Stefanny dan Vicente kini berada di dalam kamar Stefanny. Keduanya hanya diam, dan berdiri berhadapan. Stefanny yang merasa dirinya benar-benar tak mempunyai jalan, dan Vicente yang merasa senang karena Stefanny jatuh dalam lubang hitam miliknya. Stefanny memejamkan mata, ia perlahan membuka kancing pada kemejanya. Wanita itu merasa ragu, tetapi ia tidak punya pilihan lain. “Kenapa kau terlihat ragu, Stefanny?” tanya Vicente dengan suara serak. Pria itu mengulurkan tangan, ia segera menyentuh bagian pipi Stefanny. Stefanny yang mendapat perlakuan demikian tidak melawan, ia pasrah dan hanya berharap bisa segera bebas dari neraka ini. Wanita itu menatap Vicente, mengamati raut wajah pria itu. “Aku tak bisa melupakanmu selama ini. Setelah kepergianmu, hari-hariku sepi. Aku selalu dibayang-

