bc

Swift

book_age16+
781
FOLLOW
2.7K
READ
alpha
possessive
reincarnation/transmigration
sadistic
badgirl
king
drama
vampire
mythology
pack
like
intro-logo
Blurb

Swift adalah seorang bad girl yang hidup bebas tanpa peduli pandangan orang lain padanya. Tapi kebebasan itu perlahan terenggut semenjak kedatangan murid baru -Albert- yang membawanya secara paksa ke tempat tinggal pria itu, yaitunya di dunia immortal! Lantas, bagaimanakah kehidupan Swift di sana?

chap-preview
Free preview
Part 1. Kristina Denova Swift
Cahaya matahari pagi mengintip malu-malu dari jendela kamar seorang gadis cantik yang masih berada di alam mimpinya. Wajah cantik alaminya tidak terlihat terusik sama sekali. Matanya yang dihiasi bulu mata lentik tetap terpejam damai. Bibir sexynya sedikit terbuka hingga menambah kesan imut pada dirinya. Bunyi deringan ponsel yang berjudul Sweet But Psycho bergema di dalam kamar nan sunyi itu. Deringan tersebut berhasil membuat gadis cantik yang sedang berkelana di alam mimpi tersentak kaget, dengan wajah linglung dan masih setengah sadar, meraih ponsel mahalnya dan langsung mendekatkan ke telinga setelah mengangkat telepon. "Halo, siapa ini?" tanyanya serak seraya menguap dan mengucek mata. "KRISTINA DENOVA SWIFT!! INI AKU LAUDIA!! KAU TIDAK SAVE NOMORKU HAH SAMPAI BERTANYA INI SIAPA?!" Teriakan di sebrang sana membuat gadis cantik bernama Kristina Denova Swift itu membuka mata lebar-lebar seraya menjauhkan ponsel dari telinga. Gadis cantik itu lebih akrab di sapa Swift. Dan orang yang menelponnya itu adalah sahabat satu-satunya, Laudia. Si gadis cantik yang mirip orang Korea atau lebih tepatnya mirip Tzuyu anggota girlband Twice. Kalian pasti tahu gadis itu, bukan? Tanpa merasa bersalah, Swift mematikan sambungan telepon sahabatnya dan menghidupkan mode pesawat. Melirik jam di layar ponselnya. "Oh, baru jam 7 kurang sembilan menit." Gumamnya begitu santai sembari menurunkan kaki kecilnya ke lantai. Padahal dia sendiri masuk sekolah jam 07.00. Ah, dia ini memang sesantai itu karena dia bukan tipe murid yang patuh dan taat akan aturan. Singkatnya bad girl. Semua penghuni sekolah pasti mengenalinya, mulai dari satpam, siswa, guru, ibu kantin, bahkan hantu sekali pun juga mungkin mengenalnya. Bagaimana mereka tidak mengenal Swift jika setiap hari mereka menjadi korban kejahilan dan kenakalan gadis cantik itu. Ada-ada saja tingkah gadis itu tiap harinya. Mulai dari menjahili para cewek dengan membunyikan suara kuntilanak tertawa di dalam kamar mandi hingga menciptakan pingsan masal, menjahili guru yang masuk ke dalam kelas sampai guru tersebut kapok mengajar dan berakhir mengundurkan diri, memberikan harapan palsu ke para cowok hingga menciptakan patah hati nasional, tawuran dengan sekolah sebelah hingga diberdirikan di tengah lapang, mengecoh satpam yang berjaga, dan masih banyak kenakalannya. Tiada hari tanpa memasuki ruang bk. Mungkin hanya hari minggu dia tidak memasuki ruangan favoritnya tersebut. Guru bk pun sudah sangat-sangat mengenal gadis satu itu. Dan kalian tahu apa yang terjadi di sana? Tiap kali di ceramahi, maka Swift tanpa merasa bersalah memakan cemilannya dan terus menonton tanpa menanggapi. Kala surat panggilan untuk orangtua diterimanya, maka para pembantunya lah yang akan menjadi wali karena kedua orangtuanya sangat sibuk. Daddynya bekerja sebagai seorang CEO di sebuah perusahaan yang berpengaruh di NY, mommy Swift berprofesi sebagai psikater di sebuah rumah sakit terkenal, kakak laki-lakinya bekerja sebagai arsitek di London, dan kakak perempuannya berprofesi sebagai designer. Bukan kah kalian berpikir dia sangat beruntung bisa memiliki anggota keluarga yang sukses semua? Pasti kalian berpikir seperti itu, bukan? Tapi, yang dirasakan Swift tidak seperti itu. Gadis cantik itu selalu merasa sendirian dan kesepian di dalam rumah besarnya. Semua anggota keluarganya sibuk di luar tanpa memedulikan dirinya. Swift sendiri sudah menginjakkan kaki di kelas 12 high school di umurnya yang enam belas tahun. Otaknya yang terlalu encer membuat gadis itu bisa duduk di kelas 12. Meski berpilaku bad, para guru tidak pernah meragukan kecerdasan otak Swift. Di sekolah, Swift hanya memiliki satu orang sahabat, yaitu orang yang menelponnya tadi. Laudia Alfrech. Gadis yang setahun lebih tua dari Swift dan sama nakalnya dengan dirinya. Gadis cantik penggemar coklat dan memiliki phobia gelap. Sementara Swift phobia dengan ajing karena dulu memiliki pengalaman yang buruk dengan makhluk satu itu. Hanya Laudia lah yang mengerti dirinya selama ini. Baginya gadis itu adalah sahabat sekaligus kakaknya. Meski Laudia sering menggoda dan membuatnya kesal karena diejek akibat memiliki tubuh mungil. Dia sangat menyayangi Laudia. "Aku bawakan coklat saja deh biar dia gak ngomelin aku." kekeh Swift setelah menyisir rambut pirangnya. Melangkah cepat ke meja belajar, membuka laci, dan mengambil tiga batang coklat yang selalu disiapkannya di sana untuk Laudia. Jaga-jaga saja sih sebenarnya. Memasukkan coklat batangnya ke dalam tas, menyemprotkan parfum beraroma mawar ke tubuhnya, dan keluar dari dalam kamar dengan penuh semangat. Membalas sapaan pembantu yang menyapanya dengan begitu ceria sampai orang-orang tidak akan pernah mengira gadis itu memiliki masalah sedikit pun. Lamborghini merah miliknya sudah terpakir di halaman rumah hingga dengan mudah ia langsung masuk ke dalam sana dan tancap gas ke sekolah tercinta. Abraham High School. AHS adalah sekolah terelit di New York. Di sana hanya berisi anak-anak orang kaya dan orang-orang pintar. Masuk ke sana pun sangat ketat dan susah. Bangunan AHS begitu megah, fasilitasnya pun lengkap hingga para murid akan merasa nyaman. Setiap kelas dilengkapi dengan AC dan wifi. Guru-guru yang mengajar pun ramah dan baik meski ada di antaranya yang galak. Ekskul di sekolah juga berbagai macam dan tentunya menarik. Banyak sekali yang menginginkan masuk ke sekolah itu, hanya saja hanya orang terpilih lah yang bisa masuk ke sana. Tapi kadang, orang terpilih tersebut tidak memanfaatkan kesempatan dengan baik seperti halnya Swift. Selama 2 tahun lebih di sana, ia hanya berbuat onar dan membuat para guru pusing seratus keliling. Tidak dikeluarkan karena orang tua Swift memberikan uang atau lebih tepatnya menyuap pihak sekolah. Selama di perjalanan, Swift kebut-kebutan hingga mendapat u*****n gratis dari pengendara lainnya. Gadis itu sama sekali tidak peduli, malah ia menyanyi dengan suara yang keras. Untung suaranya merdu hingga tidak mendapat lemparan sampah. Hanya butuh beberapa menit, Swift sampai di sekolah. Bertepatan dengan gerbang yang hampir di tutup. Memarkirkan lamborghini merahnya dengan sembarangan. Sebelum keluar ia kembali menyemprotkan parfum mawar kesukaannya ke area leher dan pergelangan tangan. Bercermin dan memperbaiki tatanan rambutnya. Baginya penampilan adalah hal nomor satu. Dengan menjadi cantik dan menawan, semua cowok akan bertekuk lutut. Setelah dirasa perfect, dia keluar dari mobil dan berjalan layaknya model papan atas. Menyisipkan helaian rambutnya yang nakal dengan begitu anggun hingga para cowok yang melihatnya terpesona. Kala tatapan mereka bertemu dengan si cantik, seketika mereka mimisan karena mendapatkan wink dan senyum manis gratis dari idola mereka. Ya, Swift adalah idolanya para cowok di sekolah. Di lorong sekolah yang masih ramai, para siswa menatapnya dengan tatapan memuja. Bagaimana tidak menatap dengan tatapan memuja jika Swift memiliki wajah putih mulus tanpa adanya jerawat, bibir merah yang seksi, bulu mata yang lentik, rambut pirang bergelombang, dan memiliki tubuh yang mungil sehingga menambah kesan imut di dalam dirinya. Kalau saja dia memakai seragam SMP, mungkin saja orang akan percaya. Banyak dari mereka yang mengira Swift boneka hidup saking imutnya. Gadis cantik itu duduk di kursinya yang paling belakang. Menepuk bahu teman sebangkunya yang tak lain Laudia. "Hai, Lau!" Duduk di kursi dan menatap sahabatnya dengan tatapan polos dan berbinar. Berharap sahabatnya tidak ngambek karena sambungan telepon di putuskan secara sepihak. Kalau Swift sudah memasang wajah seperti itu, mana mungkin Laudia akan marah. Dia mudah luluh dengan sesuatu yang imut-imut. "Hai juga, kecil." balasnya sembari terkekeh. "Ih, udah berapa kali sih aku bilang kepadamu. Jangan panggil aku kecil!" rajuk Swift seraya mengembungkan pipinya kesal. Pasti dia akan protes kalau Laudia memanggilnya kecil, tapi yang namanya Laudia tidak akan pernah merubah panggilan kesayangannya untuk Swift. "Udah biasa kali. Dan satu lagi, aku bosan mendengarkan protesanmu terus. Sekalinya kecil, selamanya tetap kecil." Swift berdecak kesal mendengar penuturan sahabatnya. Memang dia sekecil itu apa sampai dipanggil kecil? "Makanya makan yang banyak agar tidak kecil lagi." kikik Laudia hingga Swift mencubit kedua belah pipi gadis itu kesal selama beberapa detik. "Sakit, cil." keluhnya sambil mengelus pipinya yang memerah akibat cubitan tak main-main Swift. "Aduh, maaf ya, sayangku. Aku terlalu kuat ya mencubitnya?" tanya Swift mendramatis sambil mengelus-elus pipi Laudia dengan wajah sok cemasnya. Laudia yang di perlakukan seperti itu langsung menepis tangan Swift dari pipinya, kemudian menatap sahabatnya sebal dan balas mencubit pipi Swift. Tapi lebih kuat. Biar tau rasa! Seisi kelas yang melihat interaksi antara kedua gadis itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala akibat sudah terbiasa melihat tingkah Swift dan Laudia yang kadang sangat menghibur mereka. Terutama untuk para cowok yang menjadi bucinnya Swift dan Laudia. Swift menjauhkan tangan Laudia dari pipinya. "Aduh, pipi aku sakit tahu." keluhnya sambil mengusap-usap pipinya yang terlihat memerah. Bibirnya mengerucut sebal dengan alis yang mengerut. Laudia terkekeh melihat ekspresi Swift yang lucu. "Eh, aku ingin curhat tentang sesuatu deh." celetuknya tiba-tiba. "Apa?" tanya Swift penasaran. "Jadi, tadi malam.... Eh, nanti aja deh waktu istirahat." Laudia nyengir tanpa merasa bersalah sama sekali karena sudah membuat Swift mati penasaran menunggu kelanjutan ucapannya. Swift yang merasa kesal menyentil kening sahabat gesreknya itu. "Jahat! Kau membuatku penasaran saja." kesalnya. Laudia menyengir lagi. "Ya sorry, lagipula ibu guru udah masuk tuh. Nanti aja deh aku ceritanya ke kamu." Swift mengalihkan pandangannya ke depan. Dan benar saja, ibu guru sudah berdiri di depan kelas sambil mengucapkan selamat pagi. "Tumben kalian berdua masuk jam pelajaran saya?" tanya bu guru saat melihat Swift dan Laudia sedang duduk manis di kursi yang paling belakang. "Ya ampun, bu! Kenapa saya salah terus sih? Masuk ditanyain, nggak masuk di marahin. Capek saya diginiin terus, bu." sahut Swift mendramatis. "Saya juga capek diginiin terus, bu. Saya hanya manusia biasa, bu." Laudia ikut-ikutan mendramatis keadaan. Mereka berdua memasang wajah sok tersakiti. "Kantin aja yuk, Lau." ajak Swift seraya berdiri. "Yuk, cil." Laudia ikut berdiri. "Kami pergi dulu ya, bu. Kalau kangen chat aja nanti. Masih nomor yang lama kok, bu." celetuk Swift sebelum pergi meninggalkan kelas. -Tbc-

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook