BAB 12

1311 Words
Bagian 12 Aroma lilin terapi yang menenangkan dan juga lantunan musik romantis dari piano menjadi hal pertama yang menyambut Mia saat ia terbangun. Mia bahkan lupa bagaimana ia bisa berakhir di kamar ini. Seperti sebuah hipnotis, saat pria itu memerintahkan agar ia tidur dengannya semalam di kamar ini, Mia hanya bisa mengangguk pasrah. Mungkin, karena ia sudah terlalu lelah untuk berpikir dan membantah lagi. Pria itu memang tidak bertingkah macam-macam lagi saat semalam, malahan ia tampak begitu berbeda dari sebelumnya. Ia berubah menjadi Alex yang temperamental menjadi Alex yang begitu lembut dan juga terkesan berhati-hati saat bersamanya. Dan satu hal yang membuat Mia sedikit terkesan, pria itu membiarkan lampu di kamar ini menyala semalaman. Mia beranjak lalu merapikan rambut seadanya. Ia meraba wajahnya yang kini mulai terasa sakit karena memar akibat pukulan Alex semalam. Mengabaikan rasa sakitnya, Mia cukup terkesima saat melihat Alex begitu fokus dengan lantunan piano yang saat ini sedang ia mainkan. Pria itu terlihat begitu serius, namun di sisi lain ia menunjukan sesuatu yang tidak pernah ia perlihatkan kepadanya selama ini. Sebuah ketenangan, dan rasa damai. Mia bahkan sampai tak sadar jika Alex telah selesai memainkan pianonya. "Apa yang kau lihat?" Tanya Alex ketus, membuat Mia langsung mendengus kesal karena Alex telah kembali seperti semula. "Tidak ada." Jawab Mia tak kalah ketusnya. "Terkesima, eh?" Tanya Alex dengan senyum miringnya. "Dalam mimpimu! Kau seorang dosen dari universitas seni, jadi itu bukan hal yang baru lagi untukku!" "Benarkah?" Alex belum mau berhenti menggoda wanita itu. Mia mendesis keras, "terserah kau saja!" Katanya kesal sambil memutar bola matanya lalu berbalik untuk pergi sebelum perbincangan ini hanya akan menguras waktu dan energi nya saja. Namun, tampaknya Alex belum merasa puas mempermainkan wanita itu. Di tarikannya Mia hingga wanita itu hampir saja terjatuh ke arahnya jika Alex tidak menahannya. "Apaan sih! Lepaskan aku!" Teriak Mia. "Merajuk eh?" "Kenapa sih kau menyebalkan sekali?" Dengus Mia. Mia benar-benar tak bisa lagi memahami pria itu. Sifatnya yang tidak mudah di tebak dan juga moodnya yang cepat berubah-ubah, membuat Mia hampir kehilangan akal sehatnya sendiri. Dan yang lebih gilanya lagi, entah hal apa yang bisa menguatkan Mia sampai detik ini untuk bertahan di sampingnya. Alex dapat melihat ekspresi sedih yang sangat jelas Mia tunjukan dari renungannya itu. Belum lagi, ia baru melihat luka memar yang sekarang semakin terlihat jelas di wajahnya. Tanpa sadar, tangannya terulur untuk menyentuh luka di wajah wanita itu, sehingga Mia langsung menghindar secara reflek karena merasa terkejut. Tapi Alex tak menghiraukan penolakan yang terang-terangan Mia lakukan kepadanya, pria itu tetap melancarkan aksinya, menyentuh dengan lembut luka yang di sebabkan oleh tangannya sendiri. Mia tak dapat berkutik saat momen itu terjadi, hanya deru nafas di antara mereka berdua yang terdengar begitu berisik. Tanpa Mia sadari, matanya terpejam begitu saja saat merasakan sensasi kulit tangan Alex membelainya dengan lembut. Begitu perlahan, dan berhati-hati agar Mia tak merasakan kesakitan. Lalu sentuhan itu berganti dengan sebuah kecupan, sama lembutnya sehingga Mia semakin di buat meremang olehnya. Alex mencium setiap senti luka yang tercetak di wajah Mia sampai ujung bibirnya. Ciuman itu membuat sengatan perih dan juga sebuah sensasi aneh yang tak dapat Mia artikan sampai Mia meremas kuat ujung gaunnya saat Alex masih terus membuainya dengan kecupan lembutnya. "Kau mau pergi ke suatu tempat bersamaku?" Bisik Alex di sela ciumannya. "Hmm...?" Gumam Mia bergetar masih merasakan sensasi yang Alex berikan kepadanya. "Ayo kita bersiap." Ajak Alex tanpa mau menjelaskan lebih, langsung menarik Mia untuk pergi bersamanya. *** "Kita akan pergi kemana?" Tanya Mia di tengah kebingungannya. "Hmm..." Alex yang sedang serius menyetir tampaknya enggan untuk menjawab pertanyaan sederhana itu. Mia yang tahu jika ia tidak akan mendapatkan jawaban yang pasti akhirnya hanya bisa menghela nafas pasrah lalu menikmati sisa perjalanannya dengan tertidur--- karena itu seribu kali jauh lebih baik. *** Bau tumbuhan dan juga pohon Pinus yang khas berhasil membuat Mia terjaga dari tidurnya. Pria itu menanggalkan jaketnya untuk menutupi tubuhnya saat tertidur tadi. Sehingga samar, Mia dapat merasakan aroma tubuh Alex dari jaketnya itu. Perpaduan antara bau mint dan juga daun cemara yang menenangkan. Entah dimana ia berada saat ini, karena Alex sudah tidak berada di sampingnya. Namun, dari apa yang ia lihat sekarang, hanya ada pohon-pohon Pinus yang menjulang tinggi di sepinggir jalan. Udara yang begitu lembab dan juga dingin menyambut Mia ketika ia keluar dari dalam mobil hingga ia cepat-cepat merapatkan jaket milik Alex di tubuhnya. Ia mengusap-usap kedua telapak tangan lalu menempelkan di wajahnya sembari berbalik untuk mencari pria itu. Dan detik itu juga, Mia langsung terpana. Awalnya Mia pikir, tempat ini hanya di lingkupi oleh pohon pinus yang terlihat membosankan. Tapi Mia salah besar, nyatanya di sisi yang lain terdapat beberapa bukit yang puncaknya kini tertutup kabut juga danau kecil yang airnya terlihat begitu jernih. Lalu tak jauh dari tempat ia berdiri saat ini, terdapat sebuah pondok kayu berukuran minimalis yang berada dekat pinggir dari danau. Dari situlah pria itu terlihat, ia berjalan ke arah Mia tanpa ekspresi dengan kemeja putihnya yang saat ini telah di linting. Dan sialan, entah kenapa hal itu membuat dia terlihat begitu sexy. "Kau suka?" Tanyanya dengan suara yang serak. Mia menyunggingkan seulas senyum. "Untuk alasan apa?" "Hmm...?" Alex mengernyit tak mengerti. "Untuk alasan apa kau membawaku ke tempat ini?" Tanyanya lebih jelas. Alex mengangkat kedua bahunya. "Apa aku harus memiliki alasan khusus saat aku mengajakmu kemari, Mia?" "Ya karena itu dirimu. Aku tahu, kau tidak akan mengambil keputusan apapun tanpa sebuah alasan." Mia memicingkan matanya bermaksud untuk menyudutkan Alex agar pria itu mau memberi tahu alasannya apa. "Hmm... Aku tersanjung kau sudah mengenalku dengan baik. Tapi, apa kau yakin kau benar-benar ingin tahu alasannya, Mia?" Dari ekspresi yang saat ini Alex tunjukan kepadanya, Mia langsung tahu jika pria itu hanya sedang mempermainkannya. "Ya." Mia menganggukan kepala. Alex menunduk kepalanya untuk membisikan sesuatu di telinga Mia, dan setelah Mia mendengar jawaban apa yang Alex katakan kepadanya, Mia langsung melotot keras, dan reflek mencubit punggung lengan pria itu saking kesalnya. "Dalam mimpimu! Kau tidak akan pernah bisa mendapatkannya! Dan jangan sekali-kali kau membayangkannya lagi!" Teriak Mia keras pada pria itu lalu mengejarnya karena Alex langsung melarikan diri untuk menghindari cubitan maut Mia. "Dasar pria c***l, kejam dan tidak tahu diri! Aku akan membunuhmu!" Umpat Mia masih berusaha mengejar pria itu yang kelihatannya sangat senang karena telah berhasil membuat Mia begitu marah. Ketika Mia berhasil menggapai punggung Alex, detik itu juga Alex langsung berbalik, lalu menangkap kedua tangan Mia dan menahannya agar ia tidak memberikan serangan. Dengan gerakan yang terbilang cepat, Alex mendorong Mia sampai membentur dinding kayu di belakangnya. Pria itu menyeringai di hadapan Mia, menikmati ekspresi kesal bercampur marah yang saat ini sedang Mia tunjukan kepadanya. "Jadi aku pria c***l hmm? Dan kejam?" "Ya! Apa tidak pernah ada yang mengatakan hal itu kepadamu hah?! Bagus sekali, sekarang kau harus menyadarinya!" Desis Mia menantang. Alex terkekeh keras, lalu dengan sengaja, menyentuh garis leher Mia naik turun secara perlahan hingga berhasil membuat Mia terkecoh dan meremang geli. "Katakan seberapa kejamnya aku..." Bisik Alex dengan nada yang parau, menatap Mia dengan tatapan tajam penuh minat. Mia menelan air liurnya sendiri, sebisa mungkin berusaha untuk tidak terlihat mudah di perdaya begitu saja oleh Alex. "Kau harus bercermin jika seperti itu." "Hmm..." Alex tak menghiraukan perkataan Mia, kini sebelah tangannya turun menyentuh garis pundaknya dan memberikan sentuhan selembut mungkin hingga tanpa sadar Mia membuka mulutnya untuk bernapas. Pria itu menghembuskan napas hangatnya di sepanjang tengkuk Mia membuat wanita itu begitu resah di buatnya. Kedua mata mereka saling bertemu. Mencari sesuatu yang tidak pernah terlihat sebelumnya. Mia menatap ke dalam mata berwarna abu itu, seperti warna kabut yang begitu pekat dan juga dingin. Entah apa yang Alex pikirkan, karena tiba-tiba saja ia menarik tubuhnya menjauh dari Mia tanpa alasan. "Masuklah, suhu akan semakin dingin disini. Aku sudah menyalakan perapian." Katanya dingin sambil berlalu masuk ke dalam pondok, tidak seperti sebelumnya hingga Mia di buat kebingungan oleh sifat Alex yang mudah berubah secepat itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD