BAB 19

1072 Words
Bagian 19 Kamu berbisik ke arahku, saat itu kamu mengenakan gaun berbahan katun berwarna merah muda. Kita bertemu secara diam-diam karena kita sudah tidak punya banyak waktu lagi untuk menghabiskan waktu bersama-sama. Seperti biasa kamu akan menceritakan dongeng favoritmu kepadaku sampai kamu merasa lelah. Kamu selalu percaya bahwa suatu saat nanti akan datang seorang Pangeran gagah yang akan meminang mu untuk menjadi permaisuri nya. Kamu juga percaya bahwa hidupmu akan berakhir bahagia seperti semua kisah dongeng yang kamu baca. "Tidak ada cerita tentang kehidupan pangeran dan Putri itu setelah menikah?" Tanyaku setelah kamu selesai bicara. Kamu menoleh padaku lalu menggeleng, aku selalu suka saat matamu yang bulat itu tampak bercahaya. Aku juga selalu menginginkan semangat yang kamu pancarkan dari dalam matamu itu. "Tidak, untuk apa ada cerita seperti itu? Meraka sudah pasti akan bahagia selamanya." Kamu berkata dengan yakin, seakan kehidupan berakhir sampai pada altar pernikahan saja. Aku tertawa sesaat lalu tawaku berhenti saat tersadar jika hari ini tampak mendung. "Kau tahu, semua dongengmu  itu omong kosong. Kau tidak bisa berharap bahwa pernikahan adalah sebuah akhir yang bahagia. Kau hanya tidak tahu bagaimana kehidupan mereka setelah menikah. Kemungkinan untuk berpisah itu sangat besar, kan?" Tiba-tiba kamu menyentuhku, wajahmu yang bersemangat sirna dan berganti dengan mata yang penuh dengan kesedihan. Hal itu membuatku tergagap, aku pikir mungkin aku terlalu berlebihan telah mengucapkan hal itu kepada mu. "Kau benar." Kamu berkata dengan nada yang kaku. "Kemungkinan untuk berpisah sangat besar." Kamu menatapku untuk yang terakhir kali sambil beranjak berdiri dan menepuk-nepuk ujung gaunmu. Saat kamu melihat mobil milik wanita itu, barulah kamu berbalik dan lari terbirit-b***t tanpa mengucapkan sepatah kata apapun padaku. Kamu selalu begitu, pergi tanpa pamit... *** Rasanya suara dengungan yang keras terdengar dimana-mana. Mia masih bisa merasakan napasnya yang pendek-pendek, seluruh tubuhnya terasa mati rasa. Saat ia membuka matanya pun ia tidak dapat melihat apapun selain cahaya putih yang menyilaukan. Mungkinkah aku sudah mati? Mia kembali menyipitkan matanya, dan barulah sedikit demi sedikit penglihatannya mulai kembali normal, dengungan di telinganya mulai menghilang berganti dengan suara riuh dari luar mobil. Aku masih hidup... Pikirnya saat merasakan bahwa seluruh anggota tubuhnya masih lengkap. Namun, betapa terkejutnya ia saat merasakan pelipisnya yang terus mengeluarkan cairan segar berwarna merah. Tidak membutuhkan waktu lama, Mia langsung menyadari apa yang terjadi padanya. Orang-orang terlihat sedang mengerumuni mobil yang saat ini sedang ia tumpangi, tak lama bantuan medis datang membobol pintu mobilnya dan membawa Mia ke dalam ambulance. Ia masih terlalu lemah saat beberapa petugas menanyakan kondisinya, tapi sejauh ini yang ia tahu bahwa kecelakaan yang ia alami cukup parah karena bagian depan mobil milik Alex benar-benar hancur karena menabrak pohon besar. Sebuah mukjizat ia masih bisa bertahan hidup sampai saat ini. Mia kembali tak sadarkan diri ketika seorang petugas wanita menyuntikkan sesuatu pada tubuhnya. *** Mungkin ini yang dinamakan surga... Suara musik box yang biasanya setiap malam menemaninya sebelum ia tidur terngiang-ngiang dalam telinganya. Sama sekali tidak menggangu, malahan hal itu membuatnya sangat damai. Ia merasakan sebuah tangan halus menepuk puncak kepalanya. Tangan yang ia rindukan. Setelah sekian lama, wajah teduh itu hampir tak pernah tersinggung lagi dalam memorinya, kali ini ia bisa kembali melihat wajahnya dengan jelas. Ia memang tidak punya banyak kenangan bersamanya sewaktu dulu, tapi ia masih ingat dari beberapa lembar foto yang masih ia miliki dengannya. "Apa kamu bahagia?" Mia membuka matanya secepat suara itu menghilang dari pendengaran nya. Hal itu terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Ia bahkan masih bisa merasakan hangatnya telapak tangan yang membelai puncak kepalanya. Namun mimpi itu seketika ia lupakan saat tersadar dimana posisinya saat ini. Ia terbaring di sebuah ranjang kecil yang berada di salah satu kamar rawat inap Rumah Sakit, jarum infus menancap tepat di punggung tangan kirinya. Mia melihat keadaan sekitar, terdapat enam ranjang yang dua diantaranya telah diisi termasuk oleh Mia. Suasana di ruangan itu begitu tenang, hanya terdengar suara dengkuran halus dari ranjang sebelahnya dan juga suara jam tiap detiknya yang entah kenapa terdengar begitu keras, bersamaan dengan jantungnya yang berdebar kencang saat mengingat jika kemungkinan Alex akan segera menemukannya di tempat ini. Tak lama, seorang perawat datang membuat Mia terkejut karena kedatangannya yang secara tiba-tiba itu di tengah lamunannya. "Anda sudah sadar, apa ada keluhan?" Tanya perawat itu langsung mengecek kondisi Mia saat ini. Mia menggeleng cepat. "Sudah berapa lama saya disini, Sus?" Suster itu mencatat sesuatu setelah ia memeriksa selang infus milik Mia. "Sekitar dua jam," jawabnya masih terfokus pada catatan yang ia tulis. Jika Alex bergerak cepat, Alex bisa saja sudah menemukannya saat ini, dan hal itu yang membuat Mia semakin merasa cemas. "Saya harus segera pergi dari tempat ini, Sus." Ucap Mia pada akhirnya. Suster itu menggeleng tidak setuju. "Tidak, kondisi anda belum benar-benar stabil, anda mengalami dehidrasi pasca kecelakaan. Untung saja tidak ada cedera lain yang serius. Tapi saya sarankan agar Anda beristirahat disini lebih lama lagi sebelum Dokter datang." "Ah dan ya, kami kesulitan untuk menghubungi seseorang yang bisa menjadi wali anda karena kami tidak dapat menemukan kartu pengenal anda di tempat kejadian." Mia menggigit bibirnya bingung, siapa yang bisa ia hubungi disaat seperti ini? Dan sialnya, ia tidak punya banyak waktu lagi sampai satu nama langsung terlintas dalam benaknya. *** Setelah mendapatkan telepon itu, mulanya ia tidak yakin dengan pasti. Tapi setelah nama itu disebut barulah tanpa berpikir panjang lagi ia segera datang ke tempat yang telah disebutkan. Tidak membutuhkan waktu yang lama ia telah sampai karena memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Setelah bertanya dimana tepatnya ruangan yang ditempati wanita itu pada bagian informasi, bergegas ia langsung berlari tanpa peduli bahwa beberapa orang tampak terganggu dengan apa yang ia lakukan saat ini. Wanita itu sedang tertidur dengan posisi miring sehingga ia tidak bisa melihat wajahnya secara langsung saat ini. Ia mendekati ranjang yang hanya dibatasi oleh tirai dengan napas yang tersengal-sengal. Ia tidak langsung membangunkan wanita itu, keningnya tampak mengernyit melihat kondisinya. Tak lama, wanita itu terbangun dari tidur ayamnya dan langsung terlonjak bangun saat menyadari siapa yang datang. "Terimakasih, kau telah datang. Aku---aku hanya tidak tahu harus menghubungi siapa, nomor ponselmu sangat mudah untuk diingat, awalnya aku tidak yakin jika itu akan tersambung padamu, tapi---" "Sudah Mia, aku tidak keberatan dengan hal itu. Kau tahu aku akan siaga jika kau membutuhkanku, hanya saja... apa yang sebenarnya terjadi padamu?" Tanya pria itu dengan prihatin. Mia mendesah pelan, bagaimanapun juga ia tidak akan pernah bisa menghindar dari pertanyaan itu. "Aku tidak punya banyak waktu untuk menjelaskannya Gio, yang terpenting kita harus segera pergi dari tempat ini, secepatnya..."                  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD