bc

Godaan Sang Konglomerat

book_age16+
795
FOLLOW
5.8K
READ
billionaire
sensitive
dare to love and hate
CEO
sweet
bxg
city
coming of age
tricky
nurse
like
intro-logo
Blurb

Seri #6 Godaan Sang Konglomerat

Bastian - Genevieve {Kisah cinta tentang pria yang mengejar Starla, baca Perfect Couple}

Genevieve De Vries tidak pernah mengharapkan seorang pangeran berkuda datang kepadanya. Dia hanya seorang perawat dan tukang bersih bersih bagi seorang wanita tua yang tinggal sendirian.

Genevieve tidak mengharapkan apapun lagi.

Dia merasa nyaman dan dia merasa hidupnya sudah berada di puncak kebahagiaannya. Sampai seorang Bastian Carter yang tampan dan kaya raya datang dan mendapati perawat neneknya sama sekali tidak seperti seorang perawat.

Bastian yakin Genevieve menyembunyikan sesuatu, dan dia akan mencari tahu semuanya.

chap-preview
Free preview
GSK ~ Awal Mula
Dresden, Sachsen, negara bagian Jerman. Pagi hari. I'll stay if you stay.. And we walks the night away, forget about yesterday.. I’ll go if you go.. And we'll run into the sun, forget about everyone.. Genevieve menggeliat saat mendengar suara merdu milik Shane Harper terdengar nyaring memenuhi sudut kamar tidurnya. Lagu yang sangat dia suka namun juga sangat mengganggu saat mengalun di pagi hari kala fajar bahkan belum menyingsing. Genevieve mengulurkan tangan untuk meraba ke sekeliling. Namun, benda pipih yang sampai sekarang masih berbunyi, belum juga dia dapatkan. Putus asa, dia menutup kepalanya menggunakan bantal dengan harapan semoga suara merdu milik pria kesayangannya itu, berhenti. Namun sepertinya, harapan hanya tinggal harapan. Bukannya berhenti, suara itu justru semakin keras saja. "Haish." Genevieve mendesis saat tidur cantiknya benar-benar terganggu. Dia mendudukkan dirinya dengan tenang seolah dia baik-baik saja. Padahal, pada nyatanya dia sangat kesal, namun dia menyembunyikan kekesalan itu dengan sangat baik. Sebagai gantinya dia menyapu sekeliling dengan pandangannya. Benar saja, ternyata hp satu-satunya yang dia punya, tergeletak tidak berdaya di atas nakas. Entah sejak kapan hp bisa berjalan sendiri. Seingatnya, sebelum tidur dia meletakan benda pipih itu di atas ranjang tempatnya tidur. Namun entah siapa yang memindahkan, atau mungkin hpnya membuka vortex saat dia tidur sampai dia tidak menyadari begitu bangun benda pipih itu sudah berpindah tempat. "Tsk.. tsk.. tsk." Genevieve benar-benar kelewatan dengan khayalannya sendiri. Mana mungkin ada vortex di dunia ini? Apa dia hidup dalam fantasi dimana ada vampir yang bisa pergi kemanapun hanya dengan membuat vortex berupa lingkaran yang bisa menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya? Konyol! Genevieve menapakkan kakinya di lantai, dia berdiri lalu menyibak tirai dan membuka jendela. Dia berdiri sebentar di dekat jendela untuk menikmati udara pagi dengan langit yang masih gelap. Dia bersyukur karena masih di berikan hidup sampai detik ini. Dia pikir, pada saat itu, dia akan mati. Tapi, untungnya segala hal tidak menyenangkan sudah berlalu dan sekarang dia sudah bahagia. Sangat. *** "Selamat pagi, Grandma!" Genevieve menerobos masuk setelah mendapat instruksi untuk masuk dari seseorang yang dia panggil Grandma. Genevieve menyibak tirai dan membuka jendela lebar di kamar tidur Grandma. Wanita tua itu masih terbaring di atas ranjang, namun wanita tua itu sudah membuka mata dengan pandangan yang mengawasi dirinya penuh selidik. Emily tersenyum. "Selamat pagi." Senyumnya lembut selembut sutra. Tatapannya teduh menatap sosok cantik yang menyibak tirai dan membuka jendela di kamar tidurnya. Itu adalah kebiasaan Genevieve setiap pagi. Dia tidak terbiasa pada awalnya, namun seiring berjalannya waktu, dia mulai memahami karakter gadis itu. "Apa tidurmu nyenyak?" Genevieve berjalan ke arah ranjang lalu dia mendudukkan dirinya di sana. Dia membantu Emily duduk dengan menyandarkan punggung wanita tua itu pada sandaran ranjang yang sudah lebih dulu dia taruh bantal di sana. Baru setelahnya dia mengawasi Emily lekat. Wanita itu tampak sehat, bugar dan juga tampak sangat bahagia setelah bangun dari tidurnya. Dan sejujurnya, itu membuat dirinya sangat senang. "Sangat nyenyak." Emily menjawab cepat. "Bagaimana denganmu? Apa tidurmu juga nyenyak?" Dia yang sebenarnya tidak suka di perhatikan oleh orang lain selain almarhum suaminya, namun dengan Genevieve dia merasa kalau bentuk perhatian itu adalah yang dia butuhkan di usianya yang sudah tujuh puluh tahun lebih. Usia dimana dia memiliki kemampuan regeneratif yang terbatas dan menjadi lebih mudah terserang penyakit. Dengan seseorang menjaga dirinya seperti ini, dia merasa jauh lebih aman karena ada orang yang sewaktu-waktu bisa dia andalkan. "Aku juga," jawab Genevieve cepat, "sangat nyenyak." Apa lagi sejak dia tinggal bersama Emily di rumah ini, tidak sekalipun dia bermimpi buruk meski rasa trauma karena masa lalu masih menyelimuti sampai sekarang. "Bagus. Itu luar biasa." Tangan Emily terulur dan mengusap wajah Genevieve. Tangannya sudah tidak sekencang dulu. Ketangkasannya juga habis di makan usia. Yang tersisa kini hanyalah keriput di sana sini dengan tingkat kekebalan tubuh yang relatif rendah. "Iya, itu memang sangat luar biasa," Genevieve menimpali. Dia memejamkan mata saat merasakan kehangatan yang menjalar saat tangan Emily menyentuh wajahnya. Sentuhan itu sangat menakjubkan seolah Emily memberikan aura positif yang mengalir deras dan tidak terhitung jumlahnya. Keluarga, merupakan sesuatu yang selalu dia inginkan sejak dia tidak pernah mendapatkan bentuk kasih sayang apapun dari keluarga istri baru Ayah setelah kepergian Ibunya. Dia yang terpuruk dan hancur pada saat itu, membutuhkan uluran tangan dari seseorang. Dia membutuhkan bahu untuk bersandar, dia membutuhkan seseorang untuk menopang, dan dia berharap banyak pada keluarga baru Ayah yang bersedia menampung dirinya. Dia pikir semua akan mudah. Di sayangi, di perhatikan, di pedulikan, adalah yang dia harapkan. Namun sayang, nyatanya realita tidak pernah semanis ekspektasi. Di sana, di keluarga ibu tirinya, dia tidak pernah di anggap sebagai manusia. Dia di tindas, di siksa, di lecehkan, bahkan di renggut kegadisannya sampai dia merasa dia akan mati detik itu juga. Namun untungnya, Dewi Fortuna masih berpihak kepadanya dan masih memberinya kesempatan untuk memulai kehidupan baru setelah salah seorang tetangga melaporkan kelakukan keluarga tirinya kepada pihak berwajib. "Tidak apa-apa. Kamu akan baik-baik saja sekarang. Kamu bisa mengandalkan ku." Emily tau kalau Genevieve tidak baik-baik saja. Gadis itu terlalu rapuh untuk menjalani kehidupan yang kejam di tengah masyarakat dimana strata sosial menjadi penentu bisa atau tidaknya seseorang berbaur dengan manusia lain. "Meski tenagaku sudah tidak banyak, namun aku jamin tidak akan ada yang berani menindas mu lagi." Tambahnya dengan suara parau. Janji itu bukan sekedar janji, dia memang akan mengupayakan yang terbaik untuk kehidupan Genevieve ke depannya. Genevieve tersenyum. "Tentu," jawabnya cepat, "terlebih, kamu jauh lebih kuat dari yang terlihat." Emily bahkan terlampau kuat sampai bersedia menyingkirkan halangan dan rintangan di depannya meski mereka tidak terikat hubungan darah. Genevieve dan Emily adalah asing, bukan keluarga, juga bukan tetangga. Mereka hanya kebetulan bertemu saat Emily mencari seorang yang bisa merawat sekaligus bisa membantu pekerjaan di rumahnya. Dan kebetulan, Emily menemukan dirinya di sebuah agensi penyalur tenaga kerja yang terpercaya karena pihak agensi selalu bisa menghasilkan tenaga kerja yang profesional dan terlatih dengan baik. Dan untungnya, Emily menyukai dirinya sejak pertama kali melihat. Tidak hanya itu, Emily bahkan tampak puas dengan kinerjanya selama masa percobaan yang berlangsung sekitar satu bulan lamanya. "Bagus kalau kamu tidak meragukan kualitas ku." Emily menarik tangannya dari wajah Genevieve. Wajah wanita itu memerah dalam pandangannya. Satu-satunya keluarga yang Genevieve miliki hanyalah dirinya. Dan dia merasa memiliki tanggung jawab lebih untuk membuat gadis itu tetap aman dan nyaman di rumah ini. "Baiklah." Genevieve tidak pernah sekalipun meragukan Emily. Tidak sama sekali. "Ngomong-ngomong, apa yang ingin kamu makan untuk sarapan? Apakah itu semangkuk bubur ayam dengan potongan telur rebus dan jus wortel?" Genevieve menarik lembut selimut yang membungkus tubuh Emily, kemudian dia merapikan tempat tidur saat melihat wanita itu sudah menampakkan kakinya di atas lantai. Wanita tua itu akan pergi mencuci muka di kamar mandi. Dan wanita itu terbiasa melakukannya sendiri tanpa siapapun boleh membantu termasuk dirinya. Jadi, dia tidak akan mengganggu Emily dengan segala aktifitasnya di pagi hari. Emily mengerutkan kening. "Bukankah sarapan pagi ku selalu seperti itu?" Menu yang membosankan, namun saat dia mengingat betapa mengerikannya sembelit, mau tidak mau dia harus memakan makanan seperti itu di setiap harinya. "Tentu saja. Aku tidak mungkin lupa kalau kamu seringkali sembelit." Genevieve menjawab yakin. Sejauh ini, sarapan Emily seringkali hanya seputaran itu. Menu yang sama untuk setiap harinya sejak wanita itu memiliki konstipasi atau sembelit. Bubur dengan jus di pagi hari, satu potong buah pepaya matang ukuran sedang untuk camilan pagi, nasi dan pepes ikan, sayur dan jagung serta segelas jus untuk makan siang, dan biskuit gandum dan jus untuk camilan sore. Genevieve hanya akan mengganti pilihan buah, sayur, dan lauknya setiap hari. Tujuannya, agar Emily tidak bosan meski dia yakin kalau Emily sudah bosan setengah mati dengan menu yang menurut dokter sangat membantu untuk sembelit. "Bagus. Kalau begitu aku akan pergi ke kamar mandi. Ingat untuk menutup pintu dan jangan menggangguku!" Emily meraih tongkatnya lalu berjalan pelan menuju kamar mandi. Dia memiliki gangguan keseimbangan ringan sampai dia harus menggunakan tongkat jenis standar sebagai alat bantu berjalan. Namun meski begitu, tidak ada penyakit serius yang dia alami selain gangguan keseimbangan ringan. Itu pun masih bisa di siasati menggunakan alat bantu berjalan. "Dan aku akan menyiapkan bubur ayam dengan potongan telur rebus dan jus wortel untukmu di dapur. Kamu memiliki waktu tiga puluh menit untuk aktifitas mu di kamar mandi. Jangan lebih dari itu karena aku akan mendobrak pintu kamar mandi atau memanggil pemadam kebakaran untuk membantuku membuka pintunya." Genevieve meraih gelas berisi air putih di atas nakas lalu keluar dari kamar tidur Emily dan menutup pintunya kembali. Emily menggelengkan kepala. "Sejak kapan kamu menjadi lebih cerewet dari diriku?" Ucapnya dengan suara keras meski dia tau kalau itu percuma karena Genevieve tidak akan mendengar ucapannya. Dia yakin Genevieve sudah berada di dapur dan menyiapkan sarapan sehat, bernutrisi dan seimbang untuknya. Jadi, sudahlah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook