Bagian 11
Seseorang itu membawa Mia ke sebuah lorong universitas yang tampak begitu sepi. Dengan reflek Mia menyikut tubuh orang itu dengan keras seraya menjerit walaupun pada akhirnya yang terdengar hanyalah sebuah cicitan kecil.
"Tenang Mia! Tenang! Ini aku, ini aku Gio." Gio membalikan tubuh Mia kehadapannya tanpa melepaskan bekapan di mulutnya karena wanita itu masih terus berusaha memberontak dan berteriak.
Mia tak berkedip untuk beberapa saat, lalu setelah ia yakin dengan penglihatannya sendiri bahwa di hadapannya ini memang benar-benar Gio, barulah Mia dapat bernafas dengan tenang.
"Gio? Apa yang kau lakukan disini?!" Tanya Mia di tengah keterkejutannya.
"Aku mahasiswa di universitas ini. Dan aku tidak sengaja melihatmu datang bersama... Pak Alex? Apa kau bisa menjelaskan semua ini?"
Mia menggigit bibirnya tidak tahu harus mengatakan apa. Matanya tiba-tiba saja tak bisa membendung air matanya yang sudah lama ia tahan. "A-ku tidak tahu. Ceritanya sangat panjang. Aku sendiri bahkan masih belum mengerti dengan semua ini." Lirih Mia.
Gio menghela nafas panjang, dan tanpa sengaja ia melihat cincin pernikahan yang Mia kenakan di jari manisnya. "Dan apa maksud dari cincin ini?"
"Aku sudah menikah dengannya." Bisik Mia, tak berani menatap langsung ke dalam mata Gio saat mengatakan hal itu.
"Apa Mia?! Maksudku, apa kau serius? Kau tahu kan ini gila! Kau datang secara tiba-tiba, lalu kau juga pergi begitu saja secara tiba-tiba membuatku hampir frustasi karena kepergianmu yang tanpa jejak itu. Walaupun satu hal yang membuatku masih tetap waras adalah barang-barang mu yang masih tersimpan rapi di apartemenku. Tapi sekarang aku di kejutkan lagi dengan pernikahan mu? Dengan dia? Dosen aneh itu? Apa-apaan ini Mia?!"
"Dengar Gio! Dengarkan aku dulu! Aku bahkan tidak mengenal pria itu. Semuanya memang terjadi secara tiba-tiba. Tapi dia tahu semua tentangku, dan yang paling utama tentang papahku. Aku terpaksa menikahinya karena dia mengancam ku akan melukai papah jika aku menolak keinginannya. Aku terpaksa..."
Gio dapat merasakan bagaimana kesedihan wanita itu saat ini, dan sebagai naluri pria, ia langsung merengkuh tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Dan saat itu juga, tumpahlah semua tangis Mia. Ia bahkan sudah melupakan beberapa orang suruhan Alex yang mungkin saat ini sudah mengetahui apa yang sedang ia lakukan.
"Sst... sstt... Tenanglah Mia, kau tidak sendirian. Ada aku disini yang pasti akan membantumu,"
"Gio, aku harap aku memang benar-benar mati saat itu. Aku hanya ingin hidupku berjalan normal seperti kebanyakan orang, sungguh. Apakah permintaanku terlalu sulit?" Ratap Mia.
Gio menggeleng cepat seraya mengeratkan pelukannya. "Jangan bicara seperti itu. Kau harus percaya, kau pasti bisa. Aku pasti akan membebaskanmu, tenanglah..."
Barulah Mia tersadar sesuatu, cepat-cepat ia melepaskan dekapan erat Gio pada tubuhnya, Mia juga segera menghapus air mata yang membasahi pipinya. "Tidak, kau tidak bisa. Dengar Gio, aku tahu kau sangat baik. Dan aku berterimakasih untuk hal itu, tapi aku tidak mau melibatkan mu dalam masalah ini. Jalanilah hidup normal mu, dia bukan orang yang dapat kau remehkan begitu saja..."
"Aku tidak peduli, siapapun dia, aku hanya ingin membuatmu aman... Karena aku---" belum sempat Gio menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja seseorang menghantam tubuh Gio dari belakang lalu memukul wajahnya keras hingga ia terjatuh membuat Mia berteriak histeris.
"Alex!" Teriak Mia.
"Beraninya kau menyentuhnya!" Desis Alex marah sambil terus memukuli wajah Gio tanpa henti.
"Alex hentikan!" Teriak Mia mencoba menghentikan aksi Alex saat ini.
Namun Alex sama sekali tidak menggubrisnya. Malahan ia semakin menjadi seperti orang yang sedang kesetanan. "diam kau jalang!" Gertak Alex di tengah emosi yang telah menguasai dirinya, saat Alex akan menepis Mia yang tengah berusaha menghentikannya, ia tidak sengaja menampar keras Mia hingga wanita itu tersungkur jatuh dan membentur dinding di belakangnya.
Melihat itu barulah Alex berhenti, tubuhnya yang semula tegang perlahan mengendur dan kembali normal. Ia sungguh tidak bermaksud untuk melakukan hal itu.
Di tengah kekalutannya, Gio yang mendapat kesempatan karena Alex sedang lengah, langsung membalas pukulannya tanpa ragu dan juga tanpa memikirkan bahwa ia adalah salah satu mahasiswa yang di ajar oleh Alex. Sehingga terjadilah perkelahian sengit di antara mereka.
"Aku mohon hentikan! Kumohon hentikan semua ini!" Teriak Mia dengan lantang, hingga kali ini keduanya benar-benar berhenti dan saling memandang ke arah Mia selama beberapa saat.
Dan bersamaan dengan itu, Gaby datang. Salah satu mahasiswi yang juga berstatus sebagai saudara kandung Gio reflek menjerit histeris melihat kekacauan yang terjadi di antara mereka bertiga.
"Yaampun Gio! What the hell!" Pekik Gaby.
"Ah, Pak Alex?!" Pekiknya lebih terkejut lagi karena baru menyadari keberadaan Alex di antara mereka.
"Kau bisa jelaskan semua ini Gio?" Tanya Gaby di tengah rasa khawatirnya karena adiknya itu terlihat sedang meringis menahan sakit di sekitar wajahnya.
"Aku bersumpah dia yang memulainya!" Tunjuk Gio pada Alex tanpa rasa hormat lagi.
"Ayo kita pergi dari sini!" Gaby menarik lengan Gio dengan isyarat menuntut penjelasan darinya.
"Tunggu. Mia, kau harus ikut denganku!" Gio menatap Mia penuh harap. Ia masih begitu optimis jika setelah semua ini, Mia akan berada dalam jangkauannya lagi seperti semula.
Tapi Alex langsung melotot ke arahnya seraya menahan Mia dengan menggenggam erat pergelangan tangan Mia. "Dia istriku, kau tidak mempunyai hak apapun atas dirinya. Dan ingat urusan kita belum selesai! Dan mungkin tidak akan pernah selesai!" Ancam Alex pada Gio lalu menarik Mia dengan kasar untuk menyamai langkahnya yang cepat meninggalkan dua orang adik kakak itu tanpa sepatah kata lagi.
"Alex, sakit!" Protes Mia karena cengkraman dan tarikan Alex di tangannya yang kasar.
"Alex lepaskan! Kau menyakitiku!" Protes Mia sekali lagi, sambil mencoba melepaskan tangannya karena ia sudah tidak tahan lagi.
Namun Alex sama sekali tidak ingin tahu, dengan sama kasarnya, Alex menarik tubuh Mia secara paksa untuk masuk ke dalam mobil.
"Pakai sabuk pengamanmu!" Bentak Alex saat keduanya sudah berada di dalam mobil.
Mau tak mau, Mia segera menuruti perintah Alex tak mau jika kemarahannya akan bertambah semakin parah.
Pria itu menggeram keras, di pukulnya setir mobil lalu menahan tangannya yang terlihat begitu bergetar.
"Kau mengacaukan segalanya! Kau mengacaukan segalanya!" Geram Alex.
"Tapi kenapa kau harus semarah ini?!"
Alex langsung menatap tajam ke arah Mia lalu menangkup wajahnya dengan sebelah tangannya keras. "Kau masih bertanya hah?! Kau masih bertanya?! Kau istriku, dan kau dengan santainya menangis dalam pelukan pria lain! Apa kau puas sekarang telah menceritakan semua curahan hatimu pada pria itu?! Hah?! Kau puas dengan pelukan hangatnya tapi kau selalu pura-pura menolak pelukan dariku?! Begitu, Mia? Oh, jika aku tidak datang mungkin kau dengan sukarela akan mengikutinya walaupun ia membawamu ke dalam kamarnya! Aku memang sudah tahu sejak awal, kau tidak sepolos wajahmu itu! Kau bertingkah seperti p*****r sama seperti ibumu!"
"Cukup!" Mia menghentikan perkataan Alex dengan sebuah tamparan. Tentu saja Mia kaget dengan reaksi tidak terduga nya itu, dan saat Mia melihat, Alex juga nampak terkejut. Tapi bagaimanapun juga, Mia tidak bisa tinggal diam karena Alex telah membawa nama baik ibunya sendiri. "Kau boleh menghinaku sampai puas," Kata Mia dengan suara yang bergetar menahan tangis. "Tapi kau tidak perlu membawa-bawa Ibuku! Kau tidak tahu apapun tentangnya!"
"Benarkah? Kau yang tak tahu apa-apa bahkan melupakan semuanya semudah itu!" Desisnya, dan sebagai reaksinya, dia mencengkeram kedua belah tangan Mia. Dan sebelum Mia dapat membalas perkataannya tiba-tiba Alex mencium bibir Mia dengan sangat ganas dan penuh dengan paksaan. Tentu saja Mia memberontak.
"Apakah pria itu lebih hebat ciumannya dariku hah?!" Tanya Alex di sela ciumannya.
Mia menggeleng, bukan sebagai jawaban, tapi salah satu usahanya untuk menjauhkan dirinya dari Alex. Tapi pria itu malah semakin menjadi, dengan menggigit bibir Mia hingga darah segar keluar dari tempat itu, lalu ia juga sengaja memasukan lidahnya secara paksa ke dalam mulut Mia.
Sungguh, Mia benar-benar merasa sangat malu, tidak berdaya dan juga merasa begitu bodoh karena tidak bisa melakukan apapun saat ini.
Alex menyudahi ciumannya tanpa peduli Mia yang kini terisak perih. Pria itu menyalakan mobilnya lalu melaju pergi dengan kecepatan kencang.
Saat mereka kembali, di lihatnya Mia sedang tertidur pulas. Lalu barulah ia menyadari bahwa ia telah berlaku sangat kasar pada Mia sebelumnya. Sesuatu yang membuatnya sangat terganggu dan juga begitu menyesal.
Matanya sembab sehabis menangis, sebelah pipinya terlihat memar karena tamparannya yang begitu keras saat tadi, dan bibirnya yang terlihat bengkak karena ciumannya yang terlalu kasar. Belum lagi luka memar di tangannya yang di akibatkan cengkeraman tangannya yang begitu kuat.
Tangan Alex terulur untuk menyentuh luka di sudut bibirnya, namun sentuhan itu langsung membuat Mia terjaga dan dengan sigap menjauhkan diri dari Alex karena masih merasa takut.
Alex memejamkan matanya frustasi seraya menghela nafas panjang. "Maaf." Katanya bersungguh-sungguh dengan nada yang begitu lembut membuat Mia mengerjap bingung.
Secepat itukah ia dapat berubah?
"Apa ini sakit?" Bisik Alex seraya menyentuh pelan luka di bibir Mia.
Mia mengangguk sebagai jawaban.
"Dengarkan aku Mia. Kau hanya milikku mengerti? Dan tidak boleh ada satupun pria lain yang boleh menyentuh mu selain aku. Apa kau mengerti?" Katanya penuh penekanan sehingga Mia hanya bisa menganggukan kepala walaupun ia sendiri masih belum mengerti kenapa Alex bisa secepat ini bersikap lembut terhadapnya.