EPISODE 2

2159 Words
Malam itu, Bu Gloria hanya mengenakan lingerie tipis tanpa bra, membuat belahan dadanya yang padat tampak jelas. Kain lembut itu membungkus tubuhnya dengan pas, namun tidak cukup tebal untuk menyembunyikan bentuk lekukannya. Putingnya yang menonjol samar-samar terlihat di balik kain tipis, menciptakan bayangan halus yang semakin menegaskan bentuk dadanya. Dia menggandeng tangan Emmy, yang hanya memakai kaos lengan pendek dan popok, tengah mengisap empeng di mulutnya, menuju kamar pembantu. Emmy berjalan tertatih karena kedua kakinya diborgol dengan rantai sepanjang setengah meter, membatasi gerakannya. Setelah masuk ke dalam kamar, Bu Gloria mengangkat tubuh Emmy dengan mudah, lalu membaringkannya di atas ranjang. Ia kemudian berjongkok di ujung kaki Emmy, mencoba membuka s**********n gadis itu, meskipun gerakannya terbatas oleh rantai yang membelenggu. Dengan tenang, Bu Gloria mulai melepas popok Emmy yang sudah penuh dengan kotoran dan bau pesing yang menyengat. Tanpa menunjukkan rasa jijik sedikit pun, ia menggantinya dengan yang baru, seolah-olah itu adalah hal yang wajar. Emmy melepas empengnya dan menatap Bu Gloria dengan tatapan penuh tanya. "Mama tidak jijik melakukan ini?" Dengan santai, Bu Gloria tersenyum dan menjawab, "Tentu tidak, sayang. Itu tugas seorang ibu membersihkan kotoran bayinya." Emmy mendengus kesal. "Kau gila, Ma! Sampai sekarang masih menganggapku bayi, padahal aku sudah 22 tahun!" Bu Gloria tidak menjawab. Ia justru meraih tisu basah dari kotak di samping ranjang, lalu mulai membersihkan sisa kotoran di kulit Emmy. Gerakannya lembut namun tegas, memastikan setiap lipatan kulit bersih tanpa tersisa. Emmy hanya bisa menggigit bibir, menahan rasa malu dan hina yang telah ia rasakan selama setahun terakhir. Setelah itu, Bu Gloria melepas popok kotor, melipatnya dengan rapi sebelum membuangnya ke dalam kantong plastik. Kemudian, ia mengambil popok baru yang sudah disiapkan di sampingnya, membuka lipatannya, lalu menyelipkannya di bawah pinggul Emmy. "Angkat sedikit pantatmu, Sayang," ujarnya lembut, seperti berbicara pada bayi sungguhan. Emmy hanya bisa pasrah dan menurut, sadar bahwa melawan hanya akan membuatnya kelelahan. Perlahan, ia mengangkat tubuhnya sedikit, membiarkan Bu Gloria menyelipkan popok baru ke posisinya. Wanita itu kemudian merapikan bagian depannya, menariknya hingga menutupi perut Emmy, lalu menempelkan perekatnya dengan rapi. "Begini lebih nyaman, kan?" tanya Bu Gloria sambil menepuk pelan bagian depan popok Emmy, seperti menenangkan seorang bayi setelah diganti popoknya. Setelah merapikan popoknya, Bu Gloria mengambil empeng dari tangan Emmy, lalu menyodorkannya kembali ke depan mulut gadis itu. "Masukkan lagi. Jangan banyak bicara," perintahnya dengan nada lembut namun tegas. Emmy menatapnya dengan tatapan muak, tapi ia tahu menolak hanya akan membuat segalanya lebih sulit. Dengan pasrah, ia membuka mulutnya dan membiarkan empeng itu kembali dihisapnya. Bu Gloria tersenyum puas. Kemudian, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kunci kecil. Dengan gerakan yang sudah terbiasa, ia membungkuk dan membuka borgol yang membelenggu kedua pergelangan tangan Emmy. Logam dingin itu terlepas, meninggalkan bekas kemerahan di kulit gadis itu. "Angkat tanganmu, sayang!" perintah Bu Gloria lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut. Emmy menurut, mengangkat kedua tangannya ke atas, membiarkan wanita itu menarik bajunya ke atas kepala. Kain lusuh itu terlepas, memperlihatkan tubuh Emmy yang kurus dengan kulit pucatnya. payudaranya yang kecil tampak jelas, tak tertutupi bra, karena Bu Gloria memang tidak pernah mengizinkan Emmy memakai pakaian dalam seperti orang dewasa. Tanpa menunjukkan ekspresi aneh, Bu Gloria meraih kaos bersih yang sudah disiapkan di samping ranjang, lalu dengan cekatan menyelubungkannya ke tubuh Emmy. Ia menariknya ke bawah, memastikan kaos itu terpasang rapi sebelum mengusap pundak Emmy dengan lembut. Emmy hanya diam, menoleh ke arah lain, merasa sudah pasrah terjebak dalam peran yang dipaksakan kepadanya. Bu Gloria memerintahkan Emmy untuk bersiap tidur. "Geser sedikit, nak!" Tanpa banyak pilihan, Emmy mulai menggeser tubuhnya di atas ranjang, memberi ruang agar Bu Gloria bisa berbaring di sampingnya. Kasur yang sempit membuat jarak di antara mereka hampir tidak ada. Namun, sebelum berbaring, Bu Gloria meraih borgol yang tergeletak di dekatnya. Dengan gerakan terlatih, ia mengambil salah satu tangan Emmy dan membelenggunya dengan borgol besi yang dingin. Emmy menggigit bibirnya, merasakan sensasi logam kasar yang kini kembali mengikatnya. Namun, Gloria tidak membelenggu kedua tangan Emmy seperti biasanya saat tidur di malam hari. Sebaliknya, ia hanya mengikat satu pergelangan tangan Emmy dengan borgol, sementara ujung lainnya dikaitkan ke pergelangan tangannya sendiri. Setelah memastikan borgol terpasang dengan erat, Bu Gloria memastikan kunci tersimpan aman di saku celananya, lalu menarik napas puas. Dengan satu tangan terborgol dan terhubung langsung ke tangan Bu Gloria melalui rantai pendek, pergerakan Emmy menjadi sangat terbatas. Emmy tidak akan bisa menjauh dari Bu Gloria, apalagi saku celananya itu cukup sempit dan dalam, sehingga Bu gloria pasti menyadari jika Emmy berusaha untuk mengambil kunci itu secara diam-diam. Dengan cara ini, Bu Gloria bisa tidur dengan tenang, yakin bahwa jika Emmy mencoba melarikan diri, ia akan langsung mengetahuinya. Emmy menoleh, menatap wanita itu dengan kebencian yang tertahan. Tapi ia tidak mengatakan apa pun. Ia hanya bisa berbaring diam, merasakan dinginnya borgol yang menempel di kulitnya, mengingatkannya bahwa kebebasannya masih jauh dari genggaman. Bu Gloria berbaring di atas ranjang dalam posisi miring, menghadap ke arah Emmy. Dengan sengaja, ia juga memiringkan tubuh Emmy ke arahnya, memastikan wajah gadis itu berada dekat dengan dadanya yang besar dan penuh dengan s**u. Perlahan, Bu Gloria menarik turun bajunya, lalu mengeluarkan salah satu p******a besarnya. Seperti yang selalu ia lakukan, tangannya menekan p****g susunya terlebih dahulu, merangsangnya agar air s**u mulai keluar. Beberapa tetes pertama muncul, mengilap di kulitnya, hingga akhirnya semakin deras, mengalir hingga membasahi bibir dan pipi Emmy yang berada di dekatnya. Setelah yakin air susunya mengalir deras dan lancar, Bu Gloria menyentuh kepala Emmy, lalu dengan lembut mendorongnya mendekat ke paydara besarnya itu. Ia memposisikan kepala Emmy dengan pas, lalu memasukkan putingnya ke dalam mulut gadis itu. Begitu putingnya berada di dalam mulut Emmy, gadis itu mulai menyusu. Gerakannya pelan di awal, tapi lama-kelamaan menjadi lebih teratur. Bu Gloria tersenyum puas, lalu melingkarkan lengannya di tubuh Emmy, menariknya lebih erat ke dalam dekapan hangatnya. Tubuh kurus Emmy terasa kecil dalam pelukan Bu Gloria yang besar, tapi wanita itu tetap mendekapnya dengan penuh kelembutan. Sambil terus menyusui, Bu Gloria mengusap punggung Emmy dengan perlahan, menciptakan rasa nyaman yang menenangkan. Tak butuh waktu lama, Emmy yang sudah pasrah akhirnya mulai mengantuk. Isapan di mulutnya semakin melambat, napasnya mulai teratur, hingga akhirnya matanya tertutup sepenuhnya. Dalam keheningan kamar yang remang, Emmy tertidur pulas dalam pelukan Bu Gloria, masih dengan p****g s**u di mulutnya, seolah ia memang bayi sungguhan. Sambil berbaring dalam posisi miring dan mendekap erat Emmy yang sedang menyusu, Bu Gloria terus menepuk-nepuk punggung gadis itu dengan lembut. Sesekali, jemarinya membelai rambut Emmy dengan penuh kasih sayang. Suaranya lirih mengalunkan nyanyian lembut, seperti seorang ibu yang menidurkan bayinya. Emmy yang pasrah hanya bisa terus menyusu dengan lahap, tanpa perlawanan. Perlahan, rasa kantuk mulai menyerangnya. Selang beberapa waktu, kelopak matanya mulai turun sedikit demi sedikit, hingga akhirnya hampir tertutup sepenuhnya. Bibirnya masih menempel pada p****g Bu Gloria, tetap menghisap dengan kuat. Namun, begitu matanya benar-benar terpejam, Bu Gloria tahu bahwa Emmy telah tertidur pulas. Meski hisapan di mulutnya masih berlanjut, ritmenya kini melambat, lemah, tapi tetap teratur. Bu Gloria tersenyum puas. Emmy sudah terbiasa tidur dalam dekapan dan menyusu darinya, seolah itu memang satu-satunya cara agar gadis itu bisa terlelap. *** Waktu menunjukkan sekitar pukul lima pagi. Di atas ranjang, Bu Gloria dan Emmy masih tertidur pulas, tubuh mereka saling berdekatan. Bu Gloria terbaring telentang dengan wajah tenang, sementara sebelah payudaranya masih terbuka lebar. Di sampingnya, Emmy yang bertubuh kurus terbaring miring, kepalanya berada di bawah ketiak Bu Gloria, terlindungi oleh lengan besar wanita itu. Jelas terlihat bahwa sepanjang malam, Bu Gloria ikut tertidur saat menyusui Emmy, hingga tanpa sadar putingnya terlepas dari mulut gadis itu. Kini, payudaranya dibiarkan terbuka begitu saja, sementara Emmy tetap terlelap, nyaman dalam dekapan tubuh besar Bu Gloria. Bu Gloria terbangun dari tidurnya, seperti biasa ini adalah waktu yang sudah menjadi rutinitasnya untuk bangun. Tubuhnya sudah terbiasa bangun lebih awal tanpa perlu bantuan alarm. Sebagai seorang pembantu rumah tangga, ia selalu bangun sebelum penghuni rumah lainnya untuk memastikan segala sesuatu siap sebelum majikannya memulai hari. Begitu membuka mata, ia merasakan tubuh Emmy masih terbaring di pelukannya. Gadis itu tidur dengan nyenyak, wajahnya tampak polos dan tenang, seolah-olah tidak ada yang salah dengan kondisinya saat ini. Napasnya teratur, sesekali tubuhnya bergerak sedikit, tetapi tetap dalam posisi nyaman. Sebelum bangkit dari tempat tidur, pandangan Bu Gloria tertuju pada empeng bayi yang tergeletak di atas meja kecil di samping ranjang. Dengan tenang, ia meraihnya, lalu membawanya ke bibir Emmy yang masih terlelap. Ia menempelkan empeng itu ke bibir Emmy, menekan sedikit hingga gadis itu secara refleks mengisapnya dalam tidurnya. Kepuasan tersirat di wajah Bu Gloria saat melihat Emmy tetap dalam keadaan penampilan bayinya. Bu Gloria menatap Emmy sejenak sebelum akhirnya menghela napas pelan. Dengan hati-hati, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci borgol. Dengan hati-hati, ia membuka borgol yang membelenggu salah satu tangannya, yang menghubungkannya dengan tangan Emmy. Logam itu berbunyi pelan saat terbuka, tetapi Emmy tetap tidak terbangun. Namun, masih ada satu hal lagi yang harus ia lakukan. Tangan Emmy melingkar di perutnya, seperti seorang anak kecil yang memeluk ibunya saat tidur. Jika ia bergerak terlalu cepat, bisa saja gadis itu terbangun. Maka, dengan penuh kehati-hatian, Bu Gloria mulai menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit. Pertama, Bu Gloria mencoba menarik lengannya perlahan dari bawah kepala Emmy. Begitu berhasil, ia kemudian mengangkat tangan Emmy yang masih melingkar di perutnya. Jari-jari Emmy terasa lemas dalam tidurnya, sehingga tidak sulit untuk melepaskannya. Setelah itu, menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit untuk menjauhkan tubuhnya dari tubuh Emmy. Agar tidak membangunkan Emmy, ia memastikan setiap gerakannya tidak menimbulkan getaran yang bisa membangunkan gadis itu. Saat sudah benar-benar terlepas, Bu Gloria lalu mengambil borgol yang tadi terlepas dari tangannya dan dengan tenang mengaitkannya kembali ke pergelangan tangan Emmy. Dengan begini, Emmy tetap dalam kondisi terbelenggu, memastikan bahwa gadis itu tidak bisa pergi ke mana pun saat ia sibuk dengan pekerjaannya. Bu Gloria duduk di tepi ranjang, memperbaiki lingerie tipis yang sedikit berantakan. Ia memasukkan kembali p******a besarnya yang masih menyembul keluar dari kainnya, memastikan kain itu tetap menutup p******a besarnya dengan baik. Setelah memastikan semuanya beres, ia pun bangkit dari ranjang dan melangkah keluar kamar dengan tenang, siap memulai rutinitas paginya seperti biasa. *** Di ruang tamu, Bu Gloria berdiri tegak, mengangkat kedua lengannya ke atas, lalu meregangkan tubuhnya perlahan. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, merasakan otot-ototnya yang mulai menghangat. Setelah itu, ia memutar bahu dan lehernya beberapa kali, mengusir rasa kaku setelah semalaman tidur. Tak lama, ia mulai melakukan beberapa gerakan yoga sederhana. Ia membungkukkan tubuhnya, meraih ujung kakinya, lalu perlahan-lahan kembali berdiri tegak. Setelah itu, ia duduk bersila di lantai dan melakukan pose cat-cow, gerakan yang membantu melancarkan peredaran darah dan hormon oksitosin, hormon yang berperan dalam produksi ASI. Setelah puas dengan sesi pemanasan, Bu Gloria berdiri kembali dan mulai melakukan lompat ringan di tempat, cukup untuk meningkatkan denyut jantungnya tanpa membuatnya kelelahan. Keringat mulai muncul di pelipisnya, menandakan tubuhnya sudah cukup aktif untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Usai olahraga, Bu Gloria berjalan ke kamar mandi. Ia berdiri di depan cermin, menatap refleksi dirinya sejenak sebelum perlahan menarik tali lingerie dari bahunya, membiarkan kain itu melorot dan memperlihatkan payudaranya yang penuh. Dengan kedua tangannya, ia mulai memijat area payudaranya perlahan. Jemarinya menekan dengan lembut, membuat gerakan melingkar dari arah luar menuju putingnya. Ia sudah terbiasa melakukan ini setiap pagi, memastikan aliran ASI tetap lancar dan tidak ada penyumbatan. Sesekali, ia meremasnya perlahan, merasakan cairan hangat yang mulai merembes keluar. Jika terasa terlalu penuh, ia akan memerahnya sedikit menggunakan tangan. Beberapa tetes ASI mengalir dari putingnya, membasahi jemarinya. Bu Gloria tersenyum kecil. Ia tahu, selama ia menjaga kebiasaan ini, ASI-nya akan selalu melimpah. Setelah selesai, ia kembali mengenakan lingerie-nya dan berjalan menuju dapur. Di sana, ia menyiapkan segelas s**u hangat, lalu menambahkan satu sendok madu ke dalamnya, sambil menunggu s**u hangat sempurna. Setelah itu, ia mengeluarkan suplemen herbal yang biasa ia konsumsi, yang terbuat dari bahan alami yang terkenal dapat meningkatkan produksi ASI. Ia menelan satu kapsul dengan air putih, lalu menghela napas lega. Untuk sarapan, ia memilih semangkuk oatmeal dengan irisan pisang dan kacang almond, makanan yang kaya nutrisi dan baik untuk memperbanyak ASI. Ia menikmati setiap suapannya dengan tenang, memastikan tubuhnya mendapat asupan yang cukup sebelum memulai pekerjaan hariannya. Setelah sarapan, Bu Gloria duduk di kursi, memejamkan matanya sejenak. Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan pikirannya rileks. Baginya, menjaga ketenangan batin juga penting untuk menjaga produksi ASI tetap stabil. Jika stres, ASI bisa berkurang, dan ia tentu tidak menginginkannya. Dalam keheningan pagi itu, ia membayangkan bagaimana nanti ia akan kembali ke kamar dan membangunkan Emmy bayinya. Ia tersenyum kecil, membayangkan ekspresi malu sekaligus pasrah yang selalu gadis itu tunjukkan setiap kali ia mengganti popoknya. Bahkan, ia juga membayangkan bagaimana gadis itu menyerah tanpa perlawanan saat menyusu langsung di payudaranya. Setelah merasa cukup tenang, Bu Gloria bangkit dari tempat duduknya. Rutinitas paginya sudah selesai. Kini saatnya ia memulai pekerjaan hariannya, memastikan rumah tetap rapi sebelum ia kembali mengurus Emmy. Dengan langkah mantap, Bu Gloria berjalan menuju kamar Emmy. Waktu sudah menunjukkan pagi, saatnya ia membangunkan bayinya yang bertubuh dewasa itu untuk memulai hari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD