Chapter 3 | Mulut Pedas

2094 Words
*** Di usianya yang sudah sangat matang, Aldy memang kerap mendapat tuntutan dari sang Bunda agar segera mencari pendamping hidup. Dan kali ini bukan kali pertama sang Bunda memperkenalkan dirinya dengan seorang wanita. Namun tetap saja, Aldy tidak tertarik dengan satupun wanita pilihan sang Bunda. Tak jarang juga Aldy digosipkan jika pria itu adalah seorang gay, dikarenakan dia yang tidak pernah menggandeng seorang wanita di acara-acara besar bersama para kolega bisnisnya. Namun meskipun begitu, Aldy tidak pernah menanggapi semua kecurigaan mereka. Bagi Aldy, terserah mereka mau berpikir apa tentang dirinya, yang terpenting itu semua tidak benar. Aldy bukannya tidak tertarik dengan lawan jenis, hanya saja, ia sedikit pemilih dan itulah penyebabnya ia susah menemukan pendamping yang cocok. Dan malam ini, Aldy dibuat sedikit kesal oleh sang Bunda, sebab wanita paruh baya itu mengadakan acara makan malam dadakan dengan salah satu kolega bisnisnya. Tepatnya, pria paruh baya yang tak lain adalah sahabat ayahnya dan Aldy juga sangat dekat dengan pria itu. Pria yang memiliki nama Abrar Abraham dan memiliki seorang putri bernama Valerie Abraham, perempuan berusia 24 tahun yang ingin dijodohkan dengan Aldy oleh sang Bunda, Elsa. . Taman Belakang Mansion,. Usai menikmati hidangan makan malam, kini, Aldy dan Valerie duduk ditaman samping mansion. Sedangkan orang tua mereka, tentu saja masih didalam, tepatnya diruang tamu sambil berbincang-bincang. "Aku senang, Al, karena Aunty Elsa mengundangku makan malam." ujar Valerie membuka suara. Perempuan itu menoleh, menatap wajah datar Aldy. "Dan lebih senangnya lagi, kamu juga ikut makan malam bersama. Padahal kamu tidak begitu suka dengan acara seperti ini." lanjutnya. Sejenak, Aldy mendesah pelan kemudian menarik pandangannya dari depan lalu menoleh, membalas tatapan lekat Valerie. Aldy menegakkan punggungnya lalu mengubah posisi tubuh menjadi sedikit miring supaya bisa melihat jelas wajah perempuan itu. "Memangnya apa yang kau harapkan dari makan malam ini?" tanya Aldy, khas dirinya, serak dan datar "Apakah kau sedang mengharapkan sesuatu?" lanjutnya. Valerie tertegun namun tak ayal perempuan itu membuka bibirnya dan menjawab pertanyaan pria ini. "Bukankah kita akan dijodohkan?" ternyata bukan menjawab, tetapi Valerie malah melempar pertanyaan balik pada Aldy. Aldy tergelak, kemudian pria itu langsung tertawa pelan, merasa lucu dengan pertanyaan Valerie barusan. "Valerie … Valerie…!" gumam Aldy setelah menarik pandangannya dari perempuan itu lalu kembali menatap lurus kedepan. "Ternyata kau polos sekali. Atau mungkin kau pura-pura polos." Lanjutnya sambil menghembus nafas kasar. "Apa maksudmu, Al?" tanya Valerie seraya menatap Aldy dengan kening berlipat tipis. Aldy kembali menoleh. "Aku bukanlah tipe pria yang suka dipaksa! Apalagi jika menyangkut pasangan hidup." jawab Aldy seraya menatap datar. Terlihat jelas, kalau pria itu benar-benar muak terhadap Valerie. "Jadi maksud kamu..?" Valerie menatap terluka. Bahkan kedua matanya mulai berkaca-kaca. Aldy bangkit dari atas bangku itu lalu berdiri di hadapan Valerie dengan posisi kedua tangan masuk ke dalam saku celananya. "Aku tidak tertarik denganmu." tukas Aldy. Sungguh, kalimat penolakannya itu terdengar sangat jahat sekali. Sehingga tak ayal membuat hati dan perasaan Valerie terluka. "Jangan terlalu banyak berharap supaya kamu tidak kecewa dan terluka. Aku tahu kau sangat mengenal keluargaku, dan kamu tahu persis bagaimana aku yang tidak pernah bisa menolak permintaan ibuku. Tapi untuk kali ini, tidak akan ada alasan apapun yang akan membuatku harus menerimamu. Menerima perjodohan ini!" tekan Aldy. Valerie tetap pada posisinya, mendongak menatap Aldy dengan kedua mata berembun, bahkan cairan itu sepertinya mulai mendesak keluar. Dadanya sesak, degup jantung semakin berdegup kencang saat mendengar ucapan Aldy barusan. Rasanya sakit sekali seperti ada ribuan jarum yang menusuk jantungnya. Valerie berusaha menahan air matanya yang sudah menggenang di pelupuk matanya. "Kenapa kau tidak mau mencobanya, Al? Kita bisa jalani sebulan atau dua bulan sebelum kamu membuat keputusan seperti ini. Aku yakin kamu pasti bisa." ujar Valerie setelah bangkit dari atas kursi dan berdiri tepat di hadapan Aldy. "Aku tidak bisa." balas Aldy, tegas. "Kenapa? Kenapa tidak bisa, Al? Apa aku kurang menarik? Aku kurang cantik? Atau…," Valerie tidak bisa melanjutkan kalimatnya sebab Aldy menyela cepat. "Selain kau yang tidak menarik, aku sudah memiliki kekasih! Ada wanita yang harus aku jaga perasaannya dan dia adalah wanita yang pernah aku janjikan sebuah pernikahan. Yeah, aku akan menikah dengannya, bukan denganmu. Aku harap kau bisa mengerti." ujar Aldy semakin terdengar sangat jahat. Dan tentu saja pertanyaannya barusan adalah omong kosong belaka. Namun percayalah, Aldy mengucapkan hal itu bukan tanpa alasan, sebab otak liciknya telah menyusun ribuan rencana manis untuk seorang wanita yang akan menjadi targetnya. Nanti. Sedangkan Valerie, jangan tanyakan lagi bagaimana dengan perasaannya saat ini. Sebab jawabannya tentu saja sakit. Bahkan sangat sakit. Menerima penolakan seperti ini dari pria yang sangat dicintainya sejak dulu, bukanlah hal yang mudah. Bahkan setiap saat Valerie berkhayal jika suatu saat nanti ia bisa menjadikan Aldy sebagai suaminya. Namun lihatlah sekarang, Aldy menolaknya terang-terangan, seketika pria itu langsung mematahkan semangatnya. Pria itu menolaknya tanpa memberi kesempatan untuk mencobanya terlebih dahulu. "Siapa dia? Apakah Scarlett?" tanya Valerie, lirih. Scarlett adalah sekretaris Aldy dan juga wanita yang sangat dipercayai oleh pria itu setelah asistennya yang bernama Gery. "Bukan." Jawab Aldy. "Jika sudah waktunya, aku akan memperkenalkannya padamu." lanjunyanya. Valerie diam, bingung mau bicara apalagi. Sementara Aldy, tanpa kata apapun lagi, pria itu mundur selangkah lalu memutar tubuhnya dan lekas berlalu pergi meninggalkan Valerie disana. Aldy tidak masuk kedalam mansion sebab sang Bunda pasti akan mencecar dirinya. Oleh sebab itu, Aldy memilih keluar dan lagi pula dia akan bertemu dengan Gerry sebab ada hal yang ingin dibicarakan dengan pria itu. "Al…" Aldy yang hendak menuju mobilnya tiba-tiba sontak menghentikan langkah kaki saat mendengar suara bariton seorang pria memanggil namanya. Aldy memutar tubuhnya dan ternyata Abrar lah orang yang memanggilnya barusan. Abrar terus melangkah ke arahnya. "Uncle…" sapa Aldy. "Mau kemana?" tanya Abrar setelah menghentikan langkah kaki dihadapan Aldy. "Aku ada urusan sebentar, Uncle." jawab Aldy. Abrar mengangguk pelan sambil mengulas senyum tipis di wajahnya yang masih terlihat tampan. "Maaf." gumam Aldy. Abrar paham, pria itu lantas menghela nafas pelan. "It's oke, Uncle mengerti. Perasaan memang tidak bisa dipaksakan." timpal Abrar. Meskipun sebenarnya Abrar ingin sekali menjadikan Aldy sebagai menantunya, namun mau bagaimana lagi, pria ini tidak tertarik dengan putrinya yang memiliki banyak sekali sifat buruk. Manja, tukang menghabiskan uang, tidak berperasaan dan masih banyak lagi. Tentu saja sifat-sifat seperti ini sangat jauh dari kriteria yang diinginkan oleh Aldy. "Jangan terlalu dipikirkan." Lanjut Abrar dan Aldy hanya mengangguk pelan. "Ya sudah, Uncle masuk dulu. Kamu hati-hati dijalan." "Yeah, sekali lagi, aku minta maaf, Uncle." Ujar Aldy dan dibalas anggukan pelan oleh Abrar. Setelah itu, Abrar memutar tubuhnya dan melangkahkan kaki kembali masuk kedalam mansion. Begitupun dengan Aldy, pria itu lekas menuju mobilnya sebab ingin cepat-cepat meninggalkan mansion sebelum sang Bunda menyadari niat liciknya yang ingin menghindari Valerie. . Tak berselang lama setelah Aldy meninggalkan mansion, ternyata Elsa pun mulai menyadari jika sang putra sudah pergi. Terlebih Valerie masuk kedalam mansion dengan kedua mata sembabnya. Elsa sangat kesal, bahkan wanita paruh baya itu mendesak sang suami, Ardy, agar segera menghubungi putranya. Namun kembali lagi, Aldy adalah sosok yang tidak bisa dipaksa apalagi diancam. Yang ada, pria itu akan semakin menjadi-jadi. . Apartemen,. Setelah menghabiskan waktu hampir dua puluh menit dari mansion menuju apartemennya, kini, Aldy duduk diatas kursi, tepatnya di atas kursi di ruang kerjanya. Saat ini ia bersama dengan sang asistennya, Gery dan pria itu duduk berseberangan dengannya. "Bagaimana, Ger?" tanya Aldy membuka suara. Sejenak, Gery mengambil napas dalam, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Setelah itu ia pun lekas membuka suara menjawab pertanyaan Tuannya. "Kabar yang saya terima beberapa saat lalu, ternyata Nona Melsa sudah putus dengan kekasihnya, Tuan." jawab Gery seraya menjelaskan. Aldy diam. Keningnya nampak berkerut tipis, namun tak berselang lama, tiba-tiba seringai licik itu pun muncul di wajah tampannya yang nyaris sempurna. "Kabar yang cukup menyenangkan." gumamnya sambil mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan ujung jari-jari besarnya. "Apakah rencana selanjutnya kita lakukan saja langsung, Tuan?" tanya Gery. Aldy menggeleng pelan. "Tidak perlu." jawabnya "Setelah ini, biar aku saja yang membereskan sisanya." Aldy menatap wajah Gery, lekat. "Terima kasih, Ger. Kau memang tidak pernah mengecewakan ku." lanjutnya. "Sama-sama, Tuan." balas Gery. Gery memang tangan kanannya yang luar biasa. Seperti apa yang barusan Aldy katakan, jika Gery nyaris tidak pernah mengecewakannya. 'Akhirnya … aku tidak perlu bersusah paya. Sedikit lagi, Al. Sedikit lagi, kau akan bisa menemukan cara untuk bisa membukam Bundamu yang cantik itu.' Batinnya sambil terkekeh geli. Yang Aldy bahas saat ini dengan Gery adalah Melsa. Tepatnya, Melsa Ayudia. Wanita galak dan unik yang akan Aldy jadikan sasaran empuknya. Perempuan yang beberapa bulan yang lalu sempat mencaci makinya dengan mulut pedas perempuan itu. . Flashback | Beberapa bulan yang lalu,. Jakarta, Indonesia,. Sebelum kembali ke New York, siang ini, Aldy menyempatkan diri berkunjung ke kantor adik sepupunya, Daren Margatama, sebab ada hal yang ingin dibicarakan dengan pria itu. Dan setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu jam lamanya dan urusan mereka pun sudah selesai, Aldy pun berpamitan pada adiknya sebab ia harus secepatnya menuju bandara. Ting! Lift berbunyi dan pintu terbuka lebar. Aldy kembali membuka langkah lebar keluar dari dalam lift. Bughh Akibat Aldy berjalan dengan langkah tergesa-gesa, pria itu tidak sengaja menabrak seorang wanita yang tidak lain adalah Melsa Ayudia. “Aawww…!” Melsa meringis sambil mengusap keningnya beberapa kali akibat bertabrakan dengan d**a bidang itu. Sebelum mengangkat pandangannya, Melsa menatap nanar pada berkasnya yang berserakan diatas lantai. “Oh astaga, maaf, maaf” ucap Aldy. Ia sungguh tidak sengaja menabrak wanita itu. “Maaf?!! Saya sudah bersusah payah mengerjakan semua ini, menyusunnya dengan rapi dan anda hanya bilang, maaf?!” timpal Melsa sangat kesal bahkan mulai tersulut emosi. Sedangkan Aldy, pria itu lantas mengangkat sebelah alisnya saat mendengar nada tinggi Melsa. Berani sekali wanita ini, pikirnya. Aldy terus menatap Melsa dengan tatapan datarnya. Sedangkan Melsa, wanita itu mulai bersimpuh diatas lantai dan memungut kertas-kertas yang tidak berdosa itu. Setelah membereskan kertas-kertas itu, Melsa bangkit dan kembali berdiri berhadapan dengan Aldy. Melsa menengadahkan wajah, menatap sengit pada pria itu. “Kalau jalan itu, jangan hanya menggunakan kaki panjang anda saja, Tuan. Tetapi anda juga harus menggunakan mata! Tidak minus 'kan?!” Deg! Seketika Aldy mengeraskan rahangnya. "Kalau minus, segera ke dokter. Periksa supaya nanti anda tidak akan menyusahkan orang lain seperti anda menyusahkan saya barusan!" lanjut Melsa bernada ketus. Puas mengatasi Aldy, Melsa pun memutar tubuhnya hendak berlalu pergi. Namun urung, sebab Aldy langsung menarik pinggang rampingnya, sehingga tak ayal membuat wanita itu kembali menabrak d**a bidang itu. “Jaga ucapanmu, Nona. Jangan sampai aku melumat bibir sexymu hanya karena ucapan pedasmu, hmm?” ujar Aldy, serak memperingati Melsa dengan tegas. Deg! Seketika Melsa membelalak kedua mata saat mendengar ucapan vulgar pria ini. Bahkan jantungnya mulai berdegup diluar batas normal saat mendapatkan wajahnya yang begitu dekat dengan wajah tampan itu. Bahkan kedua hidung mancung mereka nyaris bersentuhan. Melsa meletakan sebelah telapak tangannya didada Aldy, guna menahan pria itu. “Jika takdir kembali mempertemukan kita, sebaiknya jaga ucapanmu. Karena kalau tidak, aku akan benar-benar membuktikan ucapanku barusan. Melumat bibirmu yang seksi ini!” lanjut Aldy kembali memperingati dengan suara beratnya. Aldy melepas pinggang ramping Melsa, kemudian tanpa kata apapun lagi, Aldy kembali membuka langkah lebar, pergi meninggalkan Melsa yang saat ini masih berdiri mematung. 'Cantik, tapi mulutnya pedas seperti bon cabe!' gumam Aldy dalam hati. Dalam langkah kakinya, Aldy menarik kedua sudut bibinya, mengulas senyum simpul disana. Ia sedikit menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk merasakan bibir pedas wanita itu. Sementara Melsa, wanita itu seakan terhipnotis dengan kalimat penuh ancaman dari Aldy barusan. "Ihhh, mau cium katanya? Dasar mesumm! Coba saja kalau berani. Aku pasti akan mematahkan timun panjangnya!" gerutu Melsa terdengar ambigu. Bahkan ia mengatakan itu tanpa sadar. Namun, wanita itu kembali mengerutkan keningnya saat menyadari akan apa yang barusan diucapkannya. ‘Panjang? Tau dari mana sih, Mel? Astaga…’ batinnya seraya meringis pelan. Aldy masuk kedalam mobilnya dan kendaraan tersebut mulai melesat meninggalkan gedung Margatama Corporation. "Ger, cari tahu latar belakang salah satu staff MC. Barusan aku tidak sengaja menabraknya di depan lift. Kau bisa melihatnya lewat CCTV." ujar Aldy langsung memberi perintah kepada asistennya itu. "Baik, Tuan, akan segera saya dapatkan data-datanya." timpal Gery, sigap, sehingga tak ayal membuat Aldy tersenyum puas. 'Unik, galak dan bar-bar. Bisa-bisanya dia tidak mengenali siapa aku. Bahkan dengan beraninya dia mengataiku dan menghinaku.' gumam Aldy dalam hati. Flashback off . Setelah kejadian itu, Aldy tidak pernah lagi bertemu dengan Melsa sebab mereka tinggal di negara yang berbeda. Namun, sesuai dengan apa yang pernah Aldy perintahkan kepada Gery, agar pria itu mencari tahu latar belakang Melsa, pun sudah berhasil mengumpulkan semua data-data penting mengenai wanita itu. Dan sejak saat itu, Aldy mulai memperhatikan Melsa dengan cara menempatkan salah satu orang kepercayaannya untuk memantau Melsa disana. Sebab Aldy memiliki tujuan lain dengan wanita itu. Wanita yang menurutnya unik dan langka. Susah ditemukan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD