All He Wants

Delfano Adirajada Satu nama itu terpampang di layar ponselku bersama dengan foto seorang pria yang kuyakini merupakan pemilik nama tersebut. Tak lupa pula sedikit dari biodata pria itu juga dikirimkan kepadaku. Seperti alamat rumahnya, pekerjaan sampai statusnya yang kini melajang. Aku berdecak membaca itu semua. Sekali lagi aku berhasil diremehkan oleh sang pengirim pesan tersebut. Padahal, sudah kukatakan dia hanya perlu mengirimkanku foto pria itu saja. Selanjutnya biar aku yang ambil kendali karena aku pun bisa mencari tahu tentang sosok pria itu dengan caraku sendiri. Brisa, gadis itu yang mengirimkan foto beserta biodata singkat pria itu kepadaku. Biar kuberi tahu, salah besar jika kalian menganggap Brisa adalah teman atau bahkan sahabatku. Dia adalah musuh bebuyutanku sejak SMP. Aku, Auryn Aleshandria, sudah mengibarkan bendera permusuhan pada Brisa sejak dulu. Dan sejak saat itu pula takdir seolah-olah berada di lingkaran yang sama, mempersempit ruang gerakku karena bertahun-tahun lamanya aku selalu berpijak di tempat yang sama dengan Brisa. "Kali ini, kamu yang bakal kalah dari aku, Sa," gumamku, tersenyum pada diriku sendiri. Kemudian kakiku serta-merta melangkah menghampiri pria itu yang hanya berada dua meja dari mejaku, terlihat sedang menikmati kopinya. Delfano Adirajada, pria itu yang akan menjadi targetku sekarang. Sasaran atas taruhan konyolku dengan Brisa. Taruhan yang jika kumenangkan akan membuat posisiku berada jauh di atas Brisa. Aku harus menang. Itulah kalimat penyemangat yang akan kurapalkan mulai sekarang. Karena untuk yang satu ini, aku tak akan menyerah begitu saja. Sudah cukup banyak aku menelan kekalahan tiap kali bertanding dengan Brisa dalam hal apa pun. Berulang kali kami membuat taruhan, dan aku baru memenangkannya sekali hingga membuat Brisa kian angkuh. Deheman dariku akan mengawali kisahku bersama Fano, pria yang akan kurebut hatinya bagaimanapun caranya. Fano mendongak, memandangku yang tengah berdiri di sisi mejanya dengan bingung. "Maaf?" Bibirku kupaksa membentuk senyum terbaik yang kupunya, berharap Fano akan terpikat. "Tidak ada. Aku hanya ingin berkenalan denganmu saja." Ekspresi Fano kian menunjukkan kebingungan. Aku maklum. Bila aku yang menjadi dirinya, aku pasti akan bersikap sama saat seorang wanita yang tidak kau kenal tiba-tiba saja mengatakan secara gamblang ingin berkenalan denganmu. "Boleh aku duduk?" tanyaku setelah dia diam cukup lama, hanya meneliti sosokku yang asing di matanya. Kepalanya mengangguk perlahan meski sorotnya masih bertanya-tanya akan diriku yang tidak dikenalnya. Aku tersenyum atas ketersediaannya memberiku tempat duduk yang ada di hadapannya. Ini awal yang baik. Dan mulai detik ini, aku akan berusaha sekuat mungkin untuk menarik perhatiannya hingga aku berhasil memenangkan taruhan ini. Delfano Adirajada, welcome to my life.