BAB 8

2295 Words
Bagian 8 Mia begitu gelisah, entah sudah berapa kali ia membalikan posisi tubuhnya di atas ranjangnya sambil sesekali memegang perutnya yang terasa melilit sakit. Terhitung sudah tiga malam semenjak kejadian itu, Mia memilih untuk mengurung diri di dalam kamarnya tanpa mengindahkan suruhan para pelayan-pelayan berwajah psikopat yang beberapa kali membujuknya untuk keluar dan memakan sesuatu yang telah mereka hidangkan. Dan semenjak hari itu juga, Alex tidak menampakan batang hidungnya lagi. Entah kemana perginya karena Mia sungguh tidak ingin memikirkan apapun tentang pria itu bagaimanapun keadaannya. Tapi mungkin malam ini ia harus segera mengakhiri sifat keras kepalanya untuk segera mengisi perutnya dengan makanan apapun yang bisa menghentikan rasa perih di dalam perutnya ini. Mia beranjak dari tidurnya, lalu melirik sekilas ke arah jam dinding dan langsung menelan air liurnya kelu. Sudah pukul satu dini hari, dan ia tidak tahu apakah ia cukup berani keluar dari dalam kamarnya ini, lalu mengendap-endap di rumah besar yang memiliki aura mistis yang tak dapat Mia jelaskan kenapa. Tapi sekarang, Mia sungguh tidak dapat menahan rasa laparnya lagi. Dengan keberanian yang tersisa, Mia mencoba bangkit berdiri walaupun ia hampir kehilangan keseimbangannya karena tubuhnya yang terasa begitu lemas. Seperti biasa, sengatan yang di timbulkan akibat menapakan kakinya di ubin dingin berwarna putih itu langsung membuat Mia menggigil. Perlahan, tangannya terulur untuk membuka knop pintu kamarnya tidak ingin menimbulkan suara yang cukup mengganggu. Namun betapa terkejutnya ia saat menemukan sosok pria yang akhir-akhir ini telah berhasil membuat Mia hampir kehilangan akal sehatnya karena sikap arogannya yang tidak dapat Mia duga kapan itu akan terjadi. Mata mereka saling mengunci satu sama lain. Alex tampak begitu lelah dan frustasi di saat yang bersamaan, pria itu nampaknya baru saja pulang karena ia masih mengenakan setelan formal. Dan Mia masih dengan keterkejutannya tak dapat mengatakan sepatah katapun selain diam mematung di ambang pintu balas menatapnya. "ada apa?" tanya Mia pelan pada akhirnya. "Aku dengar kau tidak keluar dari dalam kamarmu sejak kemarin, kau juga tidak memakan apapun." Katanya dengan nada penuh empati, tidak terlihat di buat-buat atau terdengar seperti sebuah godaan yang sering Alex layangkan padanya. Mia mengernyitkan kening seraya menatap Alex dengan tatapan menyelidik. Apa pria itu bertanya karena peduli kepadanya? "Apa pedulimu?" balas Mia dengan ketus, tidak ingin terlalu cepat menganggap kepedulian yang di tunjukan pria itu sebagai suatu hal yang baik. Samar, terdengar suara helaan nafas yang pendek dari mulut Alex. "dengar, aku tahu aku mungkin terlalu kasar padamu saat itu, dan aku minta maaf untuk hal itu. Apa aku melukaimu lagi?" tanyanya dengan ekspresi bersalah tanpa di sangka-sangka membuat mulut Mia sedikit menganga karena tidak percaya pria itu akan mengucapkan permohonan maaf secara langsung dengan cara seperti itu. Pria ini memang pria aneh. Mia tidak pernah bisa menebak akan seperti apa sikap pria itu kepadanya, karena bisa saja setelah ia mengajukan permohonan maaf seperti ini, sebentar lagi ia akan membentaknya entah karena masalah sepele atau apapun yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi karena ia sudah sangat lelah untuk memikirkan semua ini, Mia akhirnya membalas pertanyaan Alex dengan sebuah gelengan. "Lupakan saja. Aku sudah tidak mau mengungkitnya lagi." Kata Mia tanpa menatap ke arah Alex yang sedang menatapnya dengan tatapan serius. Bukan apa-apa, tajamnya tatapan pria itu sejujurnya membuat Mia sedikit resah jika harus berlama-lama di sudutkan dalam situasi yang seperti ini. Namun, entah apa yang pria itu pikirkan karena tanpa terduga tangannya terulur menyentuh rahang Mia hingga Mia reflek menjauh dan berganti menatap Alex dengan tatapan terkejut. "suhu badanmu panas," ucap Alex setengah berbisik. Mia tidak tahu apakah ungkapan yang Alex ucapkan itu adalah bentuk dari sebuah kepedulian yang di sebabkan oleh rasa bersalah nya, karena Mia tidak dapat memastikan hal itu terlebih dahulu karena tiba-tiba saja Mia tidak dapat merasakan kakinya masih berpijak di tempat yang benar, ia terlalu lemah hingga ia terhuyung jatuh ke dapan, dan saat itu juga Alex dengan keterkejutannya mendapati Mia sudah tak sadarkan diri. *** Hal yang pertama kali Mia lihat saat pertama ia membuka kedua kelopak matanya adalah sesosok tubuh pria yang familiar sedang memunggunginya dan berbicara pada seorang pria asing yang tampaknya sangat serius mmembicarakan sesuatu yang masih belum Mia ketahui apa. "Dia hanya kelelahan percaya padaku, dia juga mengalami sedikit dehidrasi, aku sarankan agar kau memantau pola makannya agar lebih teratur lagi." "Kau yakin? Maksudku, dia benar-benar baik-baik saja? Tidak ada masalah yang serius yang perlu di tangani lebih lanjut kan?" Alex tampak begitu gelisah, walaupun Mia tidak dapat melihat ekspresinya saat ini. lewat gerak-gerik tubuhnya yang tampak tidak tenang membuat ia terlihat begitu berbeda dari Alex yang biasanya pandai mengendalikan dirinya sendiri. "Aku sudah jelaskan berulang kali, dia baik-baik saja, jangan khawatir. Aku sudah memberi resep beberapa vitamin yang harus ia makan sesudah makan. Intinya kau harus memantau selalu agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi." Pria yang sekarang Mia ketahui sebagai dokter itu menepuk pundak Alex pelan sebelum berbalik pergi di antar oleh seorang pelayan yang sejak tadi berjaga di depan. Barulah, saat punggung Dokter itu sudah tak terlihat lagi, barulah Alex membalikan badannya ke arah Mia dan walaupun ia tak benar-benar memperlihatkan ekspresinya saat ini, Mia bisa tahu bahwa pria itu sedikit terkejut mendapati ia telah tersadar. Tanpa disangka-sangka Alex menempelkan telapak tangannya di kening Mia untuk mengecek suhu tubuhnya saat ini. gilanya, sentuhan tidak terduga yang Alex beri pada Mia membuat sebuah sengatan panas yang tak dapat Mia ketahui alasan pastinya kenapa. "Duduklah dahulu," ucap Alex seraya membantu Mia untuk duduk bersandar di tepian ranjang. Alex menyodorkan segela air untuk Mia minum terlebih dahulu lalu ia keluar dari dalam kamarnya dan beberapa saat kemudian ia kembali sambil membawa nampan berisi semangkuk bubur yang masih terlihat hangat. "kau harus menghabiskan makanan yang satu ini, karena kau harus segera meminum obatmu dan kembali beristirahat," kata Alex tanpa mempedulikan bagaimana reaksi Mia yang tengah kebingungan akibat perlakuannya yang seperti ini kepadanya. Dengan telaten Alex menyendokan sesendok bubur berniat untuk menyuapi wanita itu, namun Mia segera memalingkan wajahnya enggan di perlakukan seperti ini tanpa mendapat penjelasan terlebih dahulu. "Aku tidak mengerti," ucap Mia pada akhirnya membuka mulutnya untuk bicara. "Mengerti apa?" "kau..."katanya pelan. "Aku?" Alex masih belum mengerti. "kenapa kau bersikap seakan kau benar-benar peduli padaku, aku merasa aneh saja karena kau tiba-tiba saja sudi merawatku seperti ini. seharusnya kau membiarkanku kan? Bukankah kau lebih suka aku menderita? Seperti yang sering kau ucapkan." Ekspresi Alex berubah drastis. "Kau terlalu banyak berpikir, kau harus tahu jika aku tidak suka bermain-main dengan seorang yang lemah dan juga tidak berdaya. Jadi jangan terlalu percaya diri, aku melakukan ini semua juga untuk diriku pribadi." Jelas Alex membuat wajah Mia seketika terasa panas karena marah, giginya langsung menggertak dan saat itu juga Mia langsung menatap Alex tajam, mengisyaratkan bahwa ia telah kembali mengibarkan bendera perang dan akan kembali membantah segala yang Alex inginkan tidak peduli efeknya nanti. "Kalau begitu aku tidak mau makan, tidak mau memakan obat, dan tidak mau beristirahat. Aku benar-benar akan sangat lemah, dan saat itu kau tidak bisa bermain-main denganku lagi karena mungkin saja aku akan membiarkan diriku mati dan---" ancaman yang di lontarkan Mia seketika terpotong karena Alex dengan cepat mencondongkan tubuhnya ke depan untuk mencium sekaligus membungkam segala yang akan wanita itu lontarkan lagi. Alex melumat bibir wanita itu dengan sengaja, memancingnya agar Mia segera membuka mulutnya dan memberikan celah agar Alex dapat bereksplor lebih banyak lagi saat menguasai mulut wanita itu. "Selalu saja, mengancamku dengan kematian. Apa tidak ada yang lebih baik dari itu?" tanya Alex seusai melepaskan ciumannya dengan sedikit geram, ia bahkan tidak mempedulikan efek apa yang telah ia timbulkan karena ciuman tidak terduga itu karena saat ini Alex telah berhasil membuatnya tak berkutik sama sekali saking terkejutnya dengan apa yang baru saja terjadi kepadanya. "Habiskan makananmu dan turuti perintahku, jika kau semakin lemah nanti, akan semakin mudah bagiku untuk menguasaimu, dan kau tidak bisa melakukan perlawanan apapun." Katanya tak terbantahkan lagi, membuat Mia yang saat ini sudah mati kutu tak bisa melakukan apapun selain pasrah dengan apa yang Alex inginkan. Mia menghabiskan makanannya sampai suapan terakhir, bukan apa-apa saat ini Mia memang sangat kelaparan sehingga Mia tidak punya banyak waktu untuk bersikap keras kepala lagi. "Lapar, eh?" goda Alex sambil mendelik seusai memberikan suapan terakhir yang Mia lahap tanpa banyak bicara lagi. Mia tak menghiraukan sindiran Alex, hanya untuk saat ini, Mia membiarkan Alex melakukan apapun terhadapnya tanpa harus ia bantah terlebih dahulu karena pada dasarnya Mia memang tidak pernah menang saat berlawanan dengan Alex. Setelah memberikan Mia beberapa obat yang telah Dokter berikan kepadanya, Alex beranjak seraya melinting lengan kemejanya lalu mematikan lampu kamar Mia membuat wanita itu langsung meloncat bangun karena takut. "Jangan matikan lampunya!" teriak Mia dengan ekspresi takut. Alex menatap Mia dengan tatapan heran, untuk pertama kalinya melihat reaksi wanita yang selalu bersikap sok kuat kini begitu ketakutan di hadapannya. "Kenapa?" "Nyalakan saja!" kata Mia histeris hingga Alex cepat-cepat kembali menyalakan lampu kamarnya. "Jadi, kau takut gelap?" tebak Alex pada akhirnya seraya menghampiri wanita itu yang kini telah kembali berbaring di ranjangnya. "Tidak." Bantah Mia tanpa menatap Alex. "kau tahu, kau tidak pandai berdusta," Kata Alex dengan nada meremehkan. Mia langsung menatap Alex geram, "dan kau bodoh! Kenapa kau masih bertanya saat kau sudah dengan jelas mengetahui jawabannya." Sembur Mia tajam. "Sejak kapan kau takut gelap?" "Kenapa kau ingin tahu?" tanya Mia masih berlaku sinis. "Apa sulitnya menjawab pertanyaan dariku, Mia?" tanya Alex yang mulai kesal dengan kesinisan yang selalu Mia tunjukan kepadanya. Melihat itu, Mia menghela nafas perlahan. "sudah lama. Hanya ketakutan tidak beralasan, aku selalu mendapat mimpi buruk jika aku mematikan lampu kamarku sebelum aku tidur, dan juga halusi-halusi yang timbul dari pemikiranku, itu sangat mengganggu," jawab Mia mulai luluh untuk bersikap terbuka pada Alex, toh tidak ada salahnya juga pria itu tahu alasannya kenapa walaupun Mia tidak tahu apakah Alex benar-benar ingin mengetahuinya atau tidak. "Seperti saat kau membayangkan sesosok monster yang berdiri di sudut kamarmu yang sewaktu-waktu akan menyerangmu saat kau lengah, begitu?" Alex kembali menggoda Mia dengan santainya hingga Mia merasa menyesal telah menjelaskan hal itu kepada pria yang sama sekali tidak memiliki simpati terhadapnya. "Itu sungguh lelucon yang sangat buruk." cibir Mia. Alex terkekeh pelan, lalu ia menaiki ranjang dan ikut bergabung bersama Mia hingga saat itu terjadi Mia sudah sigap menjauhkan dirinya dari jangkauan Alex. "Apa yang mau kau lakukan?" tanya Mia waspada, mengambil ancang-ancang sebaik mungkin karena malam ini ia tidak akan membiarkan pria itu kembali tidur bersamanya---tidak setelah ciuman tidak terduga itu. "Tidur, seraya memastikan agar kau juga tidur bersamaku. Apalagi?" tanya Alex dengan tampang innocent-nya. "Tidak, aku tidak mau. Aku sudah menghabiskan makananku dan juga meminum obat seperti yang kau pinta, jadi biarkan aku memenuhi satu perintahmu lagi untuk beristirahat, dengan tenang, tanpa dirimu." Kata Mia dengan sedikit nada memohon agar Alex dapat mengerti dan segera enyah dari tempatnya ini. Tapi Alex tetaplah Alex, dengan sifat keras kepalanya yang sudah seperti batu. Jika itu yang ia inginkan, tidak ada siapapun yang bisa membantahnya lagi. “kau cerewet sekali. Aku sampai pusing mendengarnya," gumam Alex seraya merapatkan diri ke tubuh Mia untuk memeluknya. "Kenapa kau selalu berbuat seenaknya tanpa mendengarkanku sih?!" pekik Mia di tengah rasa frustasinya dan juga perasaan aneh yang Alex timbulkan terlebih setelah pria itu mencuri sebuah ciuman darinya. Sungguh hal itu membuat Mia merasa sangat geram karena saat pria itu menciumannya Mia serasa mendapatkan sebuah hipnotis sehingga ia dapat tidak melakukan apapun selain terdiam dan membiarkan pria itu melancarkan aksinya cukup lama. Seharusnya ia mendorong pria itu menjauh atau setidaknya memberikan sedikit tamparan agar pria itu merasa jera. Dan tentu saja hal itu membuat Mia sangat frustasi. Belum lagi, satu hal yang membuat Mia merasa begitu frustasi karena ciuman itu adalah ciuman pertamanya yang baru ia dapatkan selama 23 tahun semasa hidupnya. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya ia akan mendapatkan ciuman pertamanya dengan cara yang seperti itu. Sungguh sangat menyebalkan. "Sudah ku katakan kau terlalu banyak berpikir, pada akhirnya kau akan tidur nyenyak dalam pelukanku kan?" Mia menggertakan rahangnya, lalu dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan diri dan beranjak duduk menatap Alex dengan ekspresi marah. "Kenapa kau menciumku saat tadi?!" tanya Mia pada akhirnya melontarkan pertanyaan yang sejak tadi mengganggu pikirannya. Alih-alih bukannya menjawab, Alex malah langsung tertawa dengan pertanyaan sarkas yang Mia lontarkan itu. "Jadi itu yang membuatmu gelisah?" tanyanya dengan sengaja kembali mempermainkan Mia karena saat ini ia begitu menikmati bagaimana ekspresi Mia yang terkesan begitu konyol di hadapannya. "Lupakan saja!" gertak Mia seraya membanting tubuhnya ke ranjang, dengan sengaja memunggungi pria itu untuk menutupi rasa kesalnya yang telah membuncah. Samar-samar Mia dapat merasakan pria itu bergerak untuk mendekatinya. Karena sekarang, Mia dapat merasakan hembusan nafas pria itu menyentuh tengkuknya. "Pertama, karena aku pikir itu satu-satunya cara agar kau bisa berhenti bicara dan kedua, aku benar-benar penasaran bagaimana rasanya, setelah sekian lama. Apa kau puas sekarang?" Mia kembali membalikan badannya dengan penasaran karena jawaban yang di berikan Alex membuatnya kebingungan. "Setelah sekian lama? Apa maksudmu?" Alex langsung terdiam, "Bukan apa-apa. Jadi karena aku sudah menjawab pertanyaanmu, bisakah kita tidur? Atau kau ingin satu ciuman lagi dariku?" tanya Alex dengan seringainya membuat Mia langsung berdecak sambil memutar bola matanya dan kembali memunggungi pria itu karena Alex tidak akan pernah berhenti untuk menggodanya, sampai sifat arogannya akan datang secara tiba-tiba. Sehingga Mia memilih untuk segera memejamkan matanya, tidak ingin mengganggu seekor harimau yang sedang tertidur pulas di dalam kandangnya---tidak untuk malam ini. Alex tidak langsung tertidur atau mencoba kembali menarik tubuh Mia ke dalam pelukannya. Ekspresinya kini berubah sendu, menatap punggung wanita itu yang kini mungkin sudah masuk ke dalam alam mimpinya. Perlahan tapi pasti, jemarinya terulur untuk menyentuh garis lengan Mia secara teratur naik dan turun terus berulang kali sampai ia merasa puas. Entah apa yang Alex pikirkan saat ini, yang jelas malam itu ia habiskan untuk menatap wanita yang tidur di sampingnya. Seakan jika ia lengah sebentar saja, wanita itu akan pergi. Meninggalkannya bersama sepi dan kehampaan yang begitu pekat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD