bc

Always His (Indonesia)

book_age18+
1.8K
FOLLOW
9.4K
READ
alpha
possessive
shifter
mate
boss
luna
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Semuanya berawal setelah kelulusannya dari dunia perkuliahan yang membosankan. Isabelle Collins, yang ingin membuat orang tuanya bangga, tanpa pikir panjang menuruti perintah ayahnya untuk menjadi asisten pribadi seorang atasan perusahaan keamanan yang terkemuka.

Seketika, pertemuan Isabelle dengan atasan yang misterius membuat hidupnya terasa rumit.

Hari-hari tenang yang biasa dimilikinya, mendadak tidak lagi terasa monoton. Bersamaan dengan rahasia demi rahasia yang perlahan terbuka, semakin membuat situasi menjadi pelik.

Bagaimana reaksi Isabelle setelah mengetahui bahwa atasannya adalah seorang werewolf yang telah menunggu mate-nya selama bertahun-tahun? Dan mate-nya tidak lain tidak bukan adalah Isabelle, yang selama ini tidak memiliki waktu untuk memikirkan tentang hubungan romantisme.

Akankah Isabelle menerima takdirnya dan menemukan kebahagiaan yang membuat hidupnya semakin lengkap?

***

Isabelle terkekeh mendengarkan perkataan atasannya. "Kau berkata seolah aku ini bukan asisten pribadimu, melainkan istrimu. Kau tidak sadar ya kalau kata-katamu itu konyol?" kata Isabelle di sela-sela tawanya.

"Apakah kau mau?" tanya atasannya yang tiba-tiba memasang raut penuh harap.

Isabelle sontak menghentikan tawanya, seketika perasaannya berubah waspada. "Maksudmu 'mau' dalam hal apa?"

Laki-laki itu menatap Isabelle dengan lekat, tangannya meraih tangan Isabelle yang berada di pangkuan perempuan itu. "Mau jadi istriku?" jawabnya dengan pertanyaan.

chap-preview
Free preview
CHAPTER 1
"Akhirnya kau lulus juga, Belle!" ucap mereka pada Isabelle Collins yang baru keluar dari gedung tempatnya diwisuda beberapa jam yang lalu. Isabelle tertawa senang menikmati kebebasannya dari segala kerumitan perkuliahan yang selama ini mampu untuk membuatnya merasa tertekan. Sejauh ini dunia pendidikan memang bukan hal yang sangat disukainya. Meskipun begitu, tahap itu masih bisa dilaluinya sampai selesai. Jadi bisa dikatakan bahwa kelulusannya ini benar-benar membuat Isabelle merasa terbebas dari beban berat yang menempati pudaknya. "Ya ampun, ini benar-benar menyenangkan. Mengetahui aku tidak harus bertemu dosen setiap hari dan mengerjakan tugas-tugas mengerikan itu, rasanya seperti surga," ucapnya masih dengan selingan tawa yang belum bisa dipadamkan. Isabelle melanjutkan, "Dan aku sangat berterima kasih karena kalian bersedia datang ke sini. Aku tahu sekali kesibukan kalian dengan pekerjaan-pekerjaan kalian itu." Isabelle mengucapkan rasa terima kasihnya atas kehadiran teman-temannya di hari khusus itu. Salah satu dari kedua temannya yang bernama Lisa memeluk Isabelle dan berkata, "Tentu saja kami akan datang. Ini adalah hari spesial untukmu, Isabelle. Dan kami tidak akan berani melewatkannya, kau tahu itu kan?" tanyanya dengan raut menegur setelah melepaskan pelukannya. Kemudian temannya yang lain, bernama Ashley menimpali, "Kita memang sibuk, tapi bukan berarti tidak bisa meluangkan waktu untuk bersenang-senang denganmu, Belle. Lagipula kerjaan kan bisa ditinggal sekali-kali," ucapnya dengan mengedipkan mata jahil. Memang dari ketiga temannya itu, hanya Ashley yang paling usil dan sering bersenang-senang hanya untuk mengobati kejenuhannya. Entah bagaimana cara ia bertahan di dunia pekerjaan sebagai desainer interior di salah satu perusahaan yang cukup besar, jujur saja Isabelle tidak tahu. "Yah, percayakan padamu untuk bersenang-senang di hari kerja, Ash," canda Isabelle yang dijawab dengan tawa kedua orang temannya itu. "Sudahlah, lebih baik kita merencanakan ke mana kita pergi setelah ini. Kau tidak ada acara dengan orangtuamu kan?" tanya Lisa pada Isabelle. "Sepertinya tidak, lagipula orangtuaku punya kesibukan mereka masing-masing. Sejujurnya aku selalu merasa orangtuaku tidak pernah dekat denganku. Apalagi sejak aku sudah tidak menjadi anak-anak lagi. Aku yakin mereka bahkan tidak terlalu peduli apakah aku baik-baik saja atau tidak," jawab Isabelle dengan kening berkerut, tidak mengerti dengan situasinya sendiri. Sedangkan kedua temannya hanya tersenyum muram. Mereka bertiga memang berteman sejak masa sekolah dulu, tapi setelah ketiganya terpisah saat mulai memasuki universitas, komunikasi pun jarang dilakukan. Bahkan baru satu tahun terakhir ini mereka menyambung pertemanan yang sempat renggang karena jarak yang memisahkan. Dari ketiga perempuan itu, hanya Isabelle yang terlambat lulus, bukan karena kemalasannya, tetapi karena Isabelle harus menjalani masa pemulihan di rumah sakit selama beberapa bulan karena kecelakaan mobil yang membuatnya tidak bisa berjalan sendiri tanpa bantuan. Dan setelahnya, Isabelle harus bekerja keras untuk mengejar materi-materi yang sempat ditinggalnya, ditambah dengan mengingat kembali pelajaran yang pernah ia dapatkan sebelum ia mengalami kecelakaan untuk menajamkan wawasannya kembali. Saat itu ia benar-benar disibukkan dengan perkuliahan yang harus dikejarnya, jadi mungkin mengenai orangtuanya itu hanya perasaan negatifnya saja. Jauh dari rumah kadang-kadang bisa membuat seseorang tidak dekat dengan keluarga kan? "Sudah, sudah, ini kan hari bahagiamu, Belle. Jangan memikirkan hal yang sedih ah. Setahuku kan orangtuamu memang sibuk sejak dulu, jadi kurasa kau akan baik-baik saja tanpa mereka," ucap Ashley mencoba untuk mencairkan suasana yang mendadak canggung. Isabelle mengangguk dan mengenyahkan pikiran jeleknya itu. Pekerjaan ayahnya sebagai pengacara dan ibunya sebagai akuntan tentu saja membuat mereka sibuk. 'Apa sih yang kupikirkan? Seharusnya aku bersyukur karena mereka masih hidup sampai sekarang,' makinya pada diri sendiri. "Ayo kita ke klub malam, guys!" teriak Ashley heboh, yang langsung dijawab dengan erangan oleh kedua temannya. Setelah beberapa perdebatan sengit dan argumen-argumen penolakan akhirnya diputuskan untuk menghabiskan waktu perayaan di klub malam yang cukup eksklusif di wilayah itu. Mungkin lebih tepatnya, Ashley yang memaksa kedua temannya yang enggan bepergian ke tempat yang berkonotasi buruk bagi masyarakat luas. Namun paksaan Ashley rupanya berhasil membuat mereka menyerah dan mengikuti kemauan teman mereka, karena tidak ada tempat lain yang cukup bagus di sekitar tempat itu. "Tapi nanti tidak akan ada acara minum-minum, oke? Kalau kau menolak lebih baik kita batalkan saja rencana hari ini," ancam Isabelle yang hampir dijawab dengan protes oleh Ashley, namun dipotong oleh Lisa yang mengarahkan tatapan tajamnya pada Ashley. "Kalau memang kau bersikeras kita akan pergi ke tempat pilihanmu, sebaiknya kau menurut saja pada kami, Ash. Seseorang harus menahannmu dari perbuatan bodoh yang sering kau lakukan itu. Kuingatkan bahwa ini bukan weekend ya!" cerca Lisa yang membuat Ashley mendengus. "Baik, baiklah. Kali ini aku akan mengalah, oke. Kalau kalian bukan temanku, pasti sekarang aku sudah meluncur ke sana sendirian dan meninggalkan kalian di sini. Huh," jawabnya agak ketus. Mereka berangkat setelah menunggu Isabelle mengganti pakaian formalnya menjadi sesuatu yang lebih sederhana. Dan sebelum teman-temannya berubah pikiran, Ashley langsung saja menyeret mereka dengan kecepatan penuh. Isabelle menggelengkan kepala melihat kelakuan satu temannya itu, namun senyum simpul terbit di bibirnya mengetahui bahwa dirinya masih memiliki teman yang setia di sisinya. Sesampainya di klub itu, Ashley langsung meninggalkan mereka berdua begitu saja untuk mencari mangsa. Lisa hanya mendengus menanggapi itu, kemudian menggandeng tangan Isabelle menuju ke meja bar yang terletak agak tersembunyi di belakang lantai dansa. "Kau mau minum apa, Belle? Bagaimana kalau soda saja?" tanya Lisa dengan sedikit berteriak karena suaranya teredam oleh dentuman musik yang sangat keras. Isabelle mengangkat bahunya, tanpa kata mengatakan bahwa ia tidak keberatan dengan pilihan Lisa. "Dua gelas soda untuk kami berdua," ucap Lisa setelah mendapat persetujuan Isabelle pada bartender yang akan menyiapkan minuman untuk tamu-tamu di sana. Pria muda itu mengernyit mendengar pesanan mereka, namun tanpa pikir panjang membuatkan apa yang diminta oleh dua perempuan cantik di hadapannya. "Ini pesanan kalian, ladies. Yakin tidak mau pesan sesuatu yang lebih menantang?" tanya bartender itu dengan nada sedikit menggoda. Kali ini Isabelle yang menjawab, "Terima kasih, tapi tidak perlu. Kami baik-baik saja dengan ini," jawabnya santai sambil mengangkat gelasnya, yang ditanggapi Lisa dengan anggukan setuju. "Sebaiknya kita mencari tempat duduk yang sepi, Lis. Di sini terlalu banyak orang. Jujur saja aku sudah merasa tercekik," usul Isabelle dengan kernyitan di dahinya. "Yah, baiklah. Kulihat di pojok sana tidak terlalu ramai," kata Lisa dengan telunjuk diarahkan pada meja dengan sofa yang mengelilinginya. Tempat itu cukup terpencil di dalam klub ini dan sangat cocok dipakai oleh orang-orang seperti Isabelle yang tidak menyukai keramaian. "Mungkin kalau besok bukan hari kerja, aku akan mengikuti jejak Ashley sekarang ini," ucap Lisa dengan kekehan pelan. Matanya memandang keramaian di hadapannya, mengamati kehidupan liar di dalam bangunan ekslusif itu. Isabelle memijat pelipisnya yang mulai berdenyut. "Aku masih tidak mengerti mengapa kalian menyukai tempat seperti ini," ucap Isabelle. Lisa tertawa mendengar perkataan Isabelle. "Tentu saja kebebasannya, Belle. Apalagi yang mungkin lebih menyenangkan dari itu? Kita ini sudah dewasa dan masih lajang. Dan saat ini adalah masa-masa yang paling tepat untuk mendapatkan kebebasan, asal kau tahu!" katanya dengan nada geli. "Tapi aku sama sekali tidak merasa bebas di sini," ucap Isabelle agak masam. Lisa hampir membalas perkataan Isabelle kalau bukan karena dering ponselnya yang berbunyi. "Maaf, Belle, aku harus menjawab ini. Sepertinya ini penting." Perempuan itu dengan terburu-buru keluar dari keramaian di dalam sana. Tak berapa lama setelah itu, ada pesan masuk ke ponsel Isabelle dari Lisa. Temannya itu meminta maaf karena harus segera pergi. Pekerjaannya sebagai reporter agak menuntut waktunya di jam-jam yang tidak biasa. Isabelle duduk sendirian di sana ketika ia merasa sedang diamati. Bulu kuduknya yang berdiri membuatnya bergidik. Isabelle merapatkan jaket yang dipakainya, seolah jaket itu bisa melindunginya dari bahaya. Denyutan di kepalanya semakin menjadi. Dan Isabelle menggunakan kedua telapak tangan untuk menopang kepalanya yang terasa berat. 'Bukankah aku hanya meminum soda?' batinnya bingung dengan kesadaran yang mulai berkurang. Pandangannya memburam dan tubuhnya hampir terkulai jatuh jika tidak ada orang yang menopangnya. Hal terakhir yang dirasakannya adalah tangan kokoh yang membopongnya. Setelah itu kesadarannya tersapu bersih tak tersisa.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dependencia

read
186.4K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.1K
bc

The crazy handsome

read
465.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

T E A R S

read
312.7K
bc

A Secret Proposal

read
376.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook