bc

NEST SANCTUARY

book_age16+
39
FOLLOW
1K
READ
adventure
sweet
bxg
mystery
another world
first love
love at the first sight
selfish
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Chasey Dalton, tidak pernah menyangka kalau kepergiannya dengan Fiona dan Justin ke sebuah tempat bernama Nest Sanctuary akan membuat mereka terjebak di dalam dunia yang dihuni oleh manusia burung.

Kalau saja Chasey menuruti ucapan ibunya untuk tidak pergi ke Nest Sanctuary, mungkin saat ini ia tidak perlu menjadi buruan manusia burung karena mencuri kunci kuil untuk kembali ke dunia manusia. Ia juga tak perlu bersembunyi dari manusia-manusia yang berusaha merebut kunci kuil yang susah payah ia dapatkan.

Namun, jika ia menuruti ibunya, itu artinya dia tak akan bertemu dengan Brian Rayden yang menjadi cinta pertamanya. Brian terkenal sebagai tukang jagal di Nest Sanctuary. Ia cerdik, dingin, dan misterius. Chasey kagum dengannya dan berniat menjadi istri Brian jika berhasil keluar dari Nest.

Mampukah Chasey kembali ke dunianya dan mewujudkan impiannya untuk menikah dengan Brian?

- cover photo by Casey Horner on unsplash -

chap-preview
Free preview
1 - SULK
Bagi sebagian orang, pergi berkemah di musim gugur memanglah terlambat. Suhu udara yang lebih dingin dari musim panas membuat orang-orang memilih tinggal di rumahnya dan bercengkrama bersama keluarga sambil menikmati minuman hangat. Tapi itu tidak berlaku bagi Chasey Dalton. Ia lebih menyukai musim gugur dibandingkan dengan musim lainnya. Bagi Chasey musim gugur itu sangat indah, di mana semua daun dari pohon mulai berwarna-warni. Warna hijau, kuning, oranye, merah dan coklat menghiasi pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar rumahnya. Selain itu, musim gugur juga mengingatkan Chasey kepada papanya yang sudah meninggal beberapa bulan lalu. Tepat di hari ulang tahun Chasey. Biasanya saat musim gugur tiba, ia dan papanya sering berjalan-jalan untuk melihat daun yang mulai berubah warna dan berjatuhan dari pohon. Mereka selalu pergi ke taman kota untuk melihat daun dari pohon maple. Chasey masih mengingat dengan jelas kalimat yang diucapkan oleh papanya saat mereka pergi ke taman. Papa Chasey berkata, “Indah sekali bukan? Rasanya seperti berada di dunia lain. Warna-warna indah yang selalu hadir di musim gugur ... kapan aku bisa melihatnya lagi?” Mengingat hal itu membuat Chasey semakin merindukan papanya. Setiap merindukannya, Chasey selalu pergi keluar untuk melihat daun-daun dari pepohonan sambil berharap musim gugur bisa datang lebih cepat. Pada musim gugur kali ini, Chasey berencana untuk pergi berkemah di sebuah tempat yang ia temukan di internet. Tempat itu berjarak cukup jauh dari tempat tinggalnya. Untuk sampai kesana membutuhkan waktu sekitar enam jam dengan mengendarai mobil. Hal ini yang menjadi masalah untuk Chasey karena ia belum memiliki surat izin mengemudi. Tidak. Bukan itu masalah sebenarnya. Masalah sebenarnya adalah mama Chasey. Mama selalu menganggapnya seperti anak kecil yang tidak bisa melakukan apa-apa. Perlakuan itu sangat kontras dengan perlakuan Mama ke kakaknya - Fiona. Bagi Mama, Fiona adalah satu-satunya anak kebanggaannya. Apa pun akan ia lakukan demi kebahagiaan Fiona, tapi tidak untuk Chasey. Ia hanya mendapat sisa kasih sayang dari kakaknya. Tapi mau bagaimanapun juga, beliau adalah mamanya. Sebelum papanya meninggal, Chasey sangat dekat dengan Papa. Papa selalu ada untuk membelanya dan memberikan semua yang ia butuhkan. Kepergian ayahnya sangat membuat Chasey merasa hancur. Kini tidak ada yang membelanya saat ia dimarahi karena kesalahan yang sebenarnya tidak pernah ia lakukan. Di rumah ini hanya neneknya yang mau membela Chasey. Tapi neneknya sudah sangat tua dan sakit-sakitan. Ia tidak bisa berharap lebih kepada neneknya selain kesembuhan untuknya. Chasey memutar otak, untuk mendapat izin dari mama supaya bisa pergi berkemah. Setelah menimbang-nimbang segala kemungkinan yang ada, Chasey berencana untuk mengajak kakaknya. Ia pun menutup laptop miliknya dan pergi ke kamar Fiona. “Fiona, apa kamu mau berkemah? Aku menemukan tempat yang bagus di internet. Tapi tempatnya cukup jauh dari sini.” Ternyata Fiona sedang menelepon seseorang. “Sebentar … Chasey, kamu bisa ketuk pintu dulu kan? Nggak sopan banget langsung masuk kamar. Aku baru telepon nih. Sana kembali ke kamarmu!” Setelah mengatakan itu, Fiona kembali berbicara dengan seseorang di teleponnya. Chasey membanting pintu kamar Fiona dan kembali ke kamarnya. “CHASEY!” teriak Fiona. Fiona mengejar Chasey ke kamarnya. “Hei! apa maumu? Kamu cari ribut denganku?” “Tidak, kamu baru telepon kan? Jadi aku kembali ke kamar. Kamu sudah selesai telepon?” jawab Chasey santai. “Lalu kenapa kamu membanting pintu? Itu menggangguku banget. Kamu tau? Aku baru telepon gebetan baruku, namanya Justin. Dia cowok paling populer di kampusku. Dia ganteng, jago nyanyi, ... dia anak band, tipe cowok idamanku. Rasanya kayak mimpi bisa deket sama dia. Dengar ya Chasey, kayaknya tadi dia bakal nembak aku deh. TAPI … kamu malah datang dan membanting pintu. Dia nggak jadi ngomong dan malah nyuruh aku ngejar kamu. Kalau aku gagal jadian sama dia, itu semua salahmu!” Chasey bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Fiona. “Bagaimana bisa itu salahku? Itu kan urusanmu sendiri. Bisa-bisanya kamu menyalahkan orang lain. Aku hanya ingin mengajakmu berkemah. Kalau kamu nggak mau, ya sudah. Jangan marah-marah dan mengatakan semuanya salahku.” “Aduh, Chasey sayang. Kamu tau kan, dunia akan berjalan dengan mudah kalau kamu menyalahkan orang lain? Dan kamu tau berkemah itu bukan gayaku. Kenapa kamu mengajakku berkemah? Apa tempatnya bagus? Apa bisa menambah jumlah followers insta-ku yang sudah seratus ribu orang?” Chasey menarik nafas dalam-dalam, ia menahan diri untuk meluapkan kemarahannya. Chasey lalu mengambil laptopnya dan menunjukkan tempat yang ia temukan di hadapan Fiona. “Lihat? Tempat ini namanya Nest Sanctuary. Banyak kandang burung yang bentuknya estetik. Di sini kamu bisa berfoto bersama burung-burung yang cantik dan pemandangannya di musim gugur sangat indah. Bagaimana kalau kamu foto di sini? Pasti kamu akan mendapat banyak perhatian dari followers-mu. Dan satu lagi, di tempat ini juga terdapat air terjun yang ikonik. Bagus kan?” Fiona terlihat tertarik dengan tawaran Chasey. “Wow, cantik sekali. Aku belum pernah lihat ada selebgram yang foto di sana. Ini akan jadi masterpiece kalau aku berhasil dapat foto bagus. Ditambah lagi sekarang musim gugur, pasti warna yang terbentuk saat foto sangat sempurna. Tapi aku nggak tertarik untuk kemah di sana. Aku nggak mau mati kedinginan. Gimana kalau kita cuma foto-foto lalu pergi? Ini akan jadi tempat yang sempurna untuk kencan pertamaku dengan Justin. Dimana tempat ini?” “Ini ada di Evergreen Land.” Jawab Chasey. “Apa!? Kamu pasti udah gila. Tempat itu berjarak enam jam dari sini dan kamu tau jalannya kayak apa? Naik turun bukit, Chasey! Nggak, nggak, aku nggak bisa kesana berdua sama kamu.” protes Fiona. “Ayolah Fiona. Aku sangat ingin ke sana. Kamu bisa ajak Justin,” rayu Chasey. “Kalau aku bisa pakai mobil mama dan jadian sama Justin, aku akan kesana denganmu,” jawab Fiona seraya meninggalkan kamar Chasey. Chasey melompat kesenangan setelah mendengar jawaban dari Fiona. Tapi tugasnya bertambah satu, ia harus merayu Mama yang super protektif terhadapnya. Chasey sedikit cemas, tapi ia harus melakukannya untuk bisa pergi ke Nest Sanctuary. Ia belum pernah pergi ke tempat itu, tapi perasaannya mengatakan kalau ia harus pergi ke sana. Seperti ada sesuatu yang telah menunggu kehadirannya dan perasaan itulah yang membuatnya sampai di sini. Sekarang Chasey duduk di ruang makan dan mulai memberanikan diri untuk berbicara dengan mamanya yang sedang menyiapkan makan malam. “Ma, aku menemukan tempat wisata bagus di internet. Namanya Nest Sanctuary.” Nenek yang sedang merajut menjatuhkan benangnya. “Nest Sanctuary?” tanya Nenek. “Iya Nek, disana adalah tempat perlindungan untuk berbagai spesies burung. Ada banyak kandang burung, tempat untuk berfoto, berkemah dan di sana ada air terjun yang katanya sangat ikonik,” jawab Chasey bersemangat. Mama yang sedari tadi memasak akhirnya menanggapi. “Kedengarannya menarik, dimana tempatnya?” “Evergreen Land. Aku akan kesana bersama Fiona. Dia juga mau kesana,” ucap Chasey. “Lupakan saja Chasey. Tempat itu jauh dan jalannya berbahaya. Kamu belum bisa menyetir sampai sana. Kalau kamu nekat, yang ada malah kalian kecelakaan di jalan. Aku tidak mengizinkanmu pergi,” jawab Mama. Chasey mengulang kata-kata mamanya, “Aku tidak mengizinkanmu pergi?” Sambil menahan air matanya, Chasey kembali berkata, “Aku tidak diizinkan pergi? Lalu kalau Fiona yang minta izin langsung diizinkan? Kenapa mama selalu seperti itu padaku? Aku sudah bukan anak kecil lagi, Ma. Aku sudah delapan belas tahun!” Mama berhenti mengaduk sup yang sedang ia masak dan mengecilkan api. Mama lalu mendekati Chasey dan berkata, “Fiona bisa mengajak temannya yang lain Chasey. Sedangkan kamu? …. Dengar, itu semua karena kamu masih seperti ini. Masih seperti anak kecil. Aku hanya khawatir, Chasey. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu di jalan? Tempat itu sangat jauh dan terpencil.” Chasey berdiri dari kursinya, “Aku pergi bersama Fiona, Ma. Dia juga bisa mengajak temannya kalau dia mau. Dan bagaimana kalau terjadi sesuatu? Nyatanya semua itu tidak pernah terjadi. Semua itu hanya kekhawatiran Mama yang berlebihan!” Setelah mengatakan itu, Chasey pergi meninggalkan ruang makan menuju kamarnya. Ia menangis sesenggukkan sampai tertidur. *** Tidur Chasey terganggu karena ia mendengar suara berisik dari luar kamarnya. Setelah melihat jam, ternyata ini masih pukul empat pagi. Karena rasa penasarannya yang tinggi, ia pergi keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi. “Barangmu sudah dibawa semua Fiona? Pastikan kamu kasih kabar ke mama kalau udah sampai,” ucap mama. Karena penasaran, akhirnya Chasey bertanya. “Fiona mau kemana?” Mama dan Fiona terkejut mendengar suara Chasey. Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Chasey kembali bertanya. “Kenapa kalian terlihat seperti baru saja melihat hantu?” “Aku mau ke Nest Sanctuary. Aku berangkat dulu ya. Bye Ma, bye Chasey,” jawab Fiona sambil menggendong tas ranselnya. Fiona bergegas turun ke lantai bawah sebelum kemarahan Chasey meledak. Tapi itu terlambat, Chasey sudah melemparkan sebuah buku yang berada di meja samping tempat ia berdiri sekarang. Sialnya, buku tebal itu mengenai tepat di kepala Fiona dan ia pun langsung terjatuh. “KAMU SUDAH BERJANJI AKAN PERGI DENGANKU!” teriak Chasey. Plak Sebuah tamparan mendarat di pipi Chasey. “Anak kurang ajar! Apa yang kamu lakukan pada Fiona?” seru mamanya sambil bergegas menolong Fiona. Pipi Chasey terasa panas dan perih. Air matanya langsung meluncur membasahi pipinya yang memerah. Mama menuntun Fiona ke ruang keluarga. “Turun Chasey!” perintah mamanya. Chasey segera menghapus air matanya dan bergegas menuju ke sumber suara. Jika tidak melakukannya, bisa-bisa bagian tubuh Chasey yang lain menjadi sasaran empuk tangan mamanya. Sesampainya di ruang keluarga ia langsung duduk di sofa. Chasey dapat melihat mamanya yang sedang heboh mencari-cari handuk untuk mengompres kening Fiona yang memar. “Pegang ini,” perintah Mama pada Fiona. Fiona memegangi handuk dingin yang ditempelkan Mama di keningnya. Sesekali ia meringis kesakitan. “Sekarang kamu puas Chasey? Lihat luka Fiona. Apa kamu nggak bisa bicara baik-baik?” “Tidak. Kalau aku nggak melakukan itu, pasti Fiona sudah pergi dan Mama akan membiarkannya. Aku juga mau pergi Ma, Fiona juga sudah berjanji padaku untuk pergi bersama,” jawab Chasey. Kemudian Fiona menyeletuk, “Kapan aku janji pergi sama kamu? Aku kan bilang kalau aku bisa pinjam mobil Mama dan jadian dengan Justin. Tapi nyatanya sekarang aku nggak pakai mobil mama dan aku belum jadian sama Justin.” “Siapa Justin?” “Kamu berbohong,” jawab Mama dan Chasey bersamaan. “Pokoknya kamu harus mengajakku. Aku yang memperkenalkan tempat itu, jadi kamu harus berterima kasih padaku dengan cara mengajakku pergi ke sana,” lanjut Chasey. Mama memukul punggung Chasey dengan kencang. “Dasar anak tidak tau malu! Kamu udah bikin Fiona terluka. Bisa-bisanya minta dia berterima kasih. Harusnya kamu yang minta maaf Chasey. Mau bagaimanapun dia adalah kakakmu.” Chasey mengelus punggungnya yang terasa sakit. “Mau sampai kapan Mama terus memukulku? Lihat! Pipiku masih merah dan sekarang Mama kembali memukulku. Aku juga anakmu, bukan hanya Fiona! Mama selalu saja membela dia tanpa memperdulikan perasaanku.” Chasey berhenti sebentar dan menahan air matanya agar tidak keluar. “Aku juga mau kesana,” lirihnya. Setelah mengatakan itu ia membanting pintu dan pergi keluar rumah. “Dasar anak nggak tau diuntung! Kamu nggak apa-apa kan Fiona? Masih mau berangkat?” ujar Mama. “Aku nggak apa-apa kok, Ma. Cuma masih sakit sedikit karena kena tembok tadi,” jawab Fiona sambil menunjuk ke arah keningnya yang masih merah. “Kamu nggak usah pergi aja ya. Nanti kalau ada apa-apa kan bahaya,” ucap Mama. Fiona kemudian menggendong tas ransel yang tadi ikut jatuh bersamanya saat dilempar buku oleh Chasey. “Nggak akan ada apa-apa Mama. Aku pergi ya. Justin sudah menungguku di depan.” Setelah mengatakan itu, Fiona pergi keluar rumah dan menemui Justin yang telah menunggunya di luar mobil. Justin mengenakan hoodie berwarna navy dan celana jeans biru terang. Dalam penglihatan Fiona, Justin terlihat sangat tampan. Kemudian Fiona mengambil ponselnya dan memotret Justin. “Itu ilegal,” ucap Justin sambil berusaha menutup kamera ponsel Fiona. “Apanya yang ilegal? Aku cuma mengambil fotomu. Lihat? Kamu keren banget,” kata Fiona sambil menunjukkan hasil jepretan kamera ponselnya. “Aku memang selalu keren, Fio. Kamu juga harus keren. Eh, tapi sebentar. Kenapa itu di dahimu ada luka memar?” “Tadi aku jatuh, terus dahiku membentur tembok.” Fiona memelas. “Itu kan karena kecerobohanmu sendiri.” “Bukan! Ini semua gara-gara Chasey, adikku. Dia nyebelin banget,” keluh Fiona. “Apa yang dia lakukan?” “Dia melempar buku ke kepalaku, terus aku jatuh.” Chasey tengah duduk di bawah pohon yang terletak tidak jauh dari tempat Fiona dan Justin mengobrol. Ia dapat dengan jelas mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka yang sedang dimabuk cinta, tidak bisa menyadari keberadaan Chasey. Ia jengah dengan ucapan Fiona yang menyalahkannya untuk mendapatkan simpati dari Justin. Dasar penjilat! Padahal Fiona sendiri adalah penjahat yang sesungguhnya. Bagaimana bisa Justin tidak melihat kebusukan wanita ular itu? Sebuah ide jahil muncul di kepala Chasey. Ia melempari kedua orang itu dengan kerikil kecil. Setelah Chasey melempari mereka beberapa kali, ia menyadari satu hal. Jatuh cinta benar-benar membuat Fiona semakin tidak peka. Begitu juga dengan Justin. Tunggu. Mereka tidak peka kan? Sebuah senyuman tercipta di bibir Chasey.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.0K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.9K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook