Bagian 9
"Untuk apa kau membawakan gaun ini padaku?" tanya Mia setelah melihat isi dari shoping bag yang di bawakan salah seorang pelayan yang baru Mia ketahui bernama Ema.
"Tuan Alex yang memerintahkan untuk membawakan gaun ini kepada anda. Dia juga berpesan agar Anda segera mengenakan gaun tersebut. Saat ini dia menunggu Anda di kamarnya." katanya lalu langsung bergegas pergi kembali bahkan sebelum Mia benar-benar mengerti maksud dan tujuan semua ini.
Mia menatap gaun polos selutut berwarna hitam yang pelayan itu bawakan dengan terheran-heran. Tentu saja hal ini membuat ia bertanya-tanya apa maksud dan tujuan Alex membawakan gaun ini kepadanya, terlebih ia harus memperlihatkan diri setelah ia mengenakan gaun ini sekarang juga.
Mia meraba gaun itu dengan hati-hati, gaun yang mahal pastinya. Modelnya mungkin memang terlihat membosankan, tapi melihat potongan dan bahannya yang terasa begitu lembut dan terlihat nyaman untuk di kenakan entah kenapa gaun ini langsung memikat hatinya.
Dan yang paling utama, untuk pertama kalinya Alex memberikan sebuah pakaian berwarna selain putih.
Apakah ini sebuah pertanda baik?
Mia tidak ingin berasumsi secepat itu, kali ini ia segera berganti pakaian untuk mengenakan gaun tersebut dan memperlihatkan pada Alex agar ia tahu sendiri jawabannya.
Di luar dugaan, gaun ini sangat pas membalut tubuhnya. Hal yang membuat Mia berlama-lama memaku dirinya di hadapan cermin karena tiba-tiba saja ia merasa resah untuk mendatangi Alex di bawah sana.
Apa yang akan ia katakan tentang penampilannya saat memakai gaun ini? Apakah ini terlihat bagus atau justru sebaliknya?
Tunggu... Mia segera menyangkal pikiran itu saat tersadar betapa bodohnya ia saat ini.
Pria itu hanya memintanya untuk memakai gaun ini, bukan untuk mengajaknya ke sebuah pesta dansa. Lantas kenapa ia harus merasa gelisah? Lagipula apapun tanggapannya nanti setelah ia melihat penampilan nya ini, Mia tidak mau peduli---lebih tepatnya, ia berusaha untuk tidak pernah peduli.
Bergegas, ia keluar dari kamarnya menuju tempat dimana Alex berada sekarang. Kamar gelap itu...
Seperti biasa, celah pintunya sedikit terbuka. Dan dengan ragu, Mia menggantung tangannya sebelum mencoba untuk mengetuk pintu tersebut.
Ah, tiba-tiba saja, Mia menjadi teringat apa yang telah ia lihat pada malam itu di dalam kamar ini. Apakah pria itu masih sering melakukannya? Karena entah kenapa hal itu membuat Mia merasa sangat sedih. Bagaimanapun juga, walaupun Alex masih dapat di katakan sebagai pria asing untuknya, terlebih sikap arogannya yang selalu berlaku semena-mena terhadapnya. Pria itu tetaplah pria yang telah menikahi dan mengikatnya sampai saat ini. Mia memang masih belum sudi untuk mengakui pernikahan tersebut. Tetapi, rasa simpati itu tidak dapat ia tampik begitu saja.
Pikiran itu membuat Mia tanpa sadar mendesah dengan kasar, menghentikan lamunannya dan kembali teringat apa niat semula ia datang kemari. Mia mengetuk pelan pintu tersebut lalu memberanikan diri untuk masuk ke dalam secara perlahan tanpa persetujuan Alex terlebih dahulu.
Kamar itu begitu gelap, temaram, dan penuh dengan harum lilin aromaterapi. Belum lagi suasana mencekam itu semakin di perkuat dengan musik instrumental dari seorang pianis bernama Philip Glass yang Alex putar dengan volume yang begitu pelan.
Hanya ada satu lilin berwarna merah yang sedang menyala di tempat ini. Dan saat itu, Mia dapat melihat sosok pria itu sedang memunggungi nya, menatap kosong ke arah jendela besar yang tirainya sedikit terbuka di ujung sana.
"Alex..." Panggil Mia pelan, suasana gelap di kamar itu membawa aura aneh yang membuat bulu kuduk Mia tiba-tiba saja berdiri.
Alex tak bergeming dari posisinya untuk beberapa saat, sampai pria itu bergerak menutup tirainya dan berbalik ke arah Mia tanpa ekspresi apapun.
Pria itu berjalan ke arah dimana lilin-lilin nya berjajar lalu ia menyalakan beberapa sampai kamar itu cukup penerangan.
"Kenapa kau suka sekali berada di tempat yang gelap?" tanya Mia mencoba untuk mencairkan suasana mencekam ini dengan menanyakan sesuatu.
"Kenapa? Apa kau takut berada disini?" alih-alih bukannya memberikan jawaban, Alex malah balik bertanya kepadanya.
"Aku hanya bertanya! Apakah itu salah? Dan yang terpenting aku kesini karena aku ingin tahu apa yang kau inginkan setelah aku memakai gaun ini?" tanya Mia dengan kesal, karena pria itu tidak pernah bisa di ajak serius saat berbicara.
"Hanya ingin tahu apakah gaun itu pas di tubuhmu atau tidak." jawab Alex acuh.
"Hanya itu?" tanya Mia seraya menaikan sebelah alis tak percaya.
"Memang apa yang kau harapkan, Mia?"
Mia menahan nafas sembari berusaha mengendalikan emosinya. "Kenapa kau selalu berpikir negatif tentangku? Apa salahnya kau menjawab pertanyaan ku dengan baik tanpa harus memicu perdebatan sih? Yah, benar mungkin aku sudah tidak waras berharap kita dapat berkomunikasi dengan baik. Seharusnya aku tidak pernah memikirkan tentang itu!" sungut Mia seraya menghentakkan kakinya dan berbalik untuk pergi meninggalkan pria menjengkelkan itu. Namun belum sempat Mia sampai pada daun pintu, Alex menarik pergelangan tangannya dengan cepat, hingga dalam satu tarikan nafas tubuhnya yang mungil langsung tertarik seperti magnet dalam dekapan pria itu.
"Apa maksudmu? Lepaskan aku!" kata Mia yang terkejut mencoba melepaskan diri dengan memberontak.
Perlawanan yang Mia lakukan malahan semakin membuat Alex mengeratkan pelukannya. Pria itu menyeringai dengan sengaja, sangat menikmati bagaimana ekspresi kalap yang saat ini sedang Mia tunjukan di hadapannya.
"Aku suka energimu itu saat kau melawanku." kata Alex setengah berbisik.
"b******n, lepaskan aku sekarang juga! Atau aku---"
"Atau aku apa?" sanggah Alex memotong perkataan Mia. "Kau akan mengancam ku untuk membunuh dirimu lagi, begitu?"
"Atau aku akan mematahkan lehermu! Ah!"
Alex terkekeh secara spontan. "Lakukan saja jika kau bisa. Lagipula, kenapa sih kau selalu berpura-pura menolakku, apa kau sudah lupa bahwa kita ini sepasang suami istri? Berpelukan seperti ini adalah hal yang wajar kan? Bahkan pasangan suami istri yang lain melakukan hal yang lebih selain berpelukan." pancing Alex dengan sengaja, membuat pipi Mia langsung memerah seketika.
"Hentikan omong kosong dan khayalan jorokmu itu! Kau hanya akan bermimpi!" desis Mia dengan mata yang berkilat-kilat.
"Apa kau menantangku Nyonya Abraham?" kata Alex dengan sengaja semakin memancing Mia untuk membuat wanita itu kesal terhadapnya.
Alex mendekatkan wajahnya pada Mia membuat Mia yang tak memiliki persiapan itu cepat-cepat memejamkan matanya secara reflek seraya menahan nafasnya kuat-kuat. Namun setelah beberapa detik hal yang mulanya ia kira akan terjadi padanya tak kunjung ia rasakan, Mia membuka matanya secara perlahan dan mendapati wajah Alex yang sedang menatapnya dengan tatapan geli.
"Apa kau berharap aku akan mencium mu, eh?" tanya Alex membuat Mia langsung memalingkan wajahnya seraya mengembungkan pipinya merasa kesal sekaligus malu di saat yang bersamaan.
Alex melonggarkan dekapannya tapi sama sekali tak mengubah jarak di antara mereka. "Mau berdansa denganku?"
"Apa?!" tanya Mia yang terkejut mendapat tawaran aneh secara mendadak dari pria yang sebelumnya tengah berusaha memancingnya untuk merasa kesal.
"Aku bersungguh-sungguh Mia," ucap Alex dengan wajah serius.
Telapak tangan Mia reflek terulur menyentuh kening Alex dengan perihatin. "Apa kau baik-baik saja? Apa yang merasuki mu secepat ini?"
"Berhenti bermain-main," kata Alex menyingkirkan telapak tangan Mia dari keningnya dengan ekspresi tidak suka.
"Padahal aku baru sekali membalasmu." cibir Mia sambil memberenggut kesal.
"Cepat, jawab saja." katanya dengan tidak sabaran.
Mia mendelik, berpikir sesaat lalu menatap Alex seraya menaikkan sebelah alisnya. "Tapi aku tidak bisa berdansa." katanya terdengar ragu.
Alex terkekeh, "itu bukan masalah besar." katanya lalu berbalik ke arah lemari tempat dimana koleksi piringan hitam nya berada. Ia mengambil salah satu piringan dari rekaman instrumental Travis A King yang berjudul beautiful mind.
Saat musik pertama kali terdengar, cepat-cepat Alex mengulurkan tangannya ke arah Mia yang di sambut dengan ragu dan juga canggung oleh Mia. Pria itu menarik pinggang Mia hingga tubuh wanita itu merapat dengan tubuh Alex.
Mulanya, Mia memilih untuk menundukkan kepalanya takut jika ia akan salah langkah dan menginjak kaki Alex, terlebih sebenernya ia tidak bisa bertatapan secara langsung dengan Alex saat ini.
Pria itu sedang menatapnya dengan tajam dan juga serius. Tatapan yang tak dapat Mia artikan. Namun, dengan inisiatifnya sendiri, Alex mengangkat dagu Mia dengan jemarinya agar wanita itu bisa menatap ke dalam matanya, sama sepertinya.
Jantung Mia tiba-tiba saja berdebar kencang tanpa tahu kenapa. Pipinya memanas secara tidak tahu malu, membuat gelenyar aneh yang tak dapat Mia artikan sendiri.
Mia berdehem pelan, untuk menutupi rasa canggung nya saat ini.
"Kau bersikap aneh lagi..." bisik Mia memulai perbincangan.
"Aku? Memangnya apa yang aku lakukan?" tanya Alex dengan tenang---tidak seperti biasanya.
"Kau bersikap manis seperti ini... Rasanya aneh,"
"Oh ya?"
"Hm-mm" angguk Mia.
"Lalu, apakah kau menyukainya?"
Belum sempat Mia menjawab tanpa sengaja karena kakinya yang masih belum terbiasa untuk berdansa, ia menginjak sebelah kaki Alex hingga pria itu sedikit terusik sakit.
"Injak saja kedua kakiku," perintah Alex sedikit geli.
"Eh, apa tidak apa?"
Alex mengangguk sebagai jawaban, dan dengan ragu-ragu Mia menuruti perintah Alex, kedua kakinya menginjak kaki pria itu hingga mereka berdua kini lebih dekat dan juga lebih mudah saat berdansa.
Mereka berdua saling menatap, menghayati instrumental romantis yang menjadi pengiring dansa mereka saat ini.
Lilin-lilin yang mulanya tampak menyeramkan bagi Mia kini entah kenapa membawa kehangatan tersendiri yang menambah suasana romantis di antara mereka berdua.
Tidak bisa di percaya memang kenapa Mia bisa begitu menjadi tenang saat ini.
Dan entah siapa yang memulai, bibir mereka sudah saling memagut dengan perlahan, mesra, dan juga seirama dengan instrumental romantis yang masih berputar itu.
Alex mengecap bibir Mia dengan hati-hati seakan bibir itu adalah benda antik yang begitu rapuh. Sedangkan Mia, entah setan dari mana yang merasukinya saat ini sehingga ia dengan pasrah nya membalas ciuman Alex begitu mendambanya, tangannya bahkan sudah berpindah melingkar di sekitar leher Alex dan sesekali meremas rambut pria itu saat ciuman mereka semakin dalam.
Gila memang. Seharusnya ini tidak terjadi karena alarm peringatan dari dalam jiwa Mia segera menyadarkannya hingga ia menarik tubuhnya menjauh dari pria itu dan segera berlari keluar sambil meraba bibirnya yang masih terasa lembab dan bergetar efek dari ciuman penuh hasrat yang Alex berikan kepadanya.