9. Waterboom

2632 Words
"Ma, gak ada yang perlu dipesan langsung ya?" Amal bertanya untuk yang kesekian kali. Ia kira hari minggu ini akan disuruh Mamanya untuk pergi ke kebun bunga dan memesan bunga-bunga untuk diantarkan esok pagi. Namun, Mama amal malah sudah memesan lewat telepon tadi malam. "Aduh, enggak ada. Kamu kenapa sih nanya itu terus dari tadi?" "Aku mau ajak Kristi ke sana." "Yaudah ajak aja." "Masa ke sana cuma mau main aja Ma? Alasannya jadi gak logis." Mama Amal tergelak. "Logis gak logis yang pentingkan kamu pergi sama Kristi." "Yah, tapi kan..." Amal menyerah. Listnya untuk mengajak Kristi pagi ini ke kebun bunga gagal sudah. Setidaknya kalau ia dan Kristi pergi ke kebun bunga maka otomatis perjalan akan memakan waktu banyak dan Kristi tidak bisa melihat Fikri bertanding. Mau bagaimana lagi? Amal harus pindah rencana. Pagi ini masih jam enam, masih pagi sekali. Langit belum terang. Matahari belum muncul di ufuk timur. Tapi, Amal sudah terlihat segar. Sudah mandi dan rambutnya sudah disisir rapi. Olana's Bakery di sebrang belum buka. Lampu lantai dua sudah menyala namun, lampu lantai tiga tepatnya di balkon kamar Kristi tak tampak seperti penghuninya sudah bangun agaknya Kristi masih terlelap. Amal memilih menghabiskan waktu dengan bersih-bersih toko. Mengelap kaca depan toko sampai menyapu bagian dalam dan luar toko. Sesudah bersih-bersih, jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Matahari telah muncul di ufuk timur. Amal berjemur di depan toko sembari stretching yang terlambat. Harusnya saat ia bangun tadi pagi, tapi tak apa selagi stretching dan terkena sinar matahari otomatis sehatnya jadi double. Kristi akhirnya muncul. Gadis itu keluar dari toko dengan dua kantong sampah di tangannya. Ia mengernyit heran mendapati Amal yang melakukan stretching di depan Dekava's Flower. "Ngapain lo?" tanya Kristi. "Rebahan." "..." "Gak liat ya gue lagi pemanasan?" "Liat." "Terus kenapa nanya?" "Ck." Kristi manyun. Mendapat emosi Amal sepagi ini tidak baik untuk kesehatan, ia lalu berbalik masuk ke dalam toko. "Tunggu Kris!" Amal berseru menahan pergerakan Kristi. Kristi menoleh. "Apa?" "Lo gak pergi ke pasar pagi ini?" "Pergi. Ini mau ngambil dompet." "Oke. Gue ikut!" Kristi semakin dibuat heran dengan cowok itu. Ia lalu berkacak pinggang, menatap lurus ke arah Amal. "Gue gak ngajak lo Amal." "Tapi gue mau ikut Kristi." Amal pun juga berkacak pinggang. "Sepuluh menit, gue tunggu di sini. Kalo telat lo tinggal." Setelah mendengar ultimatum dari Kristi, Amal segera berlari masuk ke dalam rumahnya untuk bersiap. Tak perlu menghabiskan lima menit, Amal sudah berdiri di depan Olana's Bakery. Cowok itu dapat melihat Kristi dari kaca depan toko, ia sedang mencatat sesuatu di atas meja bersama ibunya. Agaknya gadis itu sedang mencatat bahan-bahan yang perlu dibeli. "Loh, udah siap aja." Kristi berujar saat keluar toko. "Lonya lama." "Sorry." Kristi nyengir. "Udah yuk. Pake mobil gue aja. Gue juga ada yang perlu dibeli. Mama nitip sesuatu." Kristi hendak menolak dan bilang lebih baik naik bus saja. Namun, karna Amal sudah jalan lebih dulu dan cowok itu bukanlah tipe yang suka dibantah, Kristi pun menurut saja. Pasar di hari minggu masih seramai biasanya. Bersama Amal semuanya jadi lebih mudah. Cowok itu bisa membantu Kristi membawa beban berat dan juga bisa menjadi penuntun jalan di tengah-tengah lautan manusia. Amal mudah saja menyibak kerumunan orang. Belanja keperluan yang tertulis pada catatan di tangan Kristi sudah selesai menjelang pukul sebelas siang. Lebih cepat daripada minggu kemarin saat Kristi ditemani Rara. Sekarang, Kristi bersama Amal sedang memasukkan belanjaan ke bagasi mobil cowok itu. Amal tadi sempat belanja buah-buahan juga titipan Mamanya. "Abis ini kita pulang, terus lo harus ikut gue lagi." "Kenapa harus?" "Karena gue udah nemenin lo belanja." "Kan gue gak minta ditemenin." "Meskipun lo gak minta, tetep aja lo seneng kan ditemenin gue." "Ck. Iya deh iya." Kristi tak bisa berkomentar lagi. Terserah Amal saja. Toh, ia memang terbantu dan senang karna sesi belanja jadi lebih cepat selesai. Amal mengemudikan mobilnya kembali ke rumah. Mereka harus mengantar pulang belanjaan hari ini. "Enaknya kita pergi kemana Kris?" "Gak tau. Kan lo yang ngajak gue." "Bikin planning dulu gih. Ntar gue ajak langsung lo malah gak suka." Amal menoleh ke arah Kristi yang sedang berpikir. Mereka berhenti di belakang palang kereta api. Kereta api sedang melaju kencang di rel, membawa penumpang dalam gerbongnya. "Hmm. Kemana ya..." Amal menunggu dengan harap-harap cemas. Ia tak ingin Kristi malah ingat dengan pertandingan Fikri yang berlangsung hari ini. Gadis itu melirik ke spanduk yang digantung di samping trotoar. Ada spanduk produk pupuk, spanduk dewan politik dan ada juga spanduk wisata air waterboom. "Aha! Gue tau mau kemana." Kristi terlihat antusias sekali. "Kemana?" "Waterboom!" "Oke!" Setelah sampai di Olana's Bakery. Amal dan Kristi bergegas menurunkan belanjaan dari bagasi dan membawa belanjaan masing-masing ke dalam rumah. Kristi yang terlihat paling semangat. Sesudah meletakkan bahan-bahan yang ia beli di dapur dan menatanya dengan cepat. Kristi segera bersiap, tentunya setelah ia mendapat izin akan pergi ke waterboom bersama Amal. "Jangan main air kelamaan. Nanti kulit kamu keriput terus kena flu." Mama Kristi berpesan sebelum Kristi kembali naik ke mobil Amal. "Nanti kalau Kristinya bandel aku bakal seret aja dia pulang," sahut Amal cepat. Mama Kristi tertawa. "Jaga Kristi ya Amal." "Siap tante." Perjalanan yang ditempuh lumayan memakan waktu. Sekitar empat puluh menit menurut mesin penunjuk jalan di mobil Amal. Amal tentu saja senang, karna perjalanan yang panjang akan memakan waktu dan Kristi tak bisa pergi ke pertandingan Fikri. Selama perjalan Kristi bersenandung. Ikut bernyanyi dengan lagu yang berputar dari radio di mobil Amal. Selagi fokus menyetir, Amal tak bisa berhenti menahan senyumnya. Ia senang melihat Kristi bersemangat seperti ini sekaligus senang karna hari ini Kristi tak akan pergi ke pertandingan Fikri. Empat puluh lima menit telah terlewat, sekarang mereka berdua sedang mengantri di loket depan untuk masuk sekaligus memarkirkan mobil. Hari minggu seperti ini pengunjung waterboom sedang ramai-ramainya. Banyak yang datang berkelompok, dengan keluarga atau berpasangan. Kristi menerima kartu parkir dan tiket masuk karna loket tepat di sebelah kiri mobil. Sesudah menyerahkan uang dan menerima kembalian, Amal melajukan mobil ke tempat parkir. Kristi melompat keluar dengan semangat. Gadis itu menarik tangan Amal untuk bergegas masuk. "Kita barengan ya Mal. Kalau gue yang duluan selesai ganti baju, gue bakal nunggu lo di sini." Kristi memegang pilar tepat di tengah-tengah antara kamar ganti wanita dan laki-laki. "Tapi, kalau lo yang duluan selesai, lo harus nungguin gue ya." "Oke." Amal pun setuju. Sepuluh menit berlalu, Kristi telah berganti pakaian. Ia menunggu Amal di pilar tengah sesuai perkataannya. Sembari menunggu, Kristi melihat ke seluncuran tinggi dan berkelok-kelok yang membuatnya semangat. Kristi ingin mencoba itu. "Ayo Kris!" Amal pun tiba. Kristi menoleh, menyengir dan langsung berlari masuk ke kolam berenang diiikuti Amal. Ke duanya asik bermain air. Menaiki seluncuran dan meluncur turun. Kalau dihitung mungkin ini kali kelimanya Kristi meluncur turun. Hingga tak terasa waktu dengan cepat berlalu. Padahal rasanya Kristi baru bermain air, namun jari-jarinya sudah keriput. "Kris, tangan lo udah keriput." Amal menyahut. Ia berenang mendekat ke arah Kristi yang duduk di tepi kolam. "Bener." Kristi tertawa kecil melihat ujung-ujung jarinya yang keriput. Kemudian ia menarik tangan Amal, ingin melihat ujung-ujung jari cowok itu. Namun, Kristi tak mendapati hal yang sama. "Kok lo enggak sih," ujarnya sedikit merajuk. Amal menggeleng. "Mana gue tau." Lalu ia ikut duduk di samping Kristi. "udah puas kan main airnya. Udah ya. Ntar lo flu kalau main air terus." "Hmm. Oke." "Kok tumben nurut." "Loh emang biasanya gue gimana?" Ke duanya berjalan berdampingan menuju ruang ganti. "Lo kan sering ngebantah omongan gue." "Abisnya lo ngeselin sih." "Ngeselin gimana?" "Ck. Lo gak sadar diri ya Mal." "..." Amal diam bukannya tak bisa membalas ucapan Kristi, namun cowok itu mendapati tatapan seorang gadis yang sejak tadi membuatnya tak nyaman. Maka, daripada harus berlama-lama di sana. Amal segera menyeret Kristi ke kamar ganti. Lalu mereka pun masing-masing masuk ke kamar ganti. Kristi menggerutu pelan. Menatap ujung-ujung jarinya yang keriput. "Kenapa harus keriput sih, gue kan masih pengen main." Tiga kamar mandi di dalam kamar ganti perempuan sudah terisi. Tersisa tiga shower di luar. Kristi menimbang apakah harus menunggu salah satu kamar mandi selesai digunakan atau memilih shower terbuka saja. Karena jam tutup waterboom sampai jam lima sore, pengguna shower terbuka tak terlalu banyak. Kamar ganti juga tak terlalu penuh. Kristi beruntung Amal menyuruhnya berhenti main air dan bergegas mengganti pakaian. Di shower terbuka, ada seorang gadis yang berdiri di bawah shower yang menyala tepatnya di salah satu shower paling ujung. Kristi lalu memilih shower diujung satunya. Selagi berkonsentrasi membersihkan diri, Kristi merasa gadis di shower ujung melirik ke arahnya. Kristi mempercepat mandinya. Ia risih kalau dipandangi seperti itu. Setelah selesai, ia lalu masuk ke dalam bilik yang kosong untuk berganti baju. Katanya yah, cewek itu ribet dalam segala hal. Namun, asal kalian tahu kalau dalam keadaan terdsak seperti yang Kristi alami sekarang ini, cukup lima menit saja Kristi telah siap berpakaian. Ia merasa takut berada di kamar ganti dengan gadis aneh yang menatapnya tadi. Setelah selesai, Kristi perlahan membuka bilik gantinya. Melongokkan kepala keluar dari celah pintu dan menegok ke kiri dan juga ke kanan, mencari-cari keberadaan gadis aneh yang membuatnya risih. Setelah dipastikan tak ada gadis itu, Kristi bergegas keluar. Berjalan cepat menuju pintu kamar ganti perempuan dan akhirnya bisa bernapas lega setelah berhasil keluar dari sana. "Kris lo kenapa?" Amal bertanya khawatir saat mendapati Kristi keluar kamar ganti dengan tergesa-gesa. "Ada tukang intip ya di dalem?" Kristi menggeleng. "Ada hantu ya?" Kristi menggeleng lagi. "Terus kenapa?" Kristi menoleh ke belakang, perasaannya tidak enak. Ia lalu menarik Amal untuk segera menjauh dari sana. "Mending kita pergi dulu, gue laper." Mereka berdua pun terdampar di warung di sebelah tempat parkir yang menjual mie rebus. Amal dan Kristi masing-masing memesan semangkuk mie rebus. Ke duanya duduk berdampingan di meja dan bangku yang disediakan di dalam warung. "Lo kenapa Kris tadi buru-buru banget keluar kamar ganti?" "Ada orang aneh." "Ada tukang intip ya? Ada cowok yang masuk situ? Siapa cowoknya? Biar gue lapor!" "Bukan! Orang anehnya cewek. Dia ngeliatin gue terus, bikin merinding." "Cewek?" Amal jadi teringat gadis di waterboom tadi yang melihat ke arahnya terus menerus. Amal rasa orang aneh yang Kristi maksud sama dengan yang Amal pikir. "Udahlah biarin aja," ucap Kristi bersamaan dengan tibanya pesanan mie rebus mereka. "makan dulu Mal, gue tau lo pasti laper berat." Amal tertawa. "Abisnya lo sih main air terus." Kristi juga tertawa. "Seru sih Mal, jarang-jarang loh kita ke waterboom cuma berdua." Amal mengangguk setuju. Karna ini kali pertama mereka ke waterboom berdua saja. Sebab terakhir kali mereka ke sana bersama orang tua masing-masing. Kalau tidak salah saat mereka kelas dua SMP. "Puas banget gue naik seluncuran. Dulu dibolehin Mama naik malah harus bareng Ayah. Sekarang gue bebas naik sendirian." "Soalnya lo dulu masih kecil Kris. Tante ngeri kalau lo malah kelempar keluar seluncuran. Kan berabe." Amal menyahut setengah bercanda. Cowok itu tergelak setelah mendapat satu pukulan ringan ditangannya oleh Kristi. "Asal aja lo ngomong." Ke duanya dengan khidmat memakan mie rebus pesanan mereka. Tak ada obrolan lagi. Hingga isi mangkuk masing-masing tandas dalam sekejap. Selagi merasa kenyang dan duduk sebentar guna menunggu makanan benar-benar masuk ke dalam lambung, Kristi melihat-lihat area parkir sembari mengelus perutnya. Saat itulah ia tak sengaja melihat gadis aneh di kamar ganti tadi. Gadis itu ternyata datang bersama keluarganya. Ia terlihat normal dan seperti gadis biasa. Namun, kenapa di dalam kamar ganti tadi gadis itu tak berhenti menatapnya seolah ada yang aneh yang ia lihat dari Kristi. Awlanya tadi Kristi kira gadis itu hendak mengajaknya bicara. Maka Kristi menyapa duluan, tapi si gadis hanya diam tak menyahut sama sekali hanya memandang Kristi lurus-lurus. Jadi, bukan salah Kristi kan Kalau ia menganggap gadis itu aneh. "Lo liat apa Kris?" Amal ikut menoleh ke tempat parkir. Namun, Kristi segera menahan kepala cowok itu untuk kembali menghadap padanya. Ke dua tangan Kristi menangkup wajah Amal. Dan saat itu pun Amal merasa jantungnya kembali meronta-ronta. "Gue gak liat apa-apa." Kristi menjawab terburu-buru. Amal diam saja. Ia melirik tangan Kristi yang masih memegang ke dua pipinya. Pipi Amal rasanya seperti terbakar. Kristi kembali melihat ke tempat parkir. Gadis itu telah pergi bersama mobil putih dengan keluarganya. Ia pun melepas ke dua tangannya yang memegang wajah Amal. Kristi santai saja meneguk habis air putih dalam gelas. Tidak menyadari wajah Amal yang memerah. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya tentang gadis aneh tadi. "Amal." "..." "Amal." "..." "Ck. Amal!" Amal tersentak. "Eh, iya apa Kris?" "Lo mikir apa sih sampai bengong gitu." Kristi cemberut. "Gak mikir apa-apa. Kenapa?" "Hmm itu." "Itu apa?" "Gue pengen es krim." "ES KRIM TERUS!!" ** Di lapangan basket indoor gedung olahragaa. Tim basket sudah bermain di babak ke tiga. Babak pertama tadi tim basket sekolah menang dan babak ke dua tim basket lawan yang menang. Sekarang babak ke tiga berakhir dengan selisih dua angka dari tim basket lawan. Tinggal satu babak lagi, apakah tim basket sekolah akan menang atau merelakan kemenangan pada tim basket lawan. Istirahat selama 10 menit. Tim basket sekolah berkumpul dan berdiskusi. Di saat pelatih memberi arahan, Fikri beringsut mundur dari kumpulan tim basket. Ia meraih tasnya, mengecek ponsel dan memanggil nomor Kristi. Tak ada jawaban. Sebentar lagi babak terakhir akan berlangsung dan Fikri tak mendapati Kristi di mana pun. "Kristi kemana sih," gumamnya pelan. Ia terlihat resah. Matanya menatap ke tribun penonton. Melihat dengan seksama suporter tim basket sekolah dan benar saja tak ada Kristi di antara mereka. Namun, Fikri tak sengaja menatap mata seorang gadis yang terakhir kali ia temui bersikap ketus padanya. Gadis itu ialah Fina. Adik Rafdan. Seketika Fikri tersenyum, ia tahu meskipun rencana A gagal akan ada rencana B. Dan ia kembali bersemangat masuk ke lapangan dan bersorak menyemangati timnya. Bola oranye itu memantul di lantai lapangan. Rafdan melompat tinggi mencoba keberuntungan dengan teknik yang ia ajari melempar bola dari luar are tembak dengan nilai 3 poin dan seketika waktu terhenti. Semua mata tertuju padanya. Tepat saat Rafdan melepas bola dari tangannya, bola oranye itu meluncur mulus memasuki ring bersamaan dengan waktu sepuluh menit babak ke empat berakhir dan peluit ditiup wasit menandakan permainan berakhir. Ke dua tim masing-masing melihat ke papan score lalu sorak sorai suporter tim basket sekolah menandakan tim basket sekolah menang.Tim berkumpul ke arah Rafdan menyeret cowok itu untuk diangkat bersama dengan sorak sorai suka cita. Meskipun ini masih pertandingan persahabatan, tapi kemenangan tetap lah harus dirayakan. "Thanks Raf." Begitu kata Fikri, selaku kapten tim. Rafdan tersenyum. Keduanya pun tos ala laki-laki. Namun, senyumnya luntur saat ia mendapati arti senyum Fikri yang menyadarkannya tentang taruhan Fikri kemarin. Kemarin di ruang ganti. ________ "Fik besok kalau kita menang gue tantang lo nembak Kristi." Fino, teman Fikri memberi tantangan. Fikri hanya tergelak. Tak membalas. "Lo takut ditolak Kristi?" Fino memanasi. "Tantangan lo konyol. Gimana mungkin Kristi nolak gue." Fikri menyahut sombong. "Kalau gitu lo terima tantangan gue dong." "Taruhannya apa?" "Terserah lo mau apa." _________ Rafdan sontak mengedarkan pandangannya. Tak ada ia dapati Kristi di antara suporter tim basket sekolah. Namun, Fikri masih saja tersenyum. Dan entah kenapa perasaan Rafdan jadi tak enak. "Abang! Selamatttt! Abang keren sumpah!" Fina berlari mendekat. Ia mengacungkan ke dua jempolnya ke arah Rafdan. Dan bersamaan dengan itu, Fikri pun mendekat. Sudah ada setangkai bunga mawar yang entah dimana cowok itu dapatkan. "Fina." Fikri lalu berlutut dengan dramatis di samping Fina. Suporter tim basket sekolah yang kebanyakan perempuan seketika memekik, tak percaya akan apa yang baru saja Fikri lakukan. Fina terkejut bukan main. Ia beringsut mundur, memutar arah agar bisa melihat Fikri dengan jelas. Ekspresinya datar tak terbaca. Namun, bukan Fikri namanya jika menyerah begitu saja. Ia lalu mengulurkan tangannya yang memegang bunga mendekat ke arah Fina. "Fina, mau gak kamu jadi pacar aku?" Backsound sorakan suporter tim basket sekolah membuat telinga Fina berdenging. Gadis itu menatap muak Fikri. Awalnya ia hendak mengambil bunga tersebut lalu melemparnya ke wajah Fikri. Namun, Rafdan lebih dulu bertindak. Ia tarik kerah baju Fikri hingga cowok itu berdiri dan melayangkan tinjunya. "MAKSUD LO APA HA?!" **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD