bc

REUNI SMA

book_age16+
1.5K
FOLLOW
10.5K
READ
love after marriage
arrogant
goodgirl
CEO
drama
bxg
city
office/work place
office lady
like
intro-logo
Blurb

Damar merupakan seorang CEO PT. Wira Karya Mandiri, sementara Tasya adalah karyawan yang bekerja di perusahaan Damar. Mereka berdua berpura-pura menjadi sepasang kekasih di acara Reuni SMA.

Walaupun acara tersebut telah berakhir, mereka tetap berpura-pura pacaran untuk mengelabui mantan pacar Tasya yang menjalin kerja sama dengan perusahaan Damar. Tasya juga terpaksa berpura-pura sebagai pacar Damar ketika orang tua Damar mengajak mereka makan malam bersama.

Tasya sangat terkejut ketika orang tua Damar meminta mereka segera menikah. Damar menyanggupi permintaan orang tuanya, sementara Tasya menyetujui pernikahan itu setelah Damar berjanji akan membiayai pengobatan sang Ayah.

Bagaimanakah kehidupan pernikahan Damar dan Tasya? Akankah mereka sanggup mempertahankan pernikahan yang tidak dilandasi rasa cinta?

Cover by Riandra_27

chap-preview
Free preview
BAB 1
Tasya Meilani Putri. Seorang wanita muda blasteran Indonesia-Jerman berperawakan tinggi, berkulit putih, memiliki wajah yang cantik dengan rambut hitam sepanjang punggung sedang duduk di kafe seorang diri sambil menyeruput secangkir kopi latte yang masih mengeluarkan uap panas. Dia meletakkan cangkir kopi yang tersisa separuh, lalu memandang jam yang melingkar di tangan kirinya. Tasya berdecak kesal saat melihat jarum kecil di jam tangannya berada di angka tujuh. “Amel ke mana, sih? Dia yang meminta gue datang jam setengah tujuh dan jangan sampai terlambat, tapi dia sendiri yang datang terlambat,” keluh Tasya, kesal. Tadi sore Tasya menerima telepon dari sang sahabat yang bernama Amel. Dia mengajak Tasya ke kafe tempat mereka biasa bertemu. Amel mengatakan ada hal penting yang ingin dibicarakan dan meminta Tasya agar tidak datang terlambat. Awalnya Tasya menolak karena dia merasa lelah dan ingin langsung pulang ke rumah setelah selesai bekerja. Namun, Amel terus memaksa hingga akhirnya Tasya mengalah. Tasya keluar kantor jam setengah enam. Dia mengendarai mobil menuju kafe tempat pertemuannya dan Amel yang terletak cukup jauh dari tempat ia bekerja. Tasya tiba di kafe tepat jam setengah tujuh. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe yang lumayan ramai pada sore menjelang malam ini, tapi tidak ada Amel di antara para pengunjung kafe. Tasya memutuskan duduk di kursi dekat jendela, lalu memesan secangkir kopi latte sambil menunggu kehadiran sang sahabat. Namun, sudah setengah jam berlalu Amel belum juga menunjukkan batang hidungnya. "Sorry, gue terlambat, Sya," ucap seorang wanita dari arah belakang Tasya. Tasya menoleh. Akhirnya sang sahabat yang sejak tadi ia tunggu datang juga. Amel yang masih mengenakan pakaian kerja sama seperti dirinya segera mendudukkan diri di kursi kosong yang ada di hadapan Tasya. "Ke mana aja sih, Mel? Lo yang minta gue datang tepat waktu, tapi lo sendiri ngaret begini," ucap Tasya dengan raut wajah kesal. "Iya, sorry, Sya. Tadi si bos ngasih kerjaan tambahan sebelum pulang. Jalanan juga macet banget," kata Amel, memberi tahu alasan keterlambatannya. Tasya berdecak. "Lain kali kabari gue kalau lo datang terlambat. Jadi, gue nggak nunggu lo sendirian di sini kayak orang hilang," ujarnya mengingatkan. "Iya. Iya. Lain kali nggak akan terulang lagi. Gue janji," kata Amel, mengangkat jari telunjuk dan jari tengah di hadapan Tasya. "Gue nggak butuh janji lo," timpal Tasya, masih kesal dengan sikap Amel. "Udah ah ... sekarang beri tahu gue kenapa lo ngajak ketemuan di sini? Katanya ada hal penting yang mau lo bicarakan sama gue, Mel," lanjutnya menatap sang sahabat. "Sabar, Sya, gue baru sampai. Gue pesan minum dulu," kata Amel, mengangkat tangan untuk memanggil pelayan kafe. Tasya cemberut. Dia sudah ingin pulang ke rumah, tapi Amel malah menunda pembicaraan mereka. Seorang pelayan kafe berjalan menghampiri meja tempat Tasya dan Amel berada. Amel segera memesan minuman dan makanan yang ia inginkan kepada sang pelayan. "Lo nggak mau memesan makanan untuk makan malam, Sya?" tanya Amel, memandang Tasya. "Gue maunya pulang, Mel," jawab Tasya. Amel berdecak. "Pesanannya samakan untuk teman saya, Mba," kata Amel kepada sang pelayan kafe. "Baik, Mba. Mohon ditunggu," ucap sang pelayan kafe setelah mencatat pesanan Amel. Amel mengangguk. Dia membiarkan pelayan kafe meninggalkan mejanya dan Tasya untuk membuat makanan pesanannya. "Tumben banget lo ingin pulang, Sya? Biasanya lo betah kalau gue ajak nongkrong di sini," kata Amel, menatap sang sahabat dengan sorot mata heran. "Gue capek, Mel, dari kemarin lembur terus. Ayah juga lagi sakit, gue nggak bisa meninggalkannya terlalu lama," kata Tasya, menjelaskan alasannya tidak ingin berlama-lama di kafe ini. "Om Hendra sakit, Sya? Penyakitnya kambuh lagi?" tanya Amel, terkejut. "Iya. Minggu lalu sempat di rawat di rumah sakit, Mel," cerita Tasya. "Kenapa lo nggak bilang sama gue, Sya?" tanya Amel dengan tatapan menuntut. "Buat apa gue bilang sama elo, Mel? Lo cuma bikin gue tambah panik aja," timpal Tasya. Amel berdecak, kesal. "Setidaknya gue bisa menemani elo di rumah sakit, Sya." "Gue nggak mau merepotkan elo, Mel. Gue tahu lo juga lagi sibuk banget akhir-akhir ini," ujar Tasya, memandang sang sahabat. Amel menghela napas panjang. "Lain kali beri tahu gue kalau lo ada apa-apa. Sesibuk-sibuknya gue akan tetap menyempatkan waktu buat elo." "Thanks, Mel," sahut Tasya, tersenyum tulus. Makanan pesanan Amel dan Tasya akhirnya tiba. Mereka berdua segera menyantap makanan masing-masing dalam diam. Suasana kafe semakin malam semakin ramai. Banyak pengunjung yang memilih menghabiskan waktu malam mereka dengan berkumpul bersama teman-temannya di tempat ini. Apalagi jika malam minggu tiba, kafe ini akan penuh dengan pengunjung hingga tengah malam nanti. Tasya dan Amel juga sering menghabiskan malam di sini. Selain tempatnya yang nyaman, rasa makanan di kafe ini cukup enak dengan harga yang terjangkau. "Jadi, lo mau bicara apa sama gue, Mel?" tanya Tasya, kembali membuka percakapan. Dia telah menghabiskan makanan di piringnya, begitu juga dengan Amel. Amel tidak menjawab. Dia justru membuka tas kerja yang diletakkan di ujung meja, lalu membukanya. Tasya mengamati perbuatan Amel. Dia melihat sang sahabat mengeluarkan sebuah benda dari dalam tas. "Ini." Amel menyerahkan benda itu kepada Tasya yang ternyata merupakan sebuah undangan. "Undangan apa ini, Mel? Lo mau nikah?" tebak Tasya, menerima undangan di tangan Amel. "Sembarangan lo!" timpal Amel, melempar tisu ke arah Tasya. "Dibaca dulu undangannya," perintahnya kemudian. "Iya. Iya," sahut Tasya, menuruti perintah sang sahabat. Tasya membuka undangan yang dibungkus amplop kecil menyerupai surat. Pada bagian depan undangan hanya tertulisan Invitation dan terdapat nama Tasya pada bagian bawah. Tasya segera membuka undangan itu, lalu membaca isinya. "Reuni SMA?" ucap Tasya setelah beberapa detik terdiam membaca isi undangan dari Amel. "Sekolah kita akan mengadakan acara reuni?" tanyanya memandang Amel. "Iya, Sya. Seperti yang lo baca, acara reuni SMA Pelita Buana akan diadakan minggu depan," terang Amel. "Lo harus datang karena acara kali ini akan dihadiri beberapa angkatan di atas kita juga." Tasya berdecak. "Lo tahu gue nggak mau datang ke acara-acara reuni seperti ini, Mel. Entah hanya angkatan kita atau beberapa angkatan di atas kita juga," ucap Tasya, menolak. "Apa salahnya sih datang ke acara Reuni SMA, Sya? Lo masih sakit hati dengan Galang dan Fani?" tanya Amel, menyebut dua nama orang yang paling dihindari Tasya. Tasya terdiam. Ingatannya langsung tertuju pada dua orang yang pernah begitu dekat dengannya. Galang merupakan pacar Tasya saat SMA, sementara Fani adalah sahabatnya dan Amel. Hubungan mereka retak setelah Tasya mengetahui pengkhianatan yang dilakukan Galang dan Fani. Mereka berdua berpacaran di belakang Tasya, padahal saat itu Galang masih menjalin hubungan dengannya. Tasya yang sakit hati akhirnya memutuskan hubungan dengan Galang dan menjauhi mereka berdua. Selama sepuluh tahun semenjak Tasya lulus dari SMA Pelita Buana, dia tidak pernah bertemu lagi dengan Galang dan Fani. Dia benar-benar memutus komunikasi dengan Galang dan Fani. Tasya sudah memaafkan perbuatan mereka berdua, tapi dia belum bisa melupakan pengkhianatan mereka. Setiap tahun selalu diadakan acara Reuni SMA Pelita Buana. Namun, Tasya tidak pernah menghadiri acara tersebut karena tidak mau bertemu dengan Galang dan Fani yang hingga saat ini masih berpacaran. Sebut saja Tasya pengecut karena tidak mau bertemu dengan kedua orang itu. Dia melakukannya karena tidak ingin pertemuan mereka membuka luka lama di hatinya. "Gue nggak mau tahu, pokoknya kali ini lo harus datang ke acara Reuni SMA, Sya. Lo harus tunjukkin sama Galang dan Fani kalau lo itu udah move on," paksa Amel. "Gue nggak perlu menunjukkan hal itu sama mereka, Mel," tolak Tasya. "Lo harus menunjukkannya, Sya. Asal lo tahu, setiap tahun lo selalu jadi topik pembicaraan di acara Reuni SMA. Tak hanya Galang dan Fani, tapi teman-teman seangkatan kita menyimpulkan ketidakhadiran elo di acara itu karena belum move on dari Galang," cerita Amel. "Kalau tahun ini lo nggak datang juga, lo akan di cap sebagai orang yang gagal move on sama mereka semua, Sya," lanjutnya memasang wajah serius. Tasya berdecak, kesal. "Atas dasar apa mereka menyimpulkan seperti itu?" tanyanya tak terima. "Atas dasar lo nggak pernah datang ke acara Reuni SMA sejak kita lulus sekolah, Sya," timpal Amel. "Lo tahu, kan, pengkhianatan yang dilakukan Galang dan Fani dulu menjadi buah bibir di seluruh penjuru sekolah? Semua orang tahu bagaimana sakit hatinya elo karena pengkhianatan mereka. Jadi, mereka menyimpulkan kalau lo belum move on dari Galang hingga saat ini." "Ketidakhadiran gue di acara Reuni SMA bukan karena hal itu, Mel. Gue udah lama move on dari Galang," sanggah Tasya. "Ya udah .... Kalau lo udah move on dari Galang, lo tunjukkan sama mereka berdua dan orang-orang yang selalu membicarakan elo dengan datang ke acara Reuni SMA, Sya," timpal Amel. "Kalau perlu lo bawa pasangan ke acara itu," lanjutnya menambahkan. "Lo tahu saat ini gue nggak punya pasangan, Mel," ujar Tasya, cemberut. "Ya lo tinggal cari pasangan yang bisa dibawa ke acara Reuni SMA, Sya," ujar Amel, menyarankan. "Lo pikir cari pasangan semudah cari makanan di jalan, Mel?" sahut Tasya, kesal. Amel terkekeh. "Gue yakin hal itu sangat mudah buat elo, Sya. Lo itu cantik, pasti banyak laki-laki di luar sana yang mau jadi pasangan elo," timpal Amel. "Ah sudahlah .... Kalau memang semudah itu, gue sudah mempunyai pacar sejak dulu, Mel." "Lo itu terlalu pemilih, Sya, makanya lo belum punya pacar sampai sekarang," ujar Amel. "Jangan khawatir! Lo pasti bisa mendapatkan pasangan untuk dibawa ke acara Reuni SMA, Sya. Masih ada waktu satu minggu lagi sebelum acara itu dilaksanakan," lanjutnya menenangkan. "Iya. Iya ... terserah lo aja, Mel," sahut Tasya, pasrah. "Tenang saja, Sya. Gue akan membantu mencarikan pasangan buat elo asal lo mau datang ke acara Reuni SMA," ucap Amel, berjanji. Tasya menatap Amel, ragu. Namun, akhirnya dia berkata, "Iya. Baiklah. Gue akan datang ke acara Reuni SMA itu." Amel tersenyum puas mendengar keputusan Tasya. oOo

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook