah yang terkena tetesan air memenuhi indera penciuman Rose. Ia menyukai aroma itu. Ia bahkan sangat menyukai hujan. Bagi Rose, hujan memberinya sebuah ketenangan. Saat hujan turun tidak ada yang tahu kalau dirinya sedang menangis. Tidak akan ada yang tahu kalau dirinya sedang terluka. Selain itu, hujan membuatnya bisa melihat pelangi. Yah, pelangi. Sejak kecil, Rose sangat menyukai pelangi. Sejak kecil, sering kali ia kabur dari rumah dan berlari ke arah bukit tidak jauh dari rumahnya hanya untuk melihat pelangi bersama teman-temannya. Keindahan pelangi di bukit ini melebihi keindahan pelangi yang pernah dilihat Rose dimana pun. Saking indahnya pelangi yang dilihatnya di bukit itu, Rose dan teman-temannya menamakan bukit itu sebagai bukit pelangi. Tempat dimana mereka bisa bermain sepuasnya sembari melihat pelangi tanpa harus di pusingkan dengan status sosial yang pada akhirnya akan menyandera Rose ketika ia beranjak dewasa. Dan disinilah dirinya berada saat ini, duduk di tempat yang sering kali didatanginya. Sebuah gua kecil yang dulu selalu menjadi tempat dirinya dan teman-temannya –beberapa anak pelayan di rumahnya termasuk Layla yang kini menjadi pelayan pribadinya– bermain. Gua yang juga menjadi saksi bisu bagaimana perpisahan yang tidak diinginkannya akhirnya terjadi. Rose duduk di atas tanah tanpa alas. Membiarkan bokongnya menyentuh langsung tanah di bawahnya. Ia tahu apa yang dilakukannya sangat jauh dari ajaran tata krama bangsawan yang selalu diterimanya. Tapi saat ini ia hanya sendirian dan ia tidak butuh semua aturan yang menyusahkan itu. Toh ia memang sudah melanggar aturan sejak keluar dari kamarnya secara diam-diam seorang diri begitu hujan reda jadi tidak perlu ada yang harus dipikirkannya lagi. Rose menekuk kedua kakinya. Kepalanya diletakkan di atas pahanya sembari mengamati langit dikejauhan. Menunggu dengan sabar pemandangan yang selalu ingin dilihatnya. Perlahan tapi pasti. Langit kembali berubah cerah. Tidak ada lagi rintik hujan atau pun langit yang mendung. Yang ada kini adalah langit yang kembali berubah terang dan berhiaskan lengkungan warni-warni yang sangat cantik. Pelangi... Rose sangat menyukai pelangi dan langit biru. Keduanya merupakan perpaduan yang sangat indah. Salah satu bukti kebesaran Tuhan yang tiada tandingannya. Kecintaannya pada pelangi semakin bertambah ketika pelangi mempertemukan dengan seseorang yang pada akhirnya bertengger di hatinya hingga saat ini. Sayangnya pelangi juga yang pada akhirnya menjadi saksi bagaimana ia harus rela melepaskan pria itu demi masa depan pria itu sendiri. George, Duke of Devonshire. Rose tahu semua ini salah. Apa yang dirasakannya pada George tidak boleh diteruskan. Tapi apa yang bisa dilakukannya? Ia menyukai George sejak mereka masih kecil. Saat itu Rose tidak tahu mengenai apa yang dirasakannya. Tapi seiring berjalannya waktu. Ketika memasuki masa remaja, ia mulai menyadari apa yang dirasakannya. Rose tidak hanya menyukai George tapi juga mencintainya. Ia mencintai pria yang tidak akan pernah bisa dimilikinya. Air mata membasahi wajah cantik Rose. Ia tahu saat ini George pasti membencinya setelah apa yang telah dilakukannya. Kebencian itulah yang membuat George melupakannya sedangkan dirinya disini masih sama. Masih seperti Rose yang bertahun-tahun lalu. Masih mencintai pria yang sama dan masih sangat menyukai pelangi. George sudah memiliki seorang tunangan. Jika mengingat hal itu Rose tidak bisa menghentikan laju air matanya. Surat kabar yang tak sengaja di bacanya pagi tadi membuat perasaannya tidak karuan. Berita pertunangan yang akan dilakukan George dan kekasihnya menjadi berita utama di surat kabar itu. Dan berita pertunangan itu jugalah yang membuatnya pergi diam-diam dari kamarnya. Menerobos hujan deras hanya untuk datang ke tempat ia berada saat ini. Tempat di mana dirinya dan George dulu sering menghabiskan waktu bersama. Tubuh Rose bergetar karena tangis yang semakin kencang. Ia membenamkan wajahnya. Meredam suara tangisnya. Seorang lady tidak boleh menangis dengan suara besar. Tapi persetan dengan semua itu. Yang saat ini dIbutuhkan Rose hanyalah meluapkan perasaannya. Mengeluarkan sesak di dadanya dan satu-satunya cara yang bisa dilakukannya adalah dengan menangis. Aku tidak ingin menjadi dewasa untuk mengerti semuanya. Aku tidak ingin menjadi dewasa. Rose ingat semua yang dikatakannya sepuluh tahun yang lalu. Kalimat anak kecil berusia sepuluh tahun yang belum mengerti apa-apa. Saat itu ia bahkan tidak mengerti kenapa harus berpisah dengan George. Kenapa mereka tidak bisa bersama seperti saat George berada di rumahnya. Orang tuanya mengatakan ia akan mengerti semua itu ketika dewasa nanti. Sekarang Rose mengerti apa yang orang tuanya katakan saat itu. Menjadi dewasa ternyata di barengi dengan pikiran yang teramat rumit. Rasanya ia lebih suka menjadi anak kecil tanpa harus memikirkan hal-hal yang akan menyakitinya seperti yang terjadi saat ini. Tubuh Rose kembali bergetar hebat ketika mengingat informasi yang di bacanya pagi tadi. Pertunangan George menjadi jawaban dari penantiannya selama ini. Itu artinya tidak ada harapan lagi untuk hatinya dan satu-satunya cara untuk melupakan rasa sesak yang saat ini menghimpit dadanya adalah dengan melupakan cintanya kepada pria itu. Tapi apa bisa? Cinta itu sudah ada bertahun-tahun lamanya dan tidak akan mudah bagi Rose untuk melupakannya. Tapi kalaupun ia masih tetap mengingatnya, hal itu hanya akan membuatnya terluka. George sudah memiliki kekasih. Bukan hanya seorang kekasih tapi juga seorang tunangan dan seharusnya hal itu cukup bagi Rose untuk berusaha keras melupakan George dan cintanya kepada pria itu. Elusan lembut di kepalanya membuat Rose mengangkat wajahnya. Sosok Layla menatapnya prihatin. Rose sudah menduga Layla akan menemukannya ketika wanita itu tidak menemukannya di kamar. Terkadang Rose iri pada Layla. Di balik pekerjaannya yang hanyalah seorang pelayan. Layla mempunyai sesuatu yang tidak dimilikinya yakni pria yang mencintainya. Yah... Layla menjalin hubungan dengan pengurus istal keluarganya. Dan Rose ingin merasakan semua itu. Semua perasaan cinta yang sering Layla tunjukkan setiap kali ia selesai bertemu dengan Charles. "Sstt, tenanglah Rose," Layla membawa tubuh Rose ke dalam pelukannya. Mereka tumbuh bersama dan Layla tahu apa yang selama ini membuat Rose selalu bersedih. Meskipun begitu Layla sadar ia tidak akan pernah bisa membantu Rose. Statusnya tidak memungkinkan untuk ikut campur urusan majikannya. Ia hanyalah seorang pelayan. Satu-satunya yang bisa Layla lakukan hanya mendoakan yang terbaik untuk Rose. Setelah tangis tergugu Rose berhenti, Layla melepaskan pelukannya. Ia merapikan anak rambut Rose yang berantakan, "Sebaiknya kita kembali Rose, sebelum His Lordship tahu kau kemari," saran Layla. Rose memang mengharuskannya memanggil nama setiap kali mereka hanya berdua. Rose mengangguk. Ia harus segera kembali sebelum Chris menyadari dirinya menghilang. Rose segera berdiri dan merapikan gaunnya yang kotor terkena tanah. Ia sempat kebingungan melihat gaunnya yang basah dan kotor, tapi Layla segera menyampirkan mantel panjang yang dibawanya ke tubuh Rose. "Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan Layla. Terimakasih." "Sama-sama Rose," Layla melirik ke samping dan mengangkat keranjang kecil berisi strawberry, "Aku juga sudah mempersiapkan ini. Kalau-kalau ada yang bertanya kenapa kita keluar," ucap Layla sembari mengedipkan mata. Rose tertawa. Ia tidak menyangka Layla sudah menyiapkan semuanya. Layla memang selalu bisa diandalkan, "Ayo Layla, kita kembali." Layla mengangguk mengikuti langkah Rose. Rose sempat berhenti sesaat sebelum mereka benar-benar turun dari bukit. Ia menatap langit yang berhiaskan pelangi. Mengamati sekali lagi ketika pelangi perlahan menghilang di langit sebelum akhirnya ia kembali melangkah menuju kediamannya. Layla mengajaknya masuk melalui pintu belakang. Mereka mengendap-endap berjalan ke arah kamar. Tidak ingin terlihat oleh siapa pun. Sayangnya harapan Rose harus hilang ketika mendapati kakaknya berdiri dengan tangan terlipat di d**a sembari bersandar di depan pintu kamarnya. "Aku tidak akan bertanya padamu Rose," ucap Christian ketika melihat wajah terkejut Rose. Ia menatap Layla yang kini menundukkan wajahnya, "Katakan kemana Rose membawamu Layla?" "Maaf... maafkan saya My Lord..." Layla terbata, "My Lady tidak bersalah. Saya yang mengajaknya keluar." "Oh... ayolah Layla," Chris mendesah, "Kau tidak perlu membelanya lagi, toh ini bukan kali pertama Rose menghilang." "Maafkan saya My Lord. Saya memang tidak becus," jawab Layla masih tanpa mengangkat kepalanya. Chris menghela napas merasa tidak enak pada Layla yang kini mulai menyalahkan dirinya padahal ia sangat yakin di sini yang bersalah jelas bukan Layla tapi Rose, "Bantu nonamu membersihkan diri Layla, dan setelah itu temui aku di ruang kerjaku Rose," perintah Christian sebelum ia meninggalkan kamar adiknya. Layla menatap Rose dengan tatapan penuh permintaan maaf. Rencananya untuk menyembunyikan kepergian Rose ternyata tidak sesuai dengan harapan. "Sudahlah Layla jangan terlalu dipikirkan. Chris tidak akan marah lama. Jadi sekarang ayo bantu aku membersihkan diri agar aku bisa segera bertemu dengan kakak tersayangku itu." "Baiklah Rose," Layla bergegas mempersiapkan air untuk mandi dan membantu nonanya bersiap-siap setelah membersihkan diri. Tidak lama setelahnya Rose menemui Chris di ruang kerjanya. Ia masuk tanpa mengetuk pintu terlebuh dulu. Hal yang biasa dilakukannya setiap kali mereka hanya berdua. Rose beruntung Chris tidak terlalu ketat soal sopan santun. Yah, setidaknya ketika mereka hanya sedang berdua seperti saat ini. Ketika Rose masuk ia melihat Chris terlihat serius dengan beberapa berkas di depannya hingga tidak menyadari keberadaannya. Memang setelah kedua orang tua mereka meninggal lima tahun lalu semua tanggung jawab diambil oleh Chris sebagai Earl yang baru. Rose tahu semua sangat berat untuk dikerjakan Chris seorang diri. Tapi berkat kerja keras itulah kini kehidupan mereka jauh lebih lebih baik dari sebelumnya. Orang-orang mulai memandang keluarga mereka dan sering kali Rose melihat beberapa diantaranya menyodorkan putri mereka untuk dipersunting Chris menjadi istrinya. Tapi entah apa yang dipikirkan Chris hingga tidak ada satupun putri cantik itu dipilihnya. Chris pernah mengatakan akan menikah jika dirinya sudah menikah, tapi pernikahan sudah tidak lagi menjadi tujuan hidup Rose, karena pria yang dicintainya telah mencintai wanita lain. Lalu bagaimana mungkin Rose menikah dengan pria yang tidak di cintainya? Tidak, ia tidak ingin menikah jika bukan dengan pria yang dicintai dan mencintainya. Tapi bagaimana jika keputusannya itu membuat Chris tidak juga menikah sedangkan pria itu harus memiliki penerus? "Duduklah Rose," suara Chris membuyarkan lamunan Rose. Wanita itu segera melangkah dan duduk duduk dihadapan Chris. Sesaat hanya keheningan yang tercipta diantara keduanya hingga Christian membuka bibirnya. "Kau tahu pembukaan season akan dimulai sebentar kan Rose," Rose hanya mengangguk. Meskipun tahu kemana arah pembicaraan Christian, Rose memilih untuk diam, "Aku ingin kau mengikuti season tahun ini Rose," Chris menghentikan ucapannya. Mengamati reaksi Rose sebelum ia kembali melanjutkan ucapannya, "Kali ini aku tidak ingin ada bantahan Rose. Kau sudah tiga kali melewatkan season. Kau bahkan melewatkan debutmu. Sudah saatnya kau keluar dan mencari calon suami Rose." Rose menghela napas. Sudah tiga tahun terakhir, setiap season tiba Chris akan mulai menasehatinya untuk mengikuti season. Dan berkali-kali juga Rose akan menolak melakukannya dengan memberikan sejumlah alasan. Jika dulu ia bisa memberikan berkabung atas meninggalkannya kedua orang tua mereka sebagai alasan, namun kali ini ia tidak memiliki alasan lagi untuk mengelak. Terlebih ketika Chris mulai membawa usianya yang sudah mendekati dua puluh satu tahun. "Kali ini aku ingin kau datang bersamaku ke pesta dansa yang akan dilakukan di kota. Kita akan tinggal di rumah yang sejak satu tahun terakhir ini aku beli selama Season berlangsung," Chris mengeluarkan sebuah undangan yang sangat cantik dari dalam lacinya, "Dan tidak ada penolakan lagi kali ini Rose," ucap Chris tanpa bantahan. Rose terpaku. Bukan kata-kata Chris yang membuat Rose terpaku, tapi nama yang tertulis dengan tinta emas di atas undangan cantik itu. George Alexander Ayden, Duke of Devonshire.... nama yang membuat darah Rose berdesir cepat. Rose mengangkat wajahnya menatap sang kakak. Menemukan wajah tegas yang mengatakan bahwa kali ini ia tidak bisa mangkir lagi apapun alasannya. Ya Tuhan... selamatkan aku.        

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Long Road

read
118.3K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

Marriage Agreement

read
590.8K
bc

T E A R S

read
312.9K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook