Anda Salah Orang

713 Words
Hari ini Rara lepas jaga, biasanya dia akan membereskan kamar kostnya dan tiduran seharian. Maklum bagi Rara hari libur sangatlah berharga. Semalam dia baru pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Banyak hal yang harus diurusnya malam itu. Pasiennya semalam memang korban penganiayaan dan mengalami Abortus karena hantaman benda keras bertubi - tubi diperutnya. Sudah jadi kewajiban bagi tenaga medis untuk bekerjasama dengan pihak kepolisian jika menemukan kasus seperti itu. Drt.... drt.... drt..... "Dengan Rara disini ada yang bisa dibantu?"jawab Rara sopan karena melihat identitas di kontak nya menunjukkan staf RS. "Baik...... baik, 30 menit lagi saya akan kesana,"Rara kemudian menutup sambungan teleponnya dan bergegas mandi. Kurang dari 30 menit Rara sudah sampai di RS, tapi hari ini dia tidak di UGD tempat biasanya Rara berada. Tetapi dia sedang ada di bagian kantor pengelola RS di ruangan direktur sudah ada beberapa orang menantinya. Menangani masalah menganiayaan memang rumit dan membuat lelah. Apalagi berurusan dengan kaum Jetzet seribu kali lebih rumit. Tok.. tok... tok.... "Ya silahkan masuk," sahut suara dari dalam. "Selamat siang, saya dr. Rara petugas jaga UGD,"Rara memperkenalkan diri singkat. "Silahkan duduk Ra," sang direktur RS langsung mempersilahkan Rara duduk dengan sopan. Batin Rara sudah tidak nyaman, terlalu banyak orang penting hari ini dihadapannya. Kemungkinan kasus penganiayaan yang semalam dia tangani akan menemui tembok baja. "Baik dokter Rara, sebelum nya kami ucapkan terima kasih atas waktu yang ibu berikan, " pria awal usia 30an dengan jas mahal yang Rara tebak sebagai pengacara itu membuka pembicaraan. Rara hanya mengulas senyum simpul dan mengangguk. "Kami disini akan meminta kepada dokter agar tidak melanjutkan mengenai kasus yang sedang menimpa Oryza klien kami, karena baik dari klien kami dan keluarga besar tidak mau sampai kejadian ini tercium kolega kami ataupun media,"sambung sang pengacara dengan mempersiapkan berkas yang akan disodorkan kehadapan Rara. "Apakah keputusan ini benar dari pasien kami sendiri atau dari pihak lain yang memang tidak ingin jadi tersangka?"ucap Rara mantap sambil menahan segala amarah di d**a. Sebuah berkas disodorkan dihadapan Rara, tanpa menunggu dipersilahkan Rara segera membaca dengan seksama. Memang benar disana tertulis bahwa Oryza selaku korban meminta untuk tidak dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai hal yang menimpanya. Di bagian bawah terdapat tanda tangan Oryza selaku pembuat pernyataan, tanda tangan dari pihak kepolisian dan pengacara yang sekarang ada dihadapannya. "Bisakah saya konfirmasi langsung dengan Oryza? " tanya Rara dengan tenang, sambil menatap tajam pada sosok laki-laki yang duduk disamping sang pengacara. "Mohon maaf untuk sementara klien kami ingin istirahat dan tidak mau diganggu," Sosok yang tadi ditatap Rara balik menatap nya denga tajam dan sekarang tersenyum simpul ke arahnya, yang malah membuat emosi Rara semakin membesar. "Baiklah saya hargai keputusan klien anda," "Kami rasa pertemuan kali ini cukup sampai disini, walau bagaimanapun juga pasti dokter perlu banyak istirahat setelah kejadian kemarin, ya kan pak?" tanya sang pengacara dengan tawa formal nya "Benar...benar.... bapak sangat pengertian terhadap staf kami," sahut direktur RS dengan tawa lepas dan senyum mengembang. Sementara Rara masih terdiam kaku dan tidak habis pikir dengan semua ini. Rara sudah siap berdiri didekat pintu utama sambil menunggu para tamu kehormatan itu keluar terlebih dahulu. Sang direktur RS membimbing langkah pengacara yang tadi duduk didalam sambil berbincang. Rara yang masih menahan amarah dan kekecewaan yang besar masih tetap diam sampai tak sadar kalau ada seseorang disampingnya. "Saya tau anda kecewa, tapi yang perlu anda tau tidak semua semudah yang anda kira dokter, banyak pihak yang akan terseret dalam kasus ini,"ujar pria yang Rara ingat mengantar Oryza tadi malam. "Bagi saya yang terpenting adalah kewajiban saya telah saya tunaikan, dan asal anda tau pelaku tindakan penganiayaan tidak ada pernah berhenti walaupun sudah meminta maaf,"sahut Rara dingin. "Saya amat paham dengan itu dokter,"jawabnya dengan senyum tipis nan dingin. "Tindakan pengecut seperti itu akan berulang dan saya yakinkan tidak ada lain kali bagi pelaku," hal yang terucap terakhir lebih pada emosi Rara. "O.. ya satu lagi dokter, yang jelas bukan saya pelaku penganiayaan itu, "bisiknya pelan kemudian tersenyum dihadapan Rara dan melangkah pergi. Sial... sial...sial...umpat Rara dalam hati. Walaupun dirinya kecewa dan marah, tapi sudah jelas arah kasus ini. Dengan sang korban yang menolak membuat laporan dan menyuruh semua orang bungkam berarti tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Hanya pengobatan dan healing trauma yang menjadi fokus mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD