8. Larut Dalam Panas

1616 Words
"Haydan!" Panggil Sakti dari kejauhan. "Hye, bro!" Teriak Haydan. Karena jarak mereka lumayan jauh, dan Sakti tengah menghampirinya yang tengah berdiri di depan lift. "Gimana kabar?" Tanya Haydan ketika mereka telah sampai di ruang kerja Haydan lalu duduk disofa. "Selalu baik." Jawab Sakti. "Hey, bro.. lo ingat hari ini?" Tanya Sakti. Pria ini terlihat sangat antusias pagi ini. "Iya, ini hari Kamis, kan?" Jawab Haydan polos. Sakti menepuk jidatnya kuat, mendengar jawaban Haydan yang sama sekali tak sejalan dengan apa yang ia tanyakan. "Ckck... lo bener-bener udah pikun kayaknya di usia semuda ini, Dan.." Cibir Sakti. "Apa maksud lo ngomong kayak gitu? Memangnya ada yang salah?" Sungut Haydan. Merasa tak terima. "Haish.. lo ini emang benar-benar pikun, Dan... Hari penting lo sendiri aja sampe nggak inget.. bener-bener..." Desis Sakti. Ia melipat kedua tangannya di depan d**a. "Hari penting gue? Maksud lo ini hari ulang tahun gue? Gitu?" Tanya Haydan. Dan dibalas anggukan mantap oleh Sakti. "Haha... Kayaknya kesibukan bikin gue lupa, Sak.." Ujar Haydan. Sakti hanya mencibir pelan setelahnya. Hari ini, Haydan dan Sakti akan mengadakan pesta kecil di apartemen Haydan. Namun yang sedikit membuat Sakti pesismis dengan kesuksesan pesta kecil mereka adalah Haydan yang berniat mengajak Rosa ikut serta. Sakti pikir sahabatnya ini benar-benar sudah gila, bagaimana mungkin Haydan malah mengajak wanita lain ke dalam rumahnya? Bagaimana jika Divya tahu? Bisa terjadi perang dunia ke-3 tentunya. Haish.. Sakti mulai khawatir memikirkannya. "Silahkan masuk." Ucap Haydan, mempersilahkan Rosa dan juga Sakti masuk ke apartemennya. Dan berkali-kali ia terkekeh melihat raut wajah Sakti yang sepertinya frustasi dengan adanya Rosa di antara mereka. "Ini bagus banget, Mas ." Puji Rosa. Wanita ini berdiri di tengah ruang tamu sambil memutar matanya menatap kagum setiap sudut apartemen Haydan yang mewah dan indah. "Kamu mau rumah kita nanti kayak gini?" Tanya Haydan. "Hah? Ah... nggak gitu, Mas . Aku cuma kagum saja. Lagi pula aku lebih suka sama yang sederhana aja kok, Mas ." Jawab Rosa. "Nggak apa-apa, yang. Apapun akan aku kasihbuat kamu untukmu." Ujar Haydan yang membuat Rosa tersipu. "Aih... kalian cuma anggap gue obat nyamuk, ya? Benar-benar keterlaluan.." Protes Sakti yang merasa terabaikan dengan moment romantis Haydan dan Rosa. "Maaf hehe.." Ucap Rosa disertai kekehan kecil. Rosa langsung menyalakan kompor yang berada di dapur apartemen Haydan. Lalu ia keluarkan makanan-makanan yang terbungkus rantang yang ia bawa dari rumahnya. Ia hanya sekedar akan menghangatkannya. Lalu kekasihnya, Haydan dan sahabatnya yang bernama Sakti sedang sibuk menyiapkan dekorasi ulang tahun di ruang tv dan menyiapkan beberapa botol bir yang tadi mereka beli saat di jalan. Tangan Rosa membawa sebuah kue tar yang ia buat sendiri tadi siang. Di atas kue itu ada lilin berbentuk angka 28. Ya, lilin yang menandakan usia Haydan yang akan segera berganti 1 Jam lagi. Rosa letakkan kue itu di tengah-tengah meja ruang tv yang di sekelilingnya telah diisi juga hidangan-hidangan lain yang terlihat menggugah selera. Membuat Sakti harus menahan semua cacingnya untuk tak segera berdemo karena Rosa melarangnya untuk menyentuh makanan-makanan itu sebelum pukul 12 tepat. Divya melajukan mobilnya sedang melewati jalanan kota Jakarta yang terasa sudah sangat lengang. Terasa damai, dan inilah sisi lain dari kota Jakarta dengan sejuta kisah unik lainnya. Merasa tertarik dengan pemandangan di taman yang dia lewati. Segera ia tepikan mobil BMW hitamnya untuk diparkirkan. Divya berjalan menuju sebuah kursi yang berada kosong yang sudah disediakan. Lalu matanya menatap beberapa bintang yang kini berkelap-kerlip indah dilangit gelap kota Jakarta. Ia jadi tak merasa sendiri kali ini. Karena ditemani bintang-bintang itu dan juga bulan yang terasa tengah tersenyum ramah padanya. Suasana tenang di taman ini membawanya larut dalam lamunannya. Sejak tadi pikirannya memang tak bisa berjalan normal. Dan hatinya merasakan tak enak. Entah apa, ia pun tak tahu. Hari ini terasa sedikit panas meski sudah gelap, tapi Divya masih bisa merasakan angin lembut membelai wajahnya, memberi sedikit sapuan rasa segar. Setidaknya itu membantu Divya menjadi semakin tenang. Divya sampai didepan pintu apartemennya. Dari dalam sana terdengar suara-suara musik yang sangat keras hingga terdengar hingga keluar. Apa Haydan yang menyalakan musik sekeras itu? Batin Divya. Ia segera masuk kedalam apartemennya. Dan menemukan pemandangan yang terasa sangat asing baginya saat itu juga. Semua mata yang ada di sana menatap kedatangan Divya yang juga sama-sama terkejut. Tapi sedetik kemudian Divya mendapatkan lagi kesadarannya dan berjalan menuju orang-orang yang kini berada di ruang tv apartemennya. "Siapa?" Tanya Divya pada Haydan yang tengah memegang microfon di tangan kanannya, sepertinya mereka sedang berpesta. Pikir Divya. "Oh... Kenalkan, ini Sakti, Sahabatku." Ucap Haydan memperkenalkan seorang pria yang berdiri disebelahnya. "Dan wanita itu Rosa. Dia-" "Dia sahabat Haydan juga." Sela Sakti cepat, agar Haydan tidak mengungkapkan status Rosa di depan istri pria itu sendiri. "Bukan, dia pacarku." Ucap Haydan cepat menyanggah perkataan Sakti sebelumnya. Baginya ini waktu yang tepat untuk memperkenalkan Rosa pada Divya. Toh Divya nantinya juga tak berhak mencampuri segala kehidupannya, termasuk mencampuri urusannya yang menjalin hubungan dengan Rosa. "Oh." Jawab Divya singkat. Divya akui, ia cukup terkejut mendengar Haydan mengatakan bahwa wanita yang berdiri di sebelah Sakti adalah paca pria itu. Namun sekali lagi ia tersadar. Dalam kesepakatannya dengan Haydan, mereka memang tak berhak melarang dan mencampuri kehidupan masing-masing, termasuk kali ini. Divya pun tak akan mempedulikannya. "Lalu ada apa, kenapa kalian berkumpul di sini ?" Tanya Divya. "Kami sedang merayakan ulang tahun mas Haydan." Jawab Rosa. Haydan benar-benar terkejut mendengar Rosa yang menjawab pertanyaan Divya. Ia pikir Rosa akan bersikap kaku atau mungkin takut pada Divya. Tapi dugaannya memang salah. "Eum... kalau begitu berpestalah. Dan aku minta satu birnya, ya?" Kata Divya. Dengan cuek ia ambil satu botol bir yang tergeletak di meja. Lalu tersenyum kecil dan menunduk sebelum ia masuk ke dalam kamarnya. "Apa Divya selalu kayak gini sama elo?" Tanya Sakti pada Haydan setelah melihat sikap Divya yang sangat cuek. "Hm." Gumam Haydan, lalu kembali ia nyalakan musik yang sempat dihentikan tadi. Divya menungkan bir kedalam sebuah gelas kecil di depannya. Ragu ia akan menenggak dan meminum minuman ini. Ia bukanlah seorang peminum yang baik. Dan bisa saja ia langsung mabuk jika meminum satu gelas saja. Tapi kali ini, ia rasa sangat perlu untuk meminum-minuman ini. Semua resah dan kelelahan Divya hari ini memaksanya untuk meminumnya. Dan akhirnya satu gelas itu ia teguk juga hingga habis, namun kini ia belum merasa puas. Jadi ia tuangkan lagi bir ke dalam gelas itu. Dan itu ia lakukan berkali-kali. "Arghh.... kenapa hidup gue bisa jadi kaya gini..." Racau Divya. Ia sudah mulai mabuk saat ini. Lalu segelas terakhir dari bir itu kembali ia teguk. Merasa puas karena ia bisa menaklukan 1 botol bir. /// "Cukup, mas.. kamu sudah terlalu banyak minum." Cegah Rosa yang melihat Haydan menuangkan kembali segelas bir ke dalam tenggorokannya. "Hah... ini terasa sangat enak, sayang... kamu nggak pengen coba?" Tanya Haydan dengan keadaannya yang mulai kehilangan kesadarannya. Sakti dan Rosa hanya menggeleng heran. Tak biasanya Haydan akan minum sebanyak ini. Bahkan Sakti saja tak dibiarkan menyentuh apa lagi mencicipi satu tetes bir itu. Dan Rosa hanya bisa tersenyum miris melihat kekasihnya ini. Ia tahu begitu berat beban hidup yang tengah Haydan lewati, tapi mau bagaimana lagi, Haydan pun memaksanya agar terus berada di sampingnya, tak mengizinkannya secenti pun berada jauh dari jarak pandang Haydan. "Dan, gue yang antar pulang Rosa, gimana? Ini udah malem banget." Tanya Sakti pada Haydan yang terkapar dengan racauan tak jelasnya di atas sofa. "hmmm...anterin aja...terima kasih..." Jawab Haydan. Sakti dan Rosa pun beranjak dari ruang tv. Namun sebelum itu Rosa mengecup singkat bibir Haydan sebagai ucapan selamat ulang tahunnya. Lalu dengan berat hati, Rosa mulai berjalan mengikuti Sakti keluar dari apartemen Haydan. Merasa berat dan tak rela, karena berarti ia akan membiarkan Haydan hanya berdua dengan Divya di dalam apartemen ini. Ia merasa tak nyaman dan resah dengan keadaan ini. Sampai kapan ia melihat Haydan berada 1 rumah dengan wanita lain. Sungguh ia merasa cemburu saat ini. Dengan langkah yang sempoyongan, Haydan berjalan masuk menuju kamarnya. Lekukan senyum di wajahnya tercetak jelas saat ia temukan Divya tengah berbaring di atas kasur mereka dengan racauan tak jelasnya. Ia berjalan mendekati kasur itu. Dan ia hempaskan tubunya di sana menimpa Divya dan ia tindih tubuh kecil istrinya itu. Divya cukup terkejut mendapati Haydan di atas tubuhnya. Ia dorong pelan tubuh Haydan, namun tenaganya benar-benar sudah hilang karena ia tengah mabuk berat saat ini. Pandangannya juga mulai kabur. Haydan mengusap pelan pipi Divya, baginya Divya terlihat sangat cantik saat ini. Namun sebenarnya bukan Divya yang saat ini ada dalam pandangannya. Rosa lah yang ia lihat. Ya, Haydan mengira Divya adalah Rosa. Entah siapa yang memulainya, mereka kini sudah menautkan bibir mereka intens. Ciumannya yang tadinya hanya berupa kecupan, kini terasa lebih menuntut, melumat dan saling mencicipi bibir masing-masing. Tangan Haydan pun tak tinggal diam. Ia usap pelan perut Divya yang rata, Haydan sudah berhasil melepas kemeja yang Divya kenakan. Dan masih menyisakan tanktop di sana. Ciuman Haydan beralih menuju area sensitif bagi Divya. Lehernya ia kecupi dan dihisapnya kuat meninggalkan bekas-bekas merah di sana -sini. Membuat suara aneh lolos dari bibir Divya menikmati setiap sentuhan yang Haydan lakukan pada tubuhnya. Dan mereka benar-benar larut dalam sebuah hal yang tak mereka kira sama sekali. Tak ada yang bisa mereka rasakan selain puas dan nikmat saat melakukannya. Mereka sudah terbawa hawa nafsu mereka yang mulai tersulut karena bir yang merka minum. Dan entah apa yang akan mereka lakukan jika menyadari mereka telah melewati batas dari kesepakatan yang mereka ciptakan sendiri. Walaupun sebenarnya tuhan tak melarang mereka melakukan ini. Karena mereka adalah sepasang suami-istri yang sah. Tapi masalahnya, ketika mereka sadar nanti dari pengaruh alcohol. Tidak ada diantara keduanya yang menginginkan ini terjadi. Hanya ada penyesalan dan jelas kisah mereka menjadi lebih rumit dari sekadar pernikahan kontrak. Ada hati yang tersakiti meski tidak saling mencintai, dan raga yang harus ternodai karena tindakan mereka sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD