bc

Jodohku Pilihanku

book_age18+
2.6K
FOLLOW
18.3K
READ
sex
love after marriage
arranged marriage
playboy
goodgirl
sensitive
drama
first love
virgin
teacher
like
intro-logo
Blurb

Salamah menerima lamaran Ahmad, laki-laki yang tidak dikenalnya. Di hari pertama pernikahannya, Ahmad membawa dia menemui mantan kekasih suaminya yang bernama Ayu di rumah sakit.

Langit serasa runtuh, ketika dengan jelas Salamah melihat dan mendengar Ayu meminta Ahmad untuk menikahinya.

Akan bertahan atau kandas pernikahan Salamah, ketika Ayu selalu membayangi kehidupan rumah tangganya.

chap-preview
Free preview
1. Ternyata Kamu
Salamah, gadis ayu keturunan Sunda Jawa, ini adalah tahun terakhirnya tinggal di pondok pesantren, setelah lima tahun belajar mengaji Al-qur’an serta kitab kuning. Di usianya yang menginjak dua puluh tahun, dia belum sekali pun mengenal apa itu pacaran, hingga hari ini abahnya datang memberi kabar yang membuatnya bingung harus bagaimana menanggapi hal itu. “Jadi besok, Mas Ahmad ke rumah, Abah sama Amih mah terserah teteh saja,” ujar Mulyana. Besok lelaki bernama Ahmad akan meminang Salamah. Jangankan kenal, sekedar tahu pun tidak. Menurut Mulyana, Abahnya, kedua orang tua Ahmad yang meminta Salamah untuk menjadi menantu mereka. Mulyana, Sang Abah tak kuasa menolak, karena selama ini setiap kali usahanya kekurangan modal keluarga Ahmad pasti membantu, maka tidak ada alasan untuk menolak keinginan mereka. Apalagi setahu Mulyana dan Husna, sang istri, Ahmad pemuda yang baik dan soleh. “Teteh pamit ke dalam dulu ya, Bah,” pamit Salamah dan beranjak melangkahkan kakinya menuju bilik santriwati. Setelah berpamitan dengan Bu Nyai dan Abah Yai, dengan dibonceng sepeda motor Mulyana, Salamah pun kembali ke rumahnya. Banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya, siapa itu Ahmad? Mengapa tiba-tiba, dia datang melamarnya? dan pertanyaan lain yang sulit ia lontarkan. “Bah memangnya, Mas Ahmad kenal sama Uing?” tanya Salamah. Dia memberanikan diri membuka percakapan sambil menikmati perjalanan sore bersama Abahnya, (Red; uing=saya/aku menggunakan bahasa Sunda kasar). “Katanya sering ketemu, Teteh,” jawab Mulyana. Mulyana tetap fokus menyetir motor meskipun sesekali dia melirik putri sulungnya dari kaca spion motor.. “Dimana, Bah?” selidik Salamah penasaran. “Dia kan guru di MA...” Mulyana menyebutkan sekolah tempat Ahmad mengajar. “Oh iya sih, Bah pernah diajak bunda Mega kesitu, tapi rasanya tidak ada teman bunda yang namanya Ahmad,” jawab Salamah sambil mengingat-ingat pernahkah dia bertemu Ahmad. ___I.S___ Tibalah hari dimana keluarga Ahmad datang, Salamah terlihat sangat cantik dengan make up tipis yang terlihat sangat natural, bunyi HP membuyarkan lamunannya "Assalamualaikum Teh." Seseorang diseberang terdengar mengucapkan salam. "Waalaikumsalam, Bun." Mega yang menelponnya, salah satu guru pengajar di sekolah formal yang satu yayasan dengan pondok tempatnya menimba ilmu. Mega sudah layaknya ibu angkat bagi Salamah. "Teteh ko pulang gak kasih tau sih?" "Dadakan Bun, kemarin abah jemput bada ashar." "Loh ko dadakan sih, Amih sakit?atau kenapa?" "Alhamdulillah semua sehat, Bun. Nanti salamah cerita ya, Bun. Insya Allah lusa juga balik ke pondok lagi." Setelah menutup panggilan dengan diakhiri salam, Salamah kembali mematut dirinya didepan cermin. "Bener ya kata Bunda, kalo dandan mah pasti cantik," gumamnya, sembari melangkah ke pintu kamar yang tadi terdengar diketuk. Amih muncul dengan seulas senyum ketika Salamah membuka daun pintu. "Teh, geulisnya anak Amih, yuk keluar," ajak Husna. Dengan jantung berdegup kencang dan terus menunduk Salamah melangkahkan kakinya menuju ruang tamu, tempat kedua keluarga berkumpul. Rasanya jangankan mengangkat wajah, sekedar melirik kesamping pun dia tak sanggup. "Assalamualaikum Salamah, saya George Ahmad Firmansyah." Suara Ahmad terdengar sangat santun dan lembut ketika memperkenalkan diri. Tak dapat dipungkiri, meski bukan hal pertama menatap wajah ayu Salamah, hati Ahmad selalu merasakan desiran hangat. "Waalikumsalam, Mas Ahmad." Salamah menjawab salam sambil mengangkat wajahnya menatap Ahmad, namun sepersekian detik kemudian dia kembali menunduk. Deg...... "Kamu kan...," cetus Salamah ragu. "Iya, Saya Firman, siswanya Bu Mega ketika beliau masih mengajar di...." Ahmad menyebutkan nama sekolahnya dulu sambil tersenyum menjawab keraguan Salamah. "Wah ini loh, Pak Mul, anak saya ini langsung jatuh cinta pada pandangan pertama kayaknya sama, Nak Salamah," ujar pak Restu ayah Ahmad. "Ayah jangan buka kartu anaknya dong," protes Meri, ibunya Ahmad. "Ya wong sejak kenal Salamah, Dia sering mesem-mesem dewekan kaya wong edan loh, Pak, Bu." (Ya, Sejak ketemu salamah dia sering senyum-senyum sendiri kaya orang gila). Serempak semua tertawa menanggapi kalimat Pak Restu, sedangkan Ahmad tersenyum malu pada keluarga Salamah sambil melirik si gadis yang masih tertunduk. Setelah acara ramah tamah, penyematan cincin tunangan dan doa bersama, mereka pun larut dalam obrolan santai sambil menikmati sajian yang ada, sementara Ahmad duduk di sebelah Salamah yang terhalangi meja bundar di depan rumah. “Mmmm…," gumam Salamah lirih. "Apa?" tanya Ahmad sambil memandang gadis disebelahnya "Mas ngelihatnya jangan senyum-senyum gitu sih, Uing kan bukan badut," protes Salamah. Dia menghentakkan kaki dan membuang pandangannya menatap jalan didepan rumah. Bibirnya mengerucut, membuat Ahmad tersenyum melihat tingkahnya. "Rugi tau ada gadis cantik gak dipandang," goda Ahmad. Semburat rona merah di pipi Salamah terlihat menggemaskan dimata Ahmad. "Aku monster? sampai kamu gak mau lihat aku? Atau aku jeleknya kebangetan ya?" lanjut Ahmad sengaja menggoda Salamah. "Bukan gitu, Mas. Uing teh malu lagian, Mas Firman kok bisa-bisa nya sih datang langsung lamar uing ka abah, gak ngomong ke uing dulu," rajuk Salamah. Kalimat yang dia keluarkan terdengar seperti rajukan manja ditelinga Ahmad. Membuatnya semakin tak sabar menjadikan gadis di sampingnya sebagai kekasih halal. "Karena apa ya?" pikir Amad dengan telunjuk yang diketuk-ketukan pada dahi. "Ya karena apa Mas?" ulang Salamah. "Karena kamu..." cicit Ahmad berbisik lirih. "Karena kamu terlihat seperti bidadari di mataku," lanjut Ahmad membuat Salamah spontan berdiri dan menatapnya heran. "Loh?” Ahmad menghentikan kalimatnya. “Ko marah sih De? Eh gak apakan manggilnya, De?" sambungnya. "Gombal banget, Mas, Uing mau masuk dulu." Baru selangkah tangan Salamah digapai Ahmad, "Eh maaf.” Ahmad langsung melepaskan lagi tangannya. “Iya, De belum muhrim tapi kapan lagi kita bisa ngobrol buat kelanjutan...." "Gak ada yang perlu di obrolin, Mas, Uing mah nurut apa kata abah sama amih saja," potong Salamah. "Duduk dulu De," perintah Ahmad dengan lembut. Itu membuat Salamah kembali duduk ditempatnya. "Kamu terpaksa nerima lamaranku?" tanya Ahmad lirih. Dia menatap calon istrinya, berusaha mendalami raut wajah dan ekspresi Salamah. Namun, yang ada dia malah tersenyum melihat Salamah yang cemberut dan terlihat begitu menggemaskan. "Bukan gitu, Mas ini terlalu mendadak." "Loh, kan enak seperti tahu bulat yang di goreng dadakan, HALAL," canda Ahmad sambil menirukan slogan pedagang tahu bulat. "Gak lucu, Mas." Salamah kembali menghentakkan kaki dengan wajah cemberut. "Terus mas harus bagaimana, De?" "Ya terserah, Mas ngelamar tiba-tiba padahal tahu aku belum selesai ngaji. Mas minta kita nikah setelah acara khotmil Qur'anku, itu juga tanpa diskusi dulu kan? Jadi sekarang terserah, Mas mau nya apa? Di sini, Mas yang pegang kendali semua acara ini, Aku mah cuma bisa nerima aja. Aku..." "Tarik nafas dulu, De," potong Ahmad dan memberi isyarat stop dengan telapak tangan kanannya. Salamah menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya, Dia juga seolah lupa memanggil dirinya dengan aku bukan lagi Uing.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook