Guru Lóng Yì: "Ràng Yǔ, kau adalah pewaris yang terakhir dari Garis Darah Naga. Bekas luka di punggungmu adalah bukti darah bangsawan yang paling murni. Tapi kau bukan kunci untuk menyelamatkan benua ini. Kunci itu adalah... Ibumu." Guru Lóng Yì menjelaskan bahwa Ibu Ràng Yǔ adalah Pewaris Sejati (Zhēn Zhǔ), yang entah bagaimana berhasil menyegel dirinya sendiri atau kekuatannya sebelum kejatuhan total, dan bersembunyi.Guru Lóng Yì: "Hanya ibumu, yang memegang kekuatan penuh dari Kerajaan Suci yang lama, yang dapat mengembalikan kestabilan Benua Yuán Tiān dan mengakhiri Era Sekte yang mengerikan ini. Sebelum Benua benar-benar runtuh, kau harus menemukannya dan membangunkannya."Ràng Yǔ, yang biasanya usil, kini mendadak serius. Wajahnya keras, memahami betapa seriusnya takdir yang ia pikul. Ràng Yǔ (suaranya dalam dan penuh tekad): "Ibu. Aku akan menemukannya. Guru, di mana dia?"

Tangannya memegang ponsel. Ia mentransfer uang dan mengirim pesan kepada Aidan. 20 Juta. Ia lagi-lagi tersenyum menatap ponselnya.Tak lama, Aidan terbangun, kali ini ia benar-benar sadar. Kepalanya terasa sangat pusing. Ia memutar kepala, mencari-cari Elara.Ia melihat botol air putih, segera menenggaknya sampai habis.​Argh! Gila!​Wajahnya memerah hingga ke telinga. Ia tak percaya dengan hal gila yang barusan ia lakukan tanpa kemauan dari Elara.Elara bahkan sudah pergi meninggalkannya.​ Ia duduk di sofa, bayangan kebuasannya tadi terukir jelas di otaknya.Ciuman, sentuhan... semuanya liar. Ia terus menghela napas panjang, bau alkohol harus segera dibersihkan, jangan sampai Mamanya tahu.

Natasha Viona, seorang gadis yang dicintai hebat oleh pemuda bernama Briyan David Ardian.Dalam perjuangannya menjalankan misi untuk mendapatkan cinta Asha kembali, Iyan berusaha sangat keras.Cinta yang dulu bersemi itu harus berlayar kembali, hatinya masih menaruh harap meski sudah setahun berlalu. Setelah Asha memutuskan untuk berpisah tanpa sebab, Iyan masih setia menunggunya.

Ia kembali ke lorong sepi yang jarang dilewati, tempat ia dan Devan berbagi ciuman intens beberapa hari lalu—lorong antara Lab Kimia dan Gudang Olahraga. Aira bersandar di dinding dingin yang dulu menjadi sandaran Devan. Ia mencengkeram benang janji hitam di pergelangan tangannya. "Pembohong," bisik Aira, air matanya mulai menetes. "Kamu bilang ini adalah janji. Kamu bilang aku aman di bawah yurisdiksimu." Aira kemudian menangis tersedu-sedu. Tangisannya pelan, teredam, dan putus asa. Ia tidak menjerit histeris seperti saat listrik padam.