3. Awal sebuah rahasia

1209 Words
“ Astaga Bagas, Lu itu bisa kerja ga sih? Masa baju untuk pemotretan gue sama Abi bisa ketinggalan sih?! Itu juga si culun kerjanya ngapain aja sih? “ omel Jessica dengan mata melotot bulat menatap Bagas yang kini menatap bingung ponselnya. “ Terus itu Abi kemana Gas? Kok belum kelihatan sih? “ Jessica menyisir setiap sudut ruangan tempat dimana seharusnya Abi berada. “ Dia belum datang! Kena macet kali! “ jawab Bagas asal, karena dia juga belum bisa menghubungi Abi dan Rumi setelah semalam dia meninggalkan mereka di bar. “ Jadi mereka belum datang gitu? Ya ampun, bisa gila gue! “ raut wajah Jessica terlihat kesal sekarang. “ Awas kau culun, setelah semalam lo gagalin usah gue sekarang lo malah menghilang sama Abi. Emang cewe gatel, seneng banget nempel sama cowo idaman gue. Gue akan kasih lo pelajaran nanti, “ jessica mengepalkan tangannya dengan raut wajah menyeramkan. Sementara Bagas terus berusaha menghubungi Abi dan Rumi. Hingga akhirnya Rumi mengangkat telponnya tapi suara Abi yang terdengar dari sebrang sana. Bagas mengeryit heran. “ Abi? Lu dimana sekarang? Rumi mana? Kok bisa lu yang angkat telponnya? “ sederet pertanyaan di layangkan Bagas. Tampak Bagas terdiam dengan mata membola dan mulut menganga, lalu ia mengangguk. “ Oke, gue pergi sekarang juga. Lu ga usah khawatir gue bakal urus masalah disini dulu, “ setelah mematikan panggilan segara Bagas berlari entah kemana. *** Dalam kamar bernuansa abu-abu terlihat dua orang manusia terlelap dengan selimut yang menutupi tubuh mereka. Perlahan sinar matahari menyusup lewat celah tirai berwarna beige. Sang pria perlahan membuka matanya merasa ada sesuatu yang berat menimpa tubuhnya. Perlahan ia mengumpulkan kesadarannya dan menyibak selimut yang setia menutupinya. Betapa terkejutnya ia melihat ada seseorang yang kini menindih tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun yang menempel. “ Astaga, apa yang telah ku perbuat? Kenapa ini bisa terjadi? Akh, ini sungguh Maslah besar untuk aku dan dia. “ Dia mengacak wajahnya frustasi. Sementara si wanita yang merasakan pergerakan akhirnya ikut terbangun. Matanya membola, memindai tubuhnya di balik selimut kemudian ia menjerit histeris. “ Aaaaaaaakkkkkkkhhhhhhhhh. Kau pria b******n, berengsek. Apa yang telah kau lakukan padaku ? “ Ia meraih bantal dan guling melemparkan ke arah si pria dengan sekuat tenaga, kemudian terisak. Terdengar tangis pilu dari balik telapak tangannya yang menutupi wajahnya itu. Si pria yang semula menghindar dan menjauh kini mulai mendekat menatap tak tega pada gadis itu. “ Maaf, saya janji akan tangung jawab. Tapi saya mohon kamu berhentilah menangis. Karena itu tak akan merubah apapun. “ Mendengar ucapan Abi, Rumi berhenti menangis. Matanya menatap nyalang pada pria di hadapannya itu. “ Bagaimana caramu bertanggung jawab? kau akan menikahiku? atau kau akan memberiku segepok uang, lalu menyuruhku pergi dari kehidupanmu? huh, bagaimana? “ air mata masih mengalir deras dari mata bulat indahnya. Abi yang mendengar pertanyaan Rumi kini gelagapan, bingung harus menjawab bagaiman. Jujur saja dia juga bingung harus bertanggung jawab dengan cara apa pada gadis itu. Kepalanya mendadak berdenyut nyeri saat ini. “ Bersihkanlah dirimu dulu. Setelah itu kita bicarakan ini kembali ! “ Setelah berbicara Abi berbalik meninggalkan Rumi yang masih terisak di balik selimut. Rumi akhirnya menuruti perkataan Abi, ia segera membungkus dirinya dengan selimut dan berlari ke kamar mandi. Di kamar mandi Rumi menyalakan shower, membiarkan dirinya diguyur air. Mungkin akan sedikit mengurangi kotoran yang melekat pada tubuhnya saat ini. Sebenarnya ia sadar ini tak akan mengurangi semua kotoran yang menempel padanya saat ini. “ Bagaimana aku membersihkan ini? Bagaimana caranya agar kotoran ini hilang? Abiyasa kau memang b******n! “ teriaknya frustasi. Abi yang hendak melangkahkan kaki ke balkon mendengar suara Rumi yang berteriak dari dalam kamar mandi merasa sedikit khawatir pada wanita itu. Untuk mengurangi rasa frustasinya ia memilih menikmati sebatang rokok di balkon. “ Ya Tuhan bagaiman caraku bertanggung jawab? Tunggu dulu, aku ingat semalam Jesicca mengajakku bertemu di bar lalu kenapa bisa aku berakhir tidur dengan Rumi? “ Keningnya berkerut mengingat kejadian semalam setelah ia bertemu Jessica di sebuah bar. Tiba- tiba dia mendengar dering telepon dalam kamar. Ia segera mencari sumber suara. Ternyata asistenya yang menelpon Rumi. “ Bagas! Ada apa? “ “ Gas, lu bisa urus dulu jadwal pemotretan gue sama Jessica? Gue lagi di apartemen. Rumi lagi mandi. Ceritanya panjang, nanti gue ceritain sama lu. Sekarang lu urusin dulu kerjaan, terus lu kesini setelah beres. “ Setelah selesai berbicara ia mematikan sambungan dan meletakan ponsel ke tempatnya. Sadar Rumi masih di dalam kamar mandi tiba- tiba Abi merasa khawatir. Takut Rumi melakukan tindakan yang tidak-tidak akhirnya ia menggedor pintu kamar mandi. Setelah merasa lelah menangis akhirnya Rumi segera membersihkan diri kemudian menggunakan handuk keluar kamar mandi. “ Rumi. “ Rumi menoleh malas pada Abi. Abi yang melihat Rumi masih terbalut handuk menunjuk ke arah walk in closet. “ Disana ada baju saya, yang mungkin cocok untuk kamu pakai sementara. “ Tanpa menjawab Rumi melangkah gontai kemudian menghilang di balik pintu. Abi menghela nafas lega setelah melihat gadis itu tak melakukan hal gila saat di kamar mandi. *** “ Apa? Jadi lu udah perkosa Rumi? “ Wajah terkejut Bagas tak bisa disembunyikan lagi. “ Sssttt. Kecilkan suara lu, semua orang bakal tau kalau lu ngomongnya kaya pake toa gitu. Satu orang pun ga boleh ada orang yang tau selain kita! “ Abi melemparkan lirikan tajam kearah Bagas. Bagas yang mengerti hanya mengangguk. “ Terus Arumi bagaimana bro? Lu harus tanggung jawablah sama dia. Masa lu mau lari dari tanggung jawab lu sih? “ Bagas yang telah menguasai emosinya bertanya serius pada sahabatnya itu. “ Gue juga ga tahu harus apa Gas. Gue bingung! Yang jelas gue ga mau gara- gara masalah ini nama baik gue dan keluarga gue hancur, karir gue redup dan gue kehilangan pamor. “ Jawab Abi santai. Tanpa mereka sadari Arumi sedari tadi mendengarkan percakapan mereka berdua. Ia meremas bajunya kuat-kuat. Menahan sesak ketika mendengar perkataan yang di ucapkan Abi. “ Dia pikir hanya dia yang merasa di rugikan dengan masalah ini? Dia masih memikirkan nama baik dan karirnya, sementara aku? Mana peduli dia sama aku pesuruhnya ini. Bapak, ibu maafkan Rumi sudah durhaka. Mungkin ini terjadi karena Rumi ga nurut sama ibu, bapak, “ air matanya kembali tumpah dari sudut matanya. Setelah merasa tenang Rumi mengambil tasnya yang tertinggal di kamar Abi, setelah menemukan semua barangnya ia segera bergegas meninggalkan kamar terkutuk itu. Saat Rumi berjalan melewati ruang tamu ia tak menoleh ke arah dua pria yang masih duduk dan tengah membahas sesuatu yang serius. Rumi berjalan. Begitu saja, langkahnya terhenti ketika Abi menghadang di depannya. “ Kamu mau kemana? Duduk dulu, ada yang mau harus kita bicarakan Rumi! “ Abi menatap mata gadis mungil yang terlihat sembab karena banyak menangis. Tak ada ekspresi yang Rumi perlihatkan, mukanyanya datar. “ Saya harus pergi sekarang. Saya harap anda mengerti , saya butuh waktu sendiri untuk berpikir dan menerima kenyataan. “ tatapan mata yang tajam seakan mengintimidasi pria bertubuh tinggi dan kekar di hadapannya itu. Entah mengapa Abi tak berani melarang Rumi untuk pergi. Ia sadar ini semua sebuah kesalahan yang harus ia bereskan dengan kepala dingin. Abi hanya menatap punggung Rumi hingga menghilang dari balik pintu. “ Lu gila? Biarin dia pergi sendirian? Setelah apa yang udah terjadi? Minimal anterin dia pulanglah Bi! “ Bagas menggeleng tak percaya pada sahabatnya itu. Abi segera meraih ponselnya menghubungi seseorang untuk mengikuti Rumi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD