Pasien VVIP

567 Words
Rara masih harus standby, masih sisa 2 jam lagi baru giliran jaganya malam ini berakhir. Karena hari ini dia jadwal jaga siang jadi setidaknya jam 11 gadis berkacamata itu sudah bisa merebahkan diri di kasurnya yang empuk. "Wah.... hari ini tenang banget ya dok,"ucap Nina salah satu rekan jaga Rara malam itu spontan. "Hush... ngomong jorok ya kamu Nin,"pak Hendro yang merupakan perawat senior di UGD RS Rara kerja langsung membalas. Yup... omongan pasien sepi, hari tenang dan nggak ada pasien adalah hal yang sering kami jadikan candaan sebagai larangan. Dan entah kenapa omongan Nina hari ini menjadi jebakan Batman buat Rara. Rara yang dari tadi merebahkan kepala diatas meja langsung bersikap siaga saat mendengar sirine ambulance, disusul semua petugas yang langsung siap di tempat nya masing-masing. Saat brangkar diturunkan dari dalam ambulance Rara sempat tertegun didetik detik awal. Pasalnya disana terbaring seorang perempuan dengan luka lebam hampir disekujur tubuhnya. Matanya bengkak, ujung bibirnya sobek dan masih mengeluarkan darah. "Pasien perempuan 25 tahun, kesadaran Compos Mentis, Tekanan darah 90/50 mmHg, perdarahan positif" petugas gawat darurat langsung melaporkan semua kondisi yang ditemuinya saat berpapasan dengan Rara. "Terima kasih pak, dari sini biar kami yang tangani. Keluarga pasien ada dimana?" tanya Rara lugas. Belum sempat dijawab sudah ada laki-laki setinggi 185an cm yang menghampiri Rara. "Saya wali pasien dok,"jawabnya tenang dengan suara bariton yang khas. "Silahkan tunggu disini ya pak, untuk selanjutnya suster Nina akan menjelaskan lebih detailnya," Tanpa dipanggil lagi Nina sudah berada disebelah wali pasien "Mari pak saya jelaskan ," Rara sudah mengenakan Handscone dan mulai memeriksa kondisi pasien. Air mukanya tetap tenang walaupun dalam hatinya tersimpan amarah yang luar biasa. Bagaimana dia tidak marah, perempuan didepannya ini babak belur dari ujung rambut sampai ujung kaki. Untungnya luka-luka di kepala dan sekujur badannya tidak terlalu parah. "Dok.... kayaknya perdarahan dari v****a masih aktif," ujar pak Hendro dengan pelan. "Tolong bawa USG ke sebelah sini ya pak," Rara langsung melakukan pemeriksaan awal untuk melihat sumber perdarahan yang masih tak kunjung berhenti. Saat Rara melakukan pemeriksaan dalam dia meraba ada gumpalan darah yang keluar. "Ini dok," pak Hendro sudah membawa USG portable yang ada di ruangan itu. Rara segera melepas Handscone yang dikenakan nya dan melakukan pemeriksaan. "Tolong telepon dokter Pram, kita tunggu instruksi beliau selanjutnya, untuk sementara setelah pasien stabil sambil menunggu hasil lab pasien boleh dipindahkan ke ruang rawat," "Baik dok," Kring... kring.... Telepon diruang UGD berbunyi tepat saat Rara selesai cuci tangan. "Baik... akan segera kami pindahkan ke ruangan tersebut,"Nina yang menerima telepon langsung patuh mendengar instruksi dari ujung sambungan telepon. "Mas Jajang nanti tolong pasien diantar ke kamar Anyelir ya pak," Jajang yang merupakan petugas pengantar pasien langsung mengangguk sigap. Anyelir ruangan VVIP yang hanya diisi oleh pemilik maupun kolega pemilik Rumah Sakit ini. Jika pasien harus masuk disana berarti dia adalah pasien "penting". Entah kenapa Rara menjadi semakin kesal karena fakta bahwa pasiennya hari ini bukan orang sembarangan. Bukan kesal karena melayani kaum Borjuis, tapi Rara kesal memikirkan segala kemungkinan yang menjadi penyebab pasiennya terbaring tak berdaya. Dengan segala luka dan perdarahan yang ada saat ini besar kemungkinannya perempuan itu adalah korban penganiayaan. Terlebih melihat sosok lelaki yang mengaku sebagai walinya itu hanya diam saja dengan bibir tertutup rapat dan mata yang mengawasi segala gerakan Rara dengan tajam. Dengan segala kondisi ini Rara menebak bahwa dinasnya esok hari tidak akan tenang, bahkan sudah mulai dari malam ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD