bc

A Sea of Longing

book_age16+
961
FOLLOW
9.1K
READ
age gap
fated
second chance
badgirl
drama
tragedy
city
love at the first sight
model
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

Hasya Aghnia Hardikusumo memutuskan untuk kabur dari rumahnya setelah ia mengetahui bahwa pria yang akan dijodohkan dengannya bukanlah orang baik, melainkan seorang playboy yang suka berganti pasangan. Ia sudah memberitahu kedua orang tuanya mengenai hal itu, namun mereka seakan menutup mata dan memaksanya untuk terus melanjutkan perjodohan itu sampai ke jenjang pernikahan.

Ketika dalam perjalanan menuju tempat persembunyiannya, pesawat yang ditumpangi olehnya terjatuh di lautan yang begitu luas.

Ia tidak mengingat apapun ketika membuka mata, dirinya berada di suatu ruangan yang tamaran karena hanya diterangi oleh lampu minyak.

"Saya Randu, nama kamu siapa?"

Ia menggeleng, di dalam otaknya seakan bersih tidak ada memori apapun yang dapat diingat. Bahkan nama sendiri pun ia tak tahu.

Bagaimana kehidupan baru Hasya setelah itu? Dan siapakah Randu?

Cover by pinterest and canva

•16, Agustus 2020•

chap-preview
Free preview
Sea - 1
Lagu dari band terkenal asal Amerika terdengar begitu kencang dari sebuah kamar di dalam rumah mewah bergaya jawa modern. Seorang gadis di dalamnya sedang belompat - lompat di atas kasur sambil bernyanyi mengikuti lirik lagu yang sedang dimainkan olehnya. "DRAG ME DOWN ... NOBODY ... NOBODY..." teriak gadis itu sambil memegang sebuah botol shampoo yang ia bayangkan seperti microphone. Lagu One Direction itu terus menyala dengan volume yang sangat kencang. "Hasya!" teriak Ibunya dari luar. "Oh, s**t!" ujar gadis itu seraya membenarkan handuk yang melilit di tubuhnya. Lalu ia pun mematikan speakernya yang membuat lagu itu berhenti. "Buka pintunya, Hasya!" Dengan gerakan cepat ia turun dari kasur dan membuka pintu kamar, lalu terpampanglah wajah Ibunya yang terlihat kesal.  "Astaga ... kamu ini mau bikin Mama mati muda ya?! Denger lagu udah kayak orgen tunggal orang nikahan, berisik!"  Hasya menepuk jidatnya. "Konde Mama itu kali penyebabnya," jawabnya. Memang, Ibunya Hasya adalah wanita Jawa tulen yang senang sekali memakai pakaian tradisional ditambah dengan konde di rambutnya yang sangat rapi. Wanita berusia 47 tahun itu pun kemana - mana selalu membawa kipas lipat di tangannya. Walaupun zaman sudah modern, tapi menurutnya adat dan budaya tidak boleh dihilangkan begitu saja. Oleh karena itu, ia sangat cinta dengan baju - baju tradisional seperti kebaya dan kain batik yang selalu dipakainya. "Udah deh, Mama jangan marah - marah terus, nanti cepet tua, terus ubanan, jadi jelek konde Mama ada rambut putihnya gitu," kata Hasya. "Cepat ganti baju, kamu ada janjikan sama Nak Aryo hari ini?"  Hasya mengangguk seraya menyenderkan tubuhnya di tembok. "Males ah." "Hasya, ingat! Dia calon suami kamu." "Ih, gak mau, dia tuh suka pake lobang sana - sini, jijik aku, Ma!" "Hasya!" "Mama kenapa sih gak pernah percaya omongan aku? Plis, aku gak mau nikah sama dia, gak mau, gak mau dan gak mau!" ucap Hasya jengkel. "Mama gak mau tau, dalam 15 menit kamu harus sudah rapi, Mama tunggu di bawah, kalau nggak, Mama akan bilang Papa untuk blokir semua kartu debit dan kredit milikmu!" Hasya ingin protes namun Ibunya sudah terlebih dahulu pergi. Ia menghentakkan kakinya kesal. Harus dengan cara apa ia membuktikan bahwa Aryo si playboy itu bukanlah pria baik - baik? ••••••••• Hasya turun dari kamarnya, ia sudah rapi dengan dress selutut berwarna peach, ditambah dandanannya yang tipis tapi menambah kecantikannya. Kulitnya yang putih dan postur tubuhnya yang tinggi membuat orang - orang mengira dia adalah seorang model, ditambah rambut bergelombang sedada miliknya. "Nah, akhirnya cah ayu turun juga," ucap Ibunya yang sudah duduk di sofa ruang tamu bersama seorang pria yang memakai kemeja rapi. "Hasya ayu kan, Nak Aryo?" "Iya, Bu, banget malah," jawab pria itu yang membuat Hasya memutar bola matanya kesal. Pria itu berdiri ketika Hasya mendekat. Lalu ia menatap Hasya dari atas hingga bawah, seakan meneliti penampilan gadis itu. "Apa lo liat - liat?" geram Hasya yang tidak suka dilihat seperti itu. "Jangan galak begitu dong, Nduk, dia kangmasmu, calon suami kamu," ujar Ibunya yang membuat Hasya ingin muntah karena muak. Pria berkemeja yang bernama Aryo itu merapatkan tubuhnya dengan Hasya. "Ayo." "Jauh - jauh sana!" "Aku gak bisa, kamu terlalu mempesona untuk dijauhi." "Ngomong lagi, gue tabok lu mau?!" "Hasya!" ucap Ibunya. Hasya menghela napasnya dalam. Ia pun berjalan mendahului pria itu dan masuk begitu saja ke dalam mobilnya. Ia melihat pria itu duduk di sebelahnya dengan senyuman yang menawan tapi bagi Hasya begitu menjijikan. "Jangan pura - pura lagi deh," ucap Hasya seraya memainkan ponselnya. "Kamu ngomong apa?" "Gue tau kok, lu suka pake p*****r kan?" Hasya melihat Aryo yang kini mematung. Ia tersenyum miring. Skak mat! Namun tiba - tiba pria itu menunjukkan senyuman setan untuknya yang membuat Hasya seketika merinding. Dengan perlahan, pria itu menjalankan mobilnya. Hasya jadi menciut karena pria itu beberapa kali mencuri pandang ke arahnya dengan senyuman iblisnya. "Kita mau kemana?!"  "Bersenang - senang, sayang." Gadis itu membulatkan matanya ketika mobil memasuki sebuah hotel mewah. "Turunin gue, b******k!" "Iya, sayang, sebentar lagi juga kita turun kok." "Lepasin gue!" Hasya memberontak ketika ia ditarik paksa oleh pria itu masuk ke dalam lobby hotel.  "Kamu calon istriku, jadi kita bebas melakukan apapun, dan menurutlah!" Hasya menggeleng. Baru calon istri, bagaimana jika sudah menjadi istri sesungguhnya? Apakah ia akan diperlakukan semena - mena oleh pria gila itu. Tidak! Ia tidak ingin hidup bersama lelaki itu. Ia harus melarikan diri! Ia harus memberitahu kedua orang tuanya. "Gak mau, gue najis sama lo!" Genggaman tangan pria itu di lengannya semakin kencang membuat Hasya meringis.  "Jangan banyak bicara, nanti kamu juga akan ketagihan, sayang." Hasya menggigit tangan pria itu dengan kencang hingga lepas dari lengannya. Lalu ia berlari dengan cepat keluar dari hotel diikuti oleh pria itu. Jantung Hasya berdetak dengan cepat, lalu ia melihat sebuah taksi lewat, akhirnya ia memberhentikannya dan langsung masuk ke dalamnya. "Pak, tolong cepet jalan!" "Kemana Mbak?" "Kemana aja, Pak, tolong saya!" Dengan sekali anggukan dari sang sopir, taksi itu pun berjalan menjauhi hotel. Hasya menengok ke belakang dan melihat pria itu yang sudah berhenti mengejarnya. Ia menghela napas lega. Ternyata Tuhan masih berbaik hati untuk menolongnya kali ini. Entah, haruskan ia membuat acara syukuran atau apa untuk merayakannya. Taksi yang ditumpanginya sampai di depan rumahnya. Ia pun turun setelah selesai melakukan pembayaran kepada sang sopir taksi. Dengan langkah yang penuh amarah, Hasya masuk ke dalam rumah. Di sana ia sudah melihat Mamanya yang sedang membaca sebuah buku dengan kacamata yang menggantung di hidungnya. "Aku gak mau nikah sama si b******n itu!" teriak Hasya kepada Mamanya. Wanita setengah baya itu menurunkan kacamatanya hingga di ujung hidung dan menatap putri semata wayangnya. "Maksudmu Nak Aryo?" "Ya, dia, jijik aku nyebut namanya!" "Tapi pernikahan kalian tiga hari lagi, gak mungkin kita batalkan, lagian sebelumnya kamu menerimanya." "Iya, sebelum aku tau siapa Aryo sebenarnya! Dan tadi, dia hampir memperkosa aku, Ma!" "Jangan alasan, lagian kamu kan calon istrinya, tidak apa - apa kan?" Hasya menganga mendengar jawaban Mamanya. Ia tidak habis pikir kenapa Mamanya bisa berkata seperti itu? Apakah ia bukan anak kandung kedua orang tuanya? Makanya ia selalu diperlakukan seperti itu. "Aku ini anak kandung Mama bukan sih?!" teriak Hasya frustasi. "Tentu. Anak Mama satu - satunya cuma kamu, Sya." "Aku gak mau nikah sama dia, Ma!" "Harus. Kamu harus nikah sama dia. Kita sudah mempersiapkan semuanya." "Mama lebih milih harta daripada aku? Kalian hanya rugi beberapa ratus juta saja. Tapi bagaimana dengan nasibku selanjutnya?" "Bukan hanya harta, tapi juga harga diri, mau ditaruh dimana image kita sebagai seorang Hardikusumo yang tidak bertanggung jawab atas pernikahan putrinya?" Hasya tersenyum miris mendengarnya. Harus dengan cara apalagi ia membatalkan pernikahannya? Ada satu - satunya jalan yaitu ia harus pergi. Dengan langkah lebar, Hasya bergegas menuju kamarnya. Tak ia pedulikan teriakan sang Mama yang terus menerus memanggilnya. Ketika sampai di kamar, Hasya langsung mengambil koper besar dari dalam lemari dan memasukkan baju - bajunya ke dalam sana. Tak lupa kebutuhan sehari - hari yang sangat penting ia bawa juga. Setelah selesai, Hasya membuka ponselnya, lalu memesan sebuah tiket menuju Filipina. Di sana, ia akan tinggal bersama temannya. •••••• "Pa! Hasya mana? Kok gak ada di kamarnya?!" teriak wanita setengah baya yang berjalan terseok - seok karena kain batik yang ia gunakan. "Apa si Ma?"  "Hasya gak ada di kamarnya, Papa! Gimana ini?" ucapnya khawatir. "Kemana dia? Apa nginep di rumah temannya?"  Wanita setengah baya itu menangis sambil duduk di sebuah sofa ruang tamu. "Bajunya gak ada setengah, kopernya juga gak ada pas Mama cek. Anak kita kemana Pa?!"  "Mama sabar dulu ya ... Apa mungkin dia pergi sama Aryo?" "Gak mungkin! Hasya benci banget sama Aryo," sergahnya. Tiba - tiba ponsel pria paruh baya itu berdering yang menampilkan nama Athaya—adiknya. "Mas! Lihat televisi channel 7, ada kecelakaan pesawat dan salah satu korbannya bernama Hasya!" "Apa? Kamu gak salah lihat kan?" ucapnya kaget. Setelah itu ia mendekati istrinya. "Ma ... coba nyalain tivi, channel 7 ada berita tentang kecelakaan pesawat." "Iya Mas, aku yang lihat sendiri." Televisi menyala dan menampilkan seorang pembawa acara yang tengah menyebutkan nama - nama penumpang yang menjadi korban kecelakaan pesawat. Dan kedua pasangan paruh baya itu kaget melihat nama anaknya yang tertera di layar kaca televisi. "Gak mungkin!" sergah sang istri dengan wajah yang memucat. "Hasya kita gak mungkin ada di sana kan Mas?!" "Kita pastiin ke kantor polisi, ayo!" ••••• Di suatu pagi di tengah - tengah lautan, seseorang yang tengah menarik jaring - jaring yang sudah ia taruh semalaman, terkejut melihat puing - puing pesawat yang berserakan di sekitarnya. Ia mendayung kapal yang ia gunakan untuk memastikan apakah ada korban di sana. "Kau lihat tidak itu? Ada orang di sana!" ucap lelaki yang merupakan kakak iparnya. "Iyakah?" ujarnya penasaran. Lalu ia terus mendayung hingga mendekati sebuah puing pesawat yang cukup besar dan benar saja ... ada seseorang yang tersangkut di sana.  Setengah badannya mulai dari pinggang hingga kaki berada di dalam air sedangkan tubuh bagian atasnya tertahan di atas puing pesawat itu. Tubuhnya terombang - ambing mengikuti ombak laut. "Astaghfirullah, cepat selamatkan! Dia masih hidup atau sudah meninggal." Pria bertubuh tegap dengan kulit sawo matang itupun mengangguk menuruti ucapan kakak iparnya. Ia langsung berenang ke lautan untuk menyelamatkan orang itu. Dengan susah payah, ia menarik orang itu yang ternyata adalah seorang perempuan dari atas puing pesawat. Dan ia membawa perempuan itu mendekat ke arah kapal. "Dia perempuan." "Hm," ucap lelaki itu sambil membuka kaosnya yang basah. "Masih hidupkah dia?" "Coba kau periksa." Pria berkulit sawo matang itu mendekati sang perempuan yang terkapar tak berdaya di atas kapalnya. Dengan gerakan pelan, ia menyibak rambut yang menutupi wajah sang perempuan, dan ia terkejut ketika melihat wajah cantik perempuan itu. Wajahnya sudah pucat dengan pelipisnya yang mengeluarkan banyak darah namun sudah mengering. Ia menaruh dua jarinya di leher perempuan itu, samar - samar ia merasakan ada detak di sana namun kecil. Lalu ia mengarahkan jari telunjuknya ke hidung perempuan itu dan benar saja, perempuan itu masih bernapas. "Dia hidup," ujarnya kepada sang kakak ipar. "Cepat, kita harus membawanya dan mengobatinya," ujar pria berkumis itu. Mereka pun mendayung perahu dengan cepat, ada seseorang yang butuh bantuan mereka agar tetap hidup. "Kau gendonglah dia, biar Abang yang mengurus perahu ini." Awalnya ragu, namun akhirnya ia pun menuruti perintah kakak iparnya itu. Dengan gerakan lembut, ia mengangkat tubuh perempuan itu ke dalam gendongannya. Dan berjalan menuju rumah panggung yang berada di pesisir pantai tempat ia tinggal. "Loh, siapa ini?" ucap seorang wanita dari atas rumah dengan wajah bingungnya. "Gak tau, aku sama Abang menemukannya di laut, sepertinya ia korban kecelakaan pesawat." "Innalillahi, cepat Randu, bawa ia masuk, biar Kakak yang mengobatinya." Pria bernama Randu itupun mengangguk lalu menaiki anak tangga rumah panggungnya agar sampai ke dalam rumah. "Cepat, baringkan dia di sini," ucap perempuan itu sambil menunjuk sebuah kasur lantai di tengah ruangan. Dengan perlahan, Randu pun membaringkan perempuan dalam gendongannya. "Kak Kia bisa mengobatinya?" tanyanya. Wanita itu menatap dengan penuh ketelitian ke seluruh tubuh perempuan yang terbaring lemah di kasur lantai. "Sepertinya tidak ada luka yang parah, biar Kakak yang periksa, kau ambilkan pakaian Kakak di lemari, kasihan dia kedinginan." Randu dengan cepat berjalan menuju kamar Kakaknya. Ia membuka lemari kayu yang terdapat banyak pakaian sang kakak, lalu ia mengambil satu stel pakaian yang terdiri dari sebuah rok dan juga baju panjang. Kemudian ia kembali menemui sang kakak. "Kau keluarlah, biar dia Kakak yang mengurus." Randu menatap sejenak perempuan itu sebelum akhirnya ia berjalan keluar untuk menemu kakak iparnya. "Bagaimana dia?" "Sedang diperiksa oleh Kak Kia," jawab Randu. "Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Randu menatap hamparan laut yang begitu luas di hadapannya. "Tidak tau." "Keluarganya pasti sedang cemas mencarinya." "Setidaknya biarkan dia tinggal sebentar di sini sampai dia benar - benar sembuh," jawab Randu. "Jika tidak ada yang mencarinya, bagaimana?" Randu menggelengkan kepalanya. "Jangan tanyakan padaku, Bang. Aku pun bingung."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Love Match (Indonesia)

read
173.0K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

Broken

read
6.3K
bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
836.2K
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
256.8K
bc

Unpredictable Marriage

read
280.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook