Part 3

1333 Words
"Semua kebahagiaan yang telah kurasakan ternyata semu dan kau hanyalah fatamorgana yang kucoba untuk meraihnya hingga pada akhirnya hanya meninggalkan luka." °°°°° "Bangun, sayang!! Ini sudah jam 06.10." Ara membangunkan cucu kesayangannya. Rasanya wanita tua itu mengalami de javu. Dulu dia membangunkan putrinya, sekarang dia membangunkan cucunya. Cucu yang kelakuannya 11 12 dengan anaknya. "Iya, nek." Queen memang mengiyakan tapi matanya masih terpejam dan tangannya bergerak menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. "Bangun, sayang!" "Wake up!" Ara tak menyerah untuk membangunkan cucu kesayangannya. "Ayo cepat bangun sayang, ini sudah jam 06.20." "APA?? KOK NGGAK BANGUNIN QUEEN DARI TADI SIH, NEK?" teriak Queen lalu melompat dari kasur saking terburu-burunya. Namun........ Bughh! "Awww!!" ringisnya ketika pantatnya mendarat mulus di atas lantai. Gadis itu bangkit dan segera berlari ke dalam kamar mandi. "Anak itu sama saja dengan ibunya, sama-sama suka teriak dan ceroboh." gumam Ara sembari terkekeh pelan kemudian meninggalkan kamar cucu kesayangannya. **** Jam istirahat mereka gunakan ke kantin. Queen, Milha, dan Qisya. Sembari melahap makanan, mereka mengobrol tentang banyak hal. "Oh ya, gimana hubunganmu dengan Nico?" tanya Milha ke Queen tiba-tiba. "Yah, biasa aja." By the way, Hubungan Queen dengan Nico selama dua minggu ini lancar-lancar saja. Itu pun jika kalian ingin tahu. "Hai, sayang!" sapa sebuah suara dari belakang Queen. Suara yang sangat dikenalinya, yaitu suara Nico. Queen membalas seraya memutar tubuhnya dan melemparkan senyum manis ke arah Nico. "Aku boleh gabung di sini nggak?" tanya Nico. "Boleh dong. Masa nggak boleh sih." sahut Queen sambil terkekeh. Sekilas Queen dapat melihat semua cewek yang berada di dalam kantin berbisik-bisik seraya melayangkan tatapan irinya ke arahnya. Yah, secara Queen kan duduk dengan kapten basket sekolah yang famous. Siapa yang nggak ngiri coba? Nico duduk di samping Queen. Tak sengaja gadis cantik itu melihat Nico dan Qisya sering bertatapan seperti di drakor yang selalu ditontonnya. Karena penasaran ia akhirnya menanyakan langsung. "Kalian saling kenal ya?" "Nggak, sayang." jawab Nico sambil tersenyum ke arah Queen. "Kalau begitu kalian bertiga kenalan dulu dong." Mereka memang belum saling mengenal karena belakangan ini Nico sangat sibuk dengan persiapan tanding basketnya. Dan kemarin baru selesai acara tandingnya. "Baiklah. Perkenalkan, namaku Nico, kalau kalian?" "Milha." "Qisya." Perkenalan berlangsung singkat. Queen tersentak kala merasakan handphone di saku rok sekolahnya bergetar. Segera saja diambil handphonenya dan membuka pesan yang masuk. Vrida: Nanti sore ada jadwal pemotretan, Queen. Jangan lupa datang ya! Queen: Ok. **** Tak terasa sudah hampir sebulan Queen dan Nico berpacaran. Baru-baru ini Milha sering mengingatkan ke Queen kalau Nico itu tidak baik untuknya, tetapi Queen tidak menanggapi ucapan Milha. Untungnya Queen tidak sampai memusuhi Milha karena masalah itu. Pagi ini Queen berangkat ke sekolah lebih awal karena dia bangun terlalu cepat. Entah kesambet apa dia. Setibanya di sekolah Queen berjalan menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Queen berjalan dengan santai sambil bersenandung pelan. Langkahnya terhenti kala tidak sengaja mendengar orang yang sedang berdebat. Queen bersembunyi di balik dinding secara refleks. Kemudian mengintip dengan hati-hati. "Kapan kau akan mutusin Queen?" tanya seorang gadis dengan nada suara yang sangat kesal. Qisya, batin Queen kaget. Nico terkekeh dan mengelus puncak kepala Qisya dengan sayang. "Nggak tau, baby. Lagipula aku belum puas morotin uangnya. Lagian tujuan awal kita mendekatinya kan hanya itu." Queen yang mendengar ucapan Nico mengepalkan tangannya. Kenyataan ini tidak bisa dipercaya sama sekali. Rasanya seperti mimpi buruk. Padahal dia sudah menganggap Qisya dan Nico bagian terpenting dalam hidupnya, tapi apa balasannya? Mereka malah menghianatinya. Sungguh miris sekali. Qisya mengalungkan tangannya ke leher Nico manja. "Iya sih, tapi jangan dekat-dekat banget sama dia, honey. Aku kan jadi cemburu." "Iya, baby. Apa sih yang enggak buatmu." gombal Nico seraya mencubit pipi Qisya gemas. "Gombal." cibir Qisya tapi pipinya malah bersemu merah. "Imutnya." kekeh Nico sambil mencubit pipi Qisya yang memerah. "Kalau kau sampai kapan berteman dengannya?" "Entahlah, kalau dia tidak kaya dan populer, aku nggak akan mau berteman dengannya." "Haha. Aku juga sama sepertimu, baby." Setelahnya, Nico mengecup pipi Qisya gemas. Prok.... Prok.... Prok..... Bunyi tepuk tangan Queen menggema di koridor. Sepasang kekasih itu pun menoleh ke arah Queen dengan tatapan yang sangat terkejut. "Whoaa hebat! Drama kalian selama ini bagus sekali. Entah aku yang bodoh atau kalian yang terlalu pintar untuk berakting. Kenapa kalian nggak jadi aktor sekalian? Kalian pasti akan diterima deh menjadi tokoh antagonis." sarkas Queen. Nico terlihat panik dan hendak menjelaskan. Namun Queen lebih dulu melanjutkan ucapannya. "Kenapa kalian tega melakukan ini kepadaku? Apa selama ini aku menganggu hidup kalian? Atau kehidupanku terlalu sempurna hingga kalian iri kepadaku?" Nico dan Qisya terdiam seribu kata mendengar ucapan Queen yang sarkastik. "KENAPA DIAM?? AYO NGOMONG!" bentak Queen. Mereka dikelilingi oleh murid-murid yang baru saja datang. Bentakan Queen bahkan terdengar sampai ke lantai satu karena keadaan yang sangat sunyi. "Melakukan apa, Queen?" Qisya memberanikan diri untuk bertanya dan berpura-pura tidak tahu. "Alah, jangan pura-pura deh! Kau pikir ini sinetron? Jelas-jelas aku mendengar ucapan busuk kalian berdua." bentak Queen yang membuat Qisya bergetar ketakutan karena selama ini dia belum pernah di bentak oleh siapa pun. "Jangan bentak Qisya, Queen!" ketus Nico tidak terima. "Terserah aku dong. Ini mulutku. Kenapa kau yang sewot?" ketus Queen. "Padahal aku menganggap kalian bagian penting dalam hidupku. Tapi kalian malah menghianatiku. Ck, bodoh sekali aku karena percaya dengan orang seperti kalian." imbuhnya dengan nada sedihnya. "Untukmu Nico, kita putus sekarang juga. Aku menyesal karena pernah berpacaran dengan orang sepertimu." Perasaan Queen bercampur aduk. Sedih, kesal, dan marah dirasakannya dalam waktu bersamaan. "KALIAN SEMUA DENGARKAN AKU BAIK-BAIK!! KEDUA ORANG INI SANGAT MUNAFIK, KALIAN JANGAN PERNAH MAU BERTEMAN DENGAN MEREKA BERDUA KARENA KALIAN HANYA AKAN DI MANFAATKAN." teriak Queen kencang. Membuat Nico dan Qisya memucat. Para murid berbisik-bisik mendengar perkataan Queen. Lalu hujatan dan hinaan mulai terdengar. "Kalian mau uangku, kan?" tanya Queen sinis. Gadis cantik itu mengeluarkan lembaran uang yang sangat banyak dan melemparkannya ke arah Qisya dan Nico. Lagi-lagi, semua murid heboh sendiri bahkan ada juga yang memvideokannya. Qisya dan Nico hanya bisa diam tak berkutik ketika dipermalukan oleh Queen. Queen tersenyum sinis. "Ohh, masih kurang, yah?" Ia mengambil uang lebih banyak lagi, lalu melemparkannya ke arah Niko. Mungkin kalau dihitung pakai rupiah, uang Queen terbuang sebanyak 1 juta lebih. "KENAPA KALIAN TIDAK MENGAMBILNYA?? APAKAH MASIH KURANG CUKUP?" "Arghh!! Aku benci dengan kalian berdua." Queen berlari keluar dari kerumunan. Dia tidak ingin terlihat lemah di depan umum. Dia harus kuat! Harus! Seperginya Queen, murid-murid masih bergosip ria. "Padahal Qisya kelihatannya polos banget loh. Ternyata dia liar juga, ckck." "Qisya kenapa jahat ya sama teman sendiri?" "Dasar Qisya penghianat." "Wajah saja yang cantik tapi hatinya sangat busuk." "Gadis bermuka dua!" "Kalian nggak pantas sekolah di sini." "Guys! Kalian jangan mau berteman sama mereka berdua, nanti kita malah di porotinnya." "Queen hebat banget tadi, tapi aku kasihan melihat orang sebaik dia di hianati oleh sahabatnya sendiri." "Dasar teman makan teman." "Huhh.. Matre." "Penghianat." "Kalian benar-benar tidak cocok sekolah di sini." "Huuu!!! Kapten basket tak bermoral!" "Nyesal aku pernah kagum sama Nico." Mereka bahkan menghujat Nico dan Qisya secara terang-terangan. Mereka mengatai Qisya cewek matre, penghianat, dan sindiran pedas lainnya. Milha yang baru saja datang dan mendengar gosipan para murid, merasa sangat marah. Dia menghampiri Qisya lalu menjambak rambut gadis itu kuat. "Kenapa kau tega sekali menghianati Queen? Apa salahnya, hah?" "LEPASIN!" Milha yang mendengar bentakan Qisya pun semakin menjambak rambut Qisya dengan kuat. "Karena aku iri dengannya, puas kau?" bentak Qisya sambil meringis kesakitan. Milha tersenyum sinis. "KATANYA QISYA IRI LOH SAMA QUEEN." Para murid pun kembali bergosip ria. Bahkan yang laki-laki pun ikut-ikutan. Milha melepaskan jambakannya dari rambut Qisya, mendorong gadis itu hingga terduduk mengenaskan di lantai. "Kau akan menderita setelah ini. Siap-siap saja untuk pindah dari sekolah ini. Dan yah, semua orang yang berada di sini sudah membencimu." Milha berucap dingin, meninggalkan Qisya yang sedang menangis tersedu-sedu karena rasa sakit jambakan dan hinaan dari teman-teman sekolahnya, yang kebanyakan berasal dari fans Queen. Qisya merasa marah, malu, kesal, dan sedih dalam waktu bersamaan. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD