Hari ini akan jadi jadwal jaga yang panjang bagi Rara, bukan karena dia bosan.Tapi memang hari ini dia long shift karena rekannya yang harus jaga malam, malah harus jadi paisen UGD karena anaknya jatuh dari kursi.
Alicio baru saja pulang setelah mendapatkan 5 luka jahitan di keningnya setelah atraksi terjun bebasnya gagal mendarat dan berakhir di ujung kursi antik milik eyang nya.
Nandrika sang ayah memang rekan kerja Rara sejak lama, bahkan dialah yang membimbing Rara waktu pertama kali mulai bertugas. Alicio meraung dan merancau tidak karuan saat di UGD dan hanya mau ditangani oleh Rara.
Drt.... drt.... drt.... handphone Rara bergetar menampilkan nama Nandrika disana.
"Halo kak... cio kenapa?" sahut Rara spontan menanyakan kondisi pasien spesialnya itu.
"Nggak... cio udah aman, udah anteng dia.Ra kayaknya gue ke UGD nya masih agak lama cio nggak mau ditinggal dari tadi ngerengek mulu," Dika coba menjelaskan situasi yang ada.
"Tenang kak... biar Rara aja yang jaga hari ini, udah kakak fokus aja sama cio. Lagian Rara nggak ada acara hari ini,"
"Thanks ya Ra, loe emang adek gue yang paling baik,"
"Hahaha apaan sih kak...ok salam buat Cio ya," Rara menutup sambungan teleponnya.
Pukul 23.00 WIB
Rara baru saja selesai melakukan pertolongan pertama dan sekarang tengah duduk menulis laporan dimeja dokter. Saat itu juga sosok yang sudah Rara kenal masuk melalui pintu darurat dengan raut muka datar langsung berdiri dihadapannya.
"Bisa tolong saya dokter?"tanya to the point.
Rara yang sedari tadi menunduk langsung mengangkat wajahnya. Instingnya langsung bekerja dan secara naluriah mengamati lawan bicaranya sampai pandangan matanya terhenti pada lengan kemeja yang nampak basah.
"Pak Hendro, tolong siapkan set jahit di Bed nomor 4 ya pak, "pinta Rara yang langsung diikuti gerakan cekatan rekan dinas nya malam ini.
"Anda bisa menggulung lengan baju anda pak?,"tanya Rara sopan
"Aska, itu nama saya," jawab laki-laki yang sekarang sedang berupaya menggulung lengan bajunya.
"Pak Aska apakah bapak masih bisa menggulung lengan baju bapak, atau.... "pertanyaan Rara menggantung
"Atau apa? Atau anda mau menggunting baju saya saja dokter?"jawab Aska enteng.
Rara paham betul bahwa baju yang dikenakan Aska bukanlah baju murahan, mungkin satu helai kemeja yang dipakai nya saat ini setara dengan biaya kostnya satu bulan. Dan Rara malas kalau harus menanggapi protes karena masalah baju rusak atau hal remeh temeh seperti itu.
Belum sempat menjawab Rara dikagetkan dengan Aska yang merobek lengan bajunya seolah baju itu sudah tak terpakai.
Rara yang melihat kondisi lengan Aska tak ambil pusing lagi dengan berapa harga kemeja sialan itu.
"Anda bisa berbaring pak, saya akan memulai dengan membersihkan luka dilengan kanan anda dilanjutkan dengan pemeriksaan menyeluruh,"
Rara mulai memeriksa bekas-bekas luka yang ada disekujur tubuh Aska. Luka yang didapat memang tidak terlalu parah tapi dari luka yang tertinggal Rara dapat memprediksi bahwa lawan baku hantam pria didepannya ini setidaknya punya luka yang jauh lebih parah.
"Untungnya tidak ada luka lain yang lebih parah dibandingkan dengan luka dilengan bawah anda ini pak, saya akan mulai melakukan perawatan." Rara menjelaskan dengan tenang
"Ngomong - ngomong dimana lawan bapak? saya rasa dia yang lebih membutuhkan perawatan," tanya Rara santai sambil memulai membersihkan luka dihadapannya.
"Mungkin dia sekarat...atau mungkin sudah mati, jika memang dia beruntung," ucap Aska santai.
Orang gila umpat Rara dalam hati.
"Mungkin akan berasa sedikit kurang nyaman ya pak, mohon tahan sebentar," Rara tengah menyuntikan obat bius lokal disekitar area yang akan dia jahit.
Rara menjahit luka dengan teliti, luka yang tengah ditangani nya cukup dalam ujung sayatannya rapi. Kemungkinan besar dari senjata tajam seperti pisau atau pedang pendek yang sering dimiliki pembuat onar.
Biasanya Rara akan mengajak ngobrol pasien yang tengah ditangani nya, namun kali ini mereka berdua memilih bungkam sibuk dengan pikiran masing-masing.
Aska mengamati setiap gerakan yang Rara lakukan. Nampak sesekali Rara mengambil jarak untuk memeriksa apakah masih ada darah yang keluar dari luka dilengannya.
Lalu tiba-tiba gadis berkacamata itu mengangkat wajahnya dan tersenyum puas.
"Yup... sudah selesai,untuk 3 hari ini jangan sampai kena air ya pak,"
Aska masih mengamati wajah Rara yang sekarang sudah kembali tenang dan tak mudah ditebak.
"Ada lagi yang lain dokter?,"tanya Aska sambil tersenyum lebar.
"Tiga hari lagi jadwal kontrol untuk kita lihat luka dilengan bapak,"Rara menjelaskan
"Jadi tiga hari lagi anda masuk jam berapa Bu dokter?,"
Disudut matanya Rara dapat melihat Pak Hendro yang menahan geli. Bukan satu dua kali ini Rara digoda oleh pasiennya.
"Anda tidak harus kesini pak, silahkan lakukan pemeriksaan dimana saja. Senyaman anda pak," Rara masih mencoba profesional.
"Tiga hari lagi saya akan kesini Bu dokter, karena hanya dengan dokter saya merasa nyaman," ucapk Aska enteng.
"Kakak.... kakak kenapa??,"perempuan di kursi roda yang Rara tau bernama Oryza itu tengah panik.
Nampak ekspresi muka Aska yang sebelumnya jahil tiba-tiba berubah menjadi datar.
"Kalau begitu saya permisi pak, silahkan ini resep obatnya,"Rara tak mau membuang kesempatan untuk menyingkir secepat mungkin.
Setelah merapikan peralatannya dan melepas Handscone Rara segera beralih ke tempat cuci tangan. Pak Hendro tampaknya tak mau melepaskan kesempatan untuk menjahilinya.
"Cakep tu Ra... nggak sayang apa??"Goda pak Hendro,
"Nggak ah pak," Rara cuek
"Lumayan kan nanti jadi pasien kesayangan,"Pak Hendro masih enggan menyerah.
"Rara udah punya pasien kesayangan bapak... " jawab Rara sambil tersenyum.
"Siapa Ra??,"
"Kan udah ada Cio pak, itu udah paling kesayangannya Rara," jawab Rara sambil lalu dengan suara yang lumayan keras diiringi tawa lepas.