bc

Sebatas Pelampiasan

book_age18+
840
FOLLOW
4.1K
READ
possessive
teacherxstudent
age gap
drama
bxg
campus
engineer
teacher
passionate
like
intro-logo
Blurb

“Apakah benar tidak apa menjadi pengganti seseorang yang tidak dapat anda miliki?”Zizu Vencentio Bronislav, seorang dosen teknik Universitas Marva harus terlibat sebuah pernikahan dengan mahasiswanya sendiri yang bernama Miles Huang. Keduanya memutuskan untuk menikah bukan karena perjodohan juga bukan karena saling cinta atau Zizu yang hamil duluan, akan tetapi demi melampiaskan rasa sakit yang mereka miliki karena cinta yang tak tersampaikan berujung pada patah hati dan kekecewaan.

Bisakah keduanya memahami siapa yang mereka lihat selama ini? Apakah orang yang mereka cintai atau pribadi masing – masing.

Jika hubungan mereka selama ini yang terjalin secara tidak langsung bukan karena cinta. Apakah ini disebut sebagai pria dan wanita yang patah hati dan saling menghibur sebatas pelampiasan kebutuhan fisik?

chap-preview
Free preview
1. In the Morning
            “Zizu, kamu masih bisa bertahan bukan?.” Zizu menganggukkan kepalanya, mengarahkan semua tenaga yang dia miliki untuk terus bisa berlari sekuat tenaganya.             Saat ini Zizu tidak tau kemana arah tujuannya. Di tengah hutan belantara, dia hanya bergantung pada cahaya rembulan berwarna perak yang menjadi penerangannya. Kemana saja dia melihat, selagi itu ada celah untuk bisa berlari, dia terus saja berlari sekuat tenaga yang dia bisa.               Kelima jarinya masih saja terjalin pada pria yang juga ikut berlari bersama dengan dirinya dia panggil sebagai Tybalt. Zizu percaya bahwa dia dan Tybalt akan bisa keluar dari hutan ini atau paling tidak dia bisa bersembunyi lebih dahulu.             Lima orang dengan menggunakan pakaian khas orang pedalaman terus saja mengejar mereka, ditangan kelima orang pedalam tersebut sudah terdapat beberapa tombak yang seakan siap untuk menghunuskan benda tajam itu ke arah tubuh mereka berdua. Zizu bersyukur saat ini bahwa tidak ada luka yang begitu dalam ditubuh mereka akibat tombak tajam itu, kecuali goresan dari beberapa ranting yang tidak saja menggores kulit mereka saat berlari.             Sekuat – kuatnya Zizu berlari, entah kenapa dia merasa bahwa dia berlari dengan begitu pelan dan lamban, kelima orang pria suku pedalaman itu semakin lama semakin mendekat ke arahnya. Zizu mulai merasa lelah, nafasnya mulai tersengal–sengal. “Zizu kamu harus bertahan.” Cengkraman tangan Tybalt terasa semakin erat, seakan memberikan semangat dari genggaman tersebut.             “Aku sudah tidak kuat lagi.” Akui Zizu. Mereka sudah berlari sangat jauh dan orang suku pedalaman tersebut masih saja mengikutinya seakan tidak pernah lelah mengejar. Tawa dari pria–pria itu yang menggema di hutan belantara ini semakin membuat Zizu takut, dia seketika berpikiran bahwa mungkin ini adalah akhirnya. Mereka hanya berdua, sedangkan orang yang mengejar mereka ada lima orang. Tapi melihat bagaimana Tybalt masih saja berlari bersama dengannya, Zizu tidak ingin menyerah juga.             Suara deru aliran air semakin terdengar di telinga mereka. “Zizu, aku rasa itu adalah sungai” Ucap Tybalt.             “Benar, itu suara aliran sungai, haruskah kita terjun kesana ?” Saran Zizu. Jika itu bisa menyelamatkan mereka, maka tidak akan masalah sama sekali. Lagian dirinya juga bisa berenang, begitu juga dengan Tybalt. Maka mereka berdua bisa saja selamat.             “Apa kamu ingin mati?. Disana ada begitu banyak buaya dan binatang buas lainnya, itu sama saja dengan membuat kita menyerah Zizu, kita sudah sejauh ini. Jangan menyerah begitu saja dengan hidup ini.” Kesal Tybalt dengan saran Zizu yang terdengar seakan ingin menyerah.             Zizu hanya diam saja, berusaha mencari cara agar mereka bisa lolos dari kejaran orang pedalaman yang terus saja mengejar dirinya. “Zizu, awas!” Teriak Tybalt, dia lalu menekan kepala Zizu untuk menunduk saat ada sebatang pohon yang nyaris saja mengenai kepala Zizu.             Sejenak Zizu tak bisa berkata – kata, dia masih kaget, baru saja dia terlena karena memikirkan bagaimana cara agar bisa lolos, namun sebuah kayu nyaris saja melukainya. Jika Tybalt tidak menyelamatkannya, dia bisa saja terluka. “Bagaimana ini Ty, aku benar – benar takut kalau mereka akan menjadikan kita sebagai santapan mereka.” Suara Zizu sudah bergetar ingin menangis, padahal dia sudah sekuat tenaga untuk tidak menangis, namun melihat keadaan mereka yang seakan tidak mengizinkan untuk bertahan lebih lama lagi di dunia ini, membuat Zizu ketakutan.             “Jangan menangis Zizu, selama kita berusaha, dan aku masih ada disini bersama dengan kamu, maka aku akan menyelamatkan kamu” Zizu memang merasa tenang sejenak, tapi melihat keadaan sekarang. Siapa yang tidak akan berpikiran macam – macam. Kepada siapa mereka harus meminta tolong, dan dengan cara apa mereka bisa melawannya di kala tidak ada satu senjata yang mereka miliki. Hanya dengan kekuatan fisik, itu juga tidak akan berhasil sama sekali, kelima orang suku pendalaman tersebut memiliki tubuh yang jauh lebih bugar dan sehat dari mereka berdua.             Tidak tau rencana apa yang sedang di rencanakan tuhan kepada Zizu dan juga Tybalt. Satu tembakan tombak bisa mereka hindari, begitu juga dengan kedua. Namun yang ketiga bukanlah keberuntungan bagi Zizu dan juga Tybalt. Tombak dengan ujung yang terbuat dari besi yang diasah sedemikian runcing itu lalu menusuk tepat di betis Tybalt hingga menembus kakinya.             Tybalt jatuh tersungkur, Zizu yang melihatnya segera saja memapah. Tybalt berusaha untuk berlari namun kecepatannya kini berkurang. Entah apa yang dibicarakan kelima orang pedalaman itu, namun yang bisa di dengar Zizu adalah kalau ada nada bahagia disana saat bisa melukai Tybalt.             “Kamu selamatkan diri kamu Zizu.” ucap Tybalt, namun Zizu segera menolak. “Jika kamu mati, maka aku akan lebih baik mati juga. Aku akan di liputi rasa bersalah, dikala aku tidak bisa menyelamatkan kamu, kita terjebak disini berdua, maka harus keluar berdua juga.” Samar – samar dari jauh, Zizu bisa melihat bahwa ada satu batu besar disana sebagai tempat mereka berlindung dan beristirahat. Zizu menoleh sekilas dan dia melihat bahwa orang pedalaman yang mengejar mereka sudah tak tampak lagi.             Zizu secara perlahan – lahan kemudian mulai membantu Tybalt untuk bisa duduk dengan benar. “Tybalt, luka kamu begitu parah” Dia merasa sedih ketika melihat ada lubang yang begitu jelas disana dari kaki Tybalt. Dia tidak menyangka bahwa tombak itu juga bisa melubangi tulang kering manusia saking begitu tajamnya tombak itu.             Sinar perak yang menyinari wajah Tybalt kini memperlihat kalau wajah pria ini tampak begitu pucat, Zizu yakin kalau Tybalt sekuat tenaga untuk menahan rasa sakit yang dia rasakan. Zizu lalu menyobek ujung bajunya, dan membalut kaki Tybalt. “Aku memang tidak mengetahui pertolongan pertama seperti apa. Tapi aku harap ini bisa mencegah terkena debu dan kotoran.”             Tybalt sama sekali tidak menjawab, bulir – bulir air mulai keluar dari dahi Tybalt dengan begitu derasnya sebesar biji jagung, dahinya itu lalu berkerut begitu juga dengan matanya yang tampak terpejam dengan tidak tenang. Genggaman tangan mereka yang tidak lepas sama sekali itu, Zizu lalu mengarahkan ke pipinya. “Tybalt, aku mohon bertahanlah, aku akan mencari bantuan saat pagi hari, siapa tau ada penduduk lain di sekitar sini bisa membantu kita keluar dari hutan.”             Kekhawatiran Zizu semakin bertambah kala dia merasakan bahwa Tybalt tidak menjawab sama sekali. “Ty, bertahanlah. Aku yakin, kita berdua selamat.” Kesana kemari Zizu mengedarkan pandangannya, melihat apa ada sesuatu yang bisa menyelamatkan mereka. Berharap munculnya sebuah pertanda kalau ada titik dimana mereka bisa keluar dari situasi yang mencengkam bagi Zizu saat ini.             “Ha-us..” Ucap Tybalt tiba–tiba pelan dan terbata. Zizu mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah Tybalt. “Haus?” Ulangi Zizu, dan dia kemudian teringat akan sesuatu. Suara derunya aliran air yang mengalir dengan deras adalah solusinya kali ini.             “Tybalt, kamu tunggu disini, aku akan mencarikan air buat kamu” ucap Zizu. Dia lalu menyandarkan tubuh Tybalt pada dinding batu, dan mengusap dengan lembut pipi Tybalt. “Bertahanlah sebentar, ok”             Gerakan hati – hati, dan netra yang terus saja menatap ke arah sekitar dengan was–was berharap kalau orang yang mengejarnya sama sekali tidak mengikutinya. Hanya dengan bermodalkan indera pendengarannya saja, Zizu berjalan mencari kemana dia bisa mendekati sungai tersebut. Air matanya tak henti – hentinya mengalir, menangisi semua perasaan yang tidak bisa dia jabarkan sekarang.             Krek..             Zizu seketika panik bukan main, saat ia medengar sebuah ranting pohon yang ada di tanah lalu terpijak hingga menimbulkan sebuah suara dimana bukan dirinya menginjak, kemudian samar–samar dia mendengar bahwa ada suara bisik–bisik.             Kepalan tangan Zizu terkepal dengan begitu erat. Dia siap berlari jika dirinya mendengar sebuah suara sekali lagi, namun setelah beberapa meter Zizu berjalan, dia merasa tidak ada lagi suara yang membuat dirinya cemas, dan suara aliran deru sungai semakin terdengar begitu kuat. Zizu begitu senang, karena dia bisa mengambil air tersebut untuk bisa diberikan kepada Tybalt.             Namun malang nasib Zizu, dia kini berada di tepian, dimana dibawahnya adalah sungai yang mengalir dengan deras disana. Zizu sama sekali tidak bisa mengambil air tersebut karena jaraknya yang begitu jauh menuju permukaan air.             Zizu terus saja berjalan menyusuri tepi bibir jurang, berharap ada celah baginya untuk bisa mengambil airnya, namun ketika Zizu berjalan, terdengar suara bising – bising kembali, Zizu yang siaga segera saja berlari, dia tau kalau suara bising–bising itu adalah orang suku pedalaman yang mengejarnya tadi karena dia mendengar adanya percakapan, sekuat tenaga Zizu berlari, dia bahkan lupa untuk kembali ke arah Tybalt berada, namun yang ada dikepala Zizu adalah menyelamatkan dirinya dahulu. Jika dia tidak bisa menyelamatkan dirinya, lantas bagaimana dia bisa menyelamatkan Tybalt nantinya. .             Sialnya, jalan yang di lalui Zizu berakhir pada satu titik, dimana itu adalah jalan buntu. Zizu terjebak disana karena di hadapannya adalah jurang yang begitu dalam. Dia menelan salivanya dengan berat.             Zizu, mungkin ini adalah akhir dari hidupmu.             Dia tidak tau lagi bagaimana berlari, disaat lima orang suku pedalaman sudah berada tepat di depannya dengan kelimanya mengacungkan tombak yang mereka miliki mengarah pada Zizu.             Secara tidak sadar, Zizu tentu saja berteriak. “Pergi kalian!”             Bukannya pergi malah kelimanya menampilkan sebuah serigai yang begitu lebar menatap Zizu sebagai makanan mereka. “Dagingku bukanlah manis, ada sungai dibawah ini, dan disungai ada begitu banyak ikan yang rasanya begitu manis. Aku yakin kalau di hutan ini ada ayam, rusa, kambing, atau apapun itu yang dagingnya lebih enak dari manusia. Di darat dan di sungai ada begitu banyak makanan, kenapa kalian masih makan daging manusia yang malah penuh dosa dan dagingnya sedikit sepertiku.”             Mengerti atau tidak yang dikatakan, Zizu masih saja terus berbicara berharap tuhan berbaik hati kepada dirinya dan membuat orang yang ada di hadapannya ini mengerti “Berdosa jika kalian makan sesama, kalian adalah manusia bukan hewan. Kalian bisa memakan hewan dan tumbuhan tapi tidak manusia. Tidak kah kalian berpikir saat memotong tubuh manusia, itu sama saja dengan memotong tubuh kalian sendiri”             Merasa marah, salah satu diantara kelimanya malah mengacungkan tombak itu mendekat ke arah Zizu dan mengucapkan sesuatu yang sama sekali tidak Zizu mengerti. Zizu yang takut ujung tombak yang dia ketahui bisa melubangi tulang manusia itu, seketika reflek berjalan mundur. Namun siapa sangka pijakan terakhirnya itu sudah tepat pada ujung tebing.             Tubuh Zizu seketika oleng dan terdorong kebelakang dimana sudah ada jurang yang menanti dirinya dengan aliran deras sugai serta hewan buas yang siap menerkamnya kapan saja. Tidak di darat maupun di air, dirinya menjadi santapan.               Zizu pasrah, setidaknya dia sudah berjuang hidup. Namun sebuah tunggul kayu menghamtam punggungnya dengan begitu kuat dan mengenai lengannya secara bersamaan.             Bugh!             Hentakan yang begitu kuat, membuat Zizu tersentak dan terbangun dari tidurnya. Dia lalu melirik ke arah sekitar dan kemudian menatap tubuhnya sendiri yang sudah berada dilantai. Sebuah buku sudah berada dibawah punggungnya. Jadi buku itulah pengganti tunggul kayu yang ada di alam mimpinya. Rasanya begitu menyakitkan, baik dimimpi atau di dunia nyata. “Aw” ringisnya. Zizu lalu bangkit dari tidurnya dan menggosok pinggangnya yang terasa menyakitkan.             Syukurlah kalau itu hanya mimpi, kalau menjadi kenyataan, aku masih kepikiran apa Tybalt baik – baik saja. Entah kenapa aku harus bermimpi mengerikan begitu, tidak bisakah aku bermimpi kalau aku menikah dengan Tybalt, bukankah itu lebih indah?.             Sejenak Zizu masih kepikiran akan mimpinya yang terasa begitu mengerikan, dikejar – kejar oleh orang suku pedalaman, Tybalt yang terluka dan kritis, serta dirinya yang nyaris saja merenggang nyawa.             Tubuhnya sudah basah kuyup, bukan karena dia terjatuh di kubangan air, akan tetapi basah di banjiri oleh keringatnya sendiri. Dimusim panas seperti ini dan tidak menggunakan pendingin ruangan, Zizu merasa bahwa saat ini dia tertidur di sebuah tempat sauna, namun memiliki sebuah Kasur tempat dia tidur.             “Anak pemalas! Apa yang kamu lakukan! Pergi ke sekolah”             Itu adalah sebuah alarm alami bagi Zizu yang menandakan kalau dirinya harus segera bersiap – siap untuk pergi bekerja, tetangganya setiap hari akan memarahi anaknya, jadi Zizu sama sekali tidak perlu memasang alarm lagi ketika teriakan tetangganya sudah sangat kuat seperti alarm yang ada di ponsel atau di jam weker. Mengucek matanya perlahan, dia dengan malas lalu berjalan terseok – seok menuju kamar mandi.             Zizu membuka bajunya, dan dia lalu memeras bajunya itu seakan sudah direndam, air mengalir ketika dia memerasnya dengan kuat, Zizu lalu menghidupkan keran untuk menampung air merendam pakaiannya, dan menghidupkan keran lainnya agar dia mandi.             Karena dia selalu terbangun berkeringat dari ujung kepala sampai kaki disaat musim panas, membuat Zizu selalu saja berkeramas di pagi harinya. Air mengaliri tubuhnya dari kepala dan perlahan turun membasahi seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya menjadi rileks dan tenang. Dia lalu menuangkan sampo ke tangannya dan mulai memijat perlahan kepalanya yang terasa berdenyut sembari bersenandung kecil, berusaha membuat mood paginya menjadi lebih baik saat bekerja. Jika bukan dirinya yang memperbaiki moodnya, lalu siapa lagi.             Busa – busa sudah tercipta di kepala Zizu, rambutnya yang panjang sudah terkena sabun dan busa semuanya, Zizu hendak saja membilas, namun aliran airnya perlahan mengecil dan berakhir dengan tidak ada air yang turun sama sekali.             Zizu menghela nafas beratnya. Tidak bisakah perusahaan air berbaik hati untuk memberikan aku beberapa liter air hanya untuk membilas rambutku, aku bisa menggosok gigiku di kantor.             Menggunakan bathrobe yang ada didekatnya, dengan raut wajah sedikit kesal, Zizu akhirnya keluar dengan kepala yang masih dipenuhi busa, dia lalu mengetuk dengan pelan pada pemiliki rumah susun yang ada disebelahnya, dimana setiap pagi menjadi alarm alaminya. “Bibi, ini Zizu”             Seorang wanita lalu membuka pintu, beberapa rol rambutnya masih tergantung di rambutnya, tergulung di beberapa titik, walau wajahnya sudah menggambarkan betapa kerasnya kehidupan rumah tangga dengan empat orang anak yang masih bersekolah dan seorang suami yang kerjaannya sebagai seorang supir pengantar barang dengan kehidupan yang pas – pasan, akan tetapi masih terlihat begitu cantik ketika sebuah dimple yang cukup dalam tercetak manis di wajahnya. “Kamu ingin menumpang mandi?.”             Tidak ada raut wajah kesal sama sekali disana, seakan sudah hafal dengan kebiasaan tetangganya yang hobi menumpang mandi di akhir bulan, Zizu kemudian menggangguk kepalanya. “Tentu saja bibi, aku hanya telat satu hari, dan perusahaan air itu malah mematikan airnya” akui Zizu dengan menampilkan sebuah senyuman manis miliknya.             Catrine–tetangga Zizu ini lalu membuka pintu lebarnya dan mempersilahkan Zizu untuk masuk dan mengizinkan Zizu menggunakan kamar mandinya. “Terimakasih bibi, aku berdoa, kalau rezeki bibi terus mengalir seperti air yang bibi berikan untuk aku mandi” ***             “apa kamu memakai krim anti-aging ?”             Angela segera saja menyentuh kedua pipinya dengan tangannya. “Aku hanya menggunakan krim pelembab dan beberapa krim yang membuat kulit aku tampak cerah”             Zizu kemudian menatap Angela dengan tatapan kagum. “Astaga, Angela. Kenapa kamu tampak begitu muda sekali sekarang. Aku saja merasa pangling”             Semburat merah terlihat jelas di pipi Angela, wanita itu lalu menjawabnya dengan kikuk. “Benarkah?”             “Kamu terlihat begitu muda dari tetanggaku, Anak bayinya saja sudah memiliki kerutan di dahinya, dan aku sama sekali tidak melihat ada kerutan di dahimu yang sangat bersinar dan mulus, bahkan aku yakin semut bisa tergelincir disana.” Angela yang wajahnya memerah karena tersipu malu kini berubah merah karena kesal.             “Hei Zizu, apa yang kamu makan huh ?” Tanya Angela yang merupakan rekan kerja Zizu di kantor. Zizu dengan santai kemudian mengangkat roti yang sedang dia makan. “Oh roti ini, aku mendapatkan secara cuma – cuma dari salah seorang pemilik toko roti di dekat rusun, dari pada roti ini dibuang karena sudah expired mending aku makan, lagian baru kemaren tanggalnya”             Angela menelan salivanya dengan berat dan menatap Zizu heran, dia lalu menggelengkan kepalanya. “Zizu, aku hanya berharap bahwa lambung dan usus kamu bisa sehat selalu”             Dengan santainya Zizu lalu menjawab. “Jika aku sering – sering makan ini, lambung dan ususku sudah mengerti akan ketidakmampuanku sekarang, jadi organku mengerti dan tidak mengeluh sama sekali dan berusaha tegar”             Asik berbincang dengan Angela, tiba – tiba saja atasannya menghampiri Zizu dan Angela di ruang kerja mereka. Dari raut wajahnya yang tampak tidak bersahabat membuat Zizu tiba – tiba menjadi gelisah.             “Zizu, bisakah kamu ikut ke ruangan saya ?” Zizu yang tidak berani membantah segera saja menganggukkan kepalanya. “Baik pak” Roti yang masih tersisa di tangannya, dia lalu memasukkan semuanya dengan paksa ke dalam mulutnya dan kemudian mengunyahnya dengan cepat.             “Akhir – akhir ini aku dengar kalau perusahaan akan mengadakan acara ulang tahun. Siapa tau kamu ikut dalam berpartisipasi acara.” Ucap Angela riang.             “Tapi kenapa wajah Pak Albert begitu murung ?.” Tanya Zizu penasaran. “Bukannya seharusnya senang dengan acara ulang tahun perusahaan”             “Akhir – akhir ini perusahaan sedang sibuk – sibuknya dengan proyek yang baru, jadi bisa saja Pak Albert sedang lelah, jangan berpikiran aneh – aneh” Zizu menganggukkan kepalanya beberapa kali. “Mukanya Pak Albert muram gitu, gimana otak aku gak travelling mikir macam – macam”             Angela lalu mengibaskan tangannya. “Udah jangan mikir aneh – aneh, masuk gih sana, gak baik loh atasan nunggu.”   To be continue  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook